Sejak lahir aku hampir tidak pernah bertemu dengan kedua orang tuaku. Ibu meninggal setelah melahirkanku, dan Ayah menitipkanku di panti asuhan karena tidak mampu mengurusku.
Yang dapat kuingat sampai sekarang hanyalah nama yang diberikan untukku.
Karena sudah berada di panti asuhan sejak berumur tiga tahun, aku tidak dapat mengingat seperti apa wajah Ayah. Jika suatu saat kami bertemu lagi, pasti kami tidak bisa saling mengenali.
Selama ini aku tidak pernah sekalipun mencoba mencari keberadaan Ayah. Aku tahu Beliau sekarang sudah bahagia dengan keluarga barunya, jadi aku tidak berhak mengganggu.
Dan walau usiaku sekarang sudah menginjak angka lima belas tahun, belum ada keluarga yang berniat ingin mengadopsiku. Aku justru senang, karena dengan begini aku bisa terus mengajari belajar anak-anak panti yang lain dan kadang juga mengajari orang lain yang meminta tolong padaku.
Dengan mengajari berbagai macam orang dari segala usia, aku ikut belajar banyak hal. Mungkin ini yang menjadi alasan kenapa aku bisa mendapatkan beasiswa secara penuh saat SMP. Aku tidak mau lagi merepotkan Ayah karena harus mengirimkan uang setiap bulan untuk biaya sekolah seperti saat aku masih SD.
Dan sekarang aku sedang kerepotan mencari sekolah yang bisa memberiku beasiswa selama tiga tahun penuh. Aku sudah mencoba ke berbagai macam sekolah. Mulai dari SMA, SMK, STM, di semua jurusannya. Tapi ternyata tidaklah mudah.
Rata-rata sekolah ingin ada masa satu tahun pengujian nilai dulu baru mau memberikan beasiswa, ada juga yang melakukan pengujian nilai selama satu semester.
Tapi aku tidak punya uang untuk membiayai uang pendaftaran sekolah ataupun biaya satu semesternya.
Selama ini aku memang sering mencari pekerjaan sambilan yang mudah dan bisa dikerjakan oleh anak seumurku, tapi tetap saja uang yang dihasilkan tidaklah banyak.
Apa aku tidak bisa langsung lanjut ke jenjang SMA karena masih harus menabung uang dulu ya?
"Mas, di depan ada yang mencari tuh."
Aku menatap ke arah salah satu anak panti yang berdiri di hadapanku yang sedang merenung di kamar. Sepertinya aku terlalu sibuk berpikir sampai tidak menyadari kehadiran gadis empat tahun ini, "Siapa yang mencari?"
"Aku tidak tahu, tapi sepertinya mereka yang mau menjadi orang tua Mas Rio. Apa artinya Mas akan pergi dari sini?"
Melihat wajah sedihnya, aku mengusap-usap kepalanya sambil tersenyum lembut, "Mas tidak akan pergi ke mana pun kok."
"Benar?"
Memangnya masih ada orang yang ingin mengadopsi anak remaja sepertiku? Meski nantinya harus menjadi pengurus panti asuhan, aku tidak keberatan, "Iya, benar. Kalau begitu Mas ke luar dulu ya?"
Setelah melihat wajahnya kembali ceria, aku berjalan keluar dari kamar untuk mengetahui siapa yang sedang mencariku.
Di dekat ibu pengurus panti, aku melihat ada pasangan yang mungkin berusia empat puluh tahunan. Mereka melihat ke arahku dengan ekspresi... terkejut?
Merasa penasaran, aku berjalan mendekat. Tapi salah satu dari mereka justru berlari mendekat kemudian memelukku, "Leo!"
Eh? Dengan bingung aku mencoba melepaskan pelukan wanita ini, "Maaf, namaku bukan Leo."
"Kamu Leo. Leo Alvarez, anakku."