L/R

Fani Fujisaki
Chapter #7

6.R

Bagaimana pendapat kalian saat melihat satu orang yang sama mendatangi dua tempat ibadah yang berbeda? Aneh? Heran? Merasa salah lihat?

Tidak ada saudara kembar yang beda agama, mustahil akan ada. Tapi jika ada dua orang yang wajahnya kebetulan mirip bisa memiliki agama yang berbeda, ada. Aku dan Leo contohnya.

Setelah insiden dengan pacarnya Dewi, masa sekolah bisa kulewati dengan tenang. Tapi ketenangan itu berakhir di hari Jumat.

"Pak Rahmat, tolong bangat sekarang pergi ke masjid yang paling jauh ya? Ah, yang jauh dari gereja yang biasa didatangi Mama dan Papa juga. Pokoknya masjidnya berada di tempat yang nggak pernah Leo datangi."

Karena harus salat Jumat, aku khawatir jika ada orang yang mengenal Leo melihatku mendatangi masjid. Jangan sampai Leo disangka pindah agama hanya karena ada yang melihatku salat.

Aku bisa mendengar suara tawa yang dikeluarkan oleh Pak Rahmat yang berada di kursi sopir mobil, "Tidak perlu berlebihan, Den."

Wajar harus berlebihan, ini menyangkut masalah agama! Aku tidak ingin ada yang salah paham, "Jika dibolehin naik motor, aku pasti cari masjid sendiri. Tapi karena harus diantar, tolong bangat Pak Rahmat carikan ya?"

"Wajah Anda memang begitu mirip dengan Den Leo, tapi Anda kan datang ke masjid dan salat Jumat sebagai diri Anda sendiri. Tidak perlu terlalu berlebihan begini, Den."

Iya, tahu. Selama menjadi diri sendiri, aku bebas pergi ke mana pun. Hanya saja aku sudah mulai terbiasa dipanggil dengan nama Leo. Jika seandainya di masjid ada yang menegur dan aku menengok, kan bisa bermasalah. Aku wajib menghindari kemungkinan terburuk ini.

Setelah kurang dari dua puluh menit mobil berjalan, Pak Rahmat menghentikan laju mobil di masjid yang sesuai keinginanku. Yang terletak cukup jauh dari rumah maupun sekolah. Bahkan berada di kota yang berbeda juga. Ini bukan wilayah kota Jakarta Timur lagi, aku sekarang sudah berada di Bekasi!

Pak Rahmat tidak tanggung-tanggung ya? Keinginan egoisku dipenuhi dengan cara yang sangat tak terduga, "Makasih banyak ya, Pak."

"Tidak masalah, Den. Saya senang bisa membantu Anda."

Karena Pak Rahmat juga beragama Islam, kami masuk masjid dan salat bersama-sama. Sambil mendengar ceramah sebelum benar-benar melakukan salat Jumat, aku justru tidak bisa berkonsentrasi.

Pikiranku sedang lari ke mana-mana. Habis ini pengalaman salat Jumat yang paling unik di sepanjang hidupku. Tidak kusangka sampai merasa khawatir dan cemas berlebihan seperti ini hanya untuk mendatangi masjid saja.

Sungguh menguji adrenalin karena begitu menantang. Kalau tidak merepotkan Pak Rahmat, aku jamin ini pasti lebih seru lagi.

"Ada apa, Den?"

Aku menatap Pak Rahmat yang saat ini sedang duduk di samping kiriku dengan bingung, rasanya aku tidak mengatakan apapun, "Memang aku kenapa?"

"Anda terlihat senang dan terdengar seperti sedang bergumam sesuatu."

Aku menutup sebagian wajahku menggunakan tangan kanan, memang ekspresi apa yang sedang kutunjukkan saat ini? "Aku hanya berpikir ingin naik motor aja kok. Tolong jangan katakan ini pada Mama dan Papa. Aku tidak ingin mereka membelikanku motor."

Saat baru dua hari menjadi Leo, aku sempat lepas kendali dan berakhir dengan menunjukkan sisi diriku. Karena itu aku harus lebih berhati-hati agar tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk ke dua kalinya.

Lihat selengkapnya