L/R

Fani Fujisaki
Chapter #11

10.R

Aku menatap panti asuhan Kasih Mulia sambil tersenyum puas. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan dibanding dengan bisa pulang ke rumah sendiri.

Walau tadi harus ada drama dulu karena tidak memiliki ongkos untuk sampai ke sini, tapi dengan mendapat pekerjaan dadakan akhirnya aku bisa pulang juga.

Cukup sulit sih mencari orang yang membutuhkan bantuan lalu mau memperkerjakanku yang masih memakai baju seragam SMA, tapi karena berpura-pura habis kecopetan dan tidak punya ongkos pulang, ada pemilik toko galon yang merasa kasihan kemudian mengizinkanku bekerja.

Dan karena harus bekerja sampai toko tutup, aku baru sampai sini saat jam delapan malam. Padahal letak SMA Tirta Bangsa dan panti asuhan sama-sama berada di daerah Jakarta Timur, bahkan dua tempat itu hanya dipisahkan dengan jarak kurang dari 15 km.

Saat sadar dengan perbedaan jarak yang memisahkanku dan Leo, terasa lucu karena selama ini kami tidak pernah bertemu di suatu tempat secara kebetulan.

Oke, abaikan. Aku sudah tidak memiliki urusan dengan Leo lagi, jadi jangan dipikirkan. Yang penting sekarang aku bisa kembali ke kehidupanku sendiri. Padahal baru dua minggu tidak berada di sini, tapi aku benar-benar merindukan suasana panti.

"Aku pulang." setelah membuka pintu masuk panti, aku melihat ada Bu Indri yang kebetulan berada di ruang tamu, "Loh, Rio? Kok kamu ada di sini?"

Tanpa memedulikan wajah kebingungan Bu Indri, aku berjalan masuk, "Iya, Bu. Aku sudah menyelesaikan perjanjiannya, jadi sekarang aku bisa pulang."

Bu Indri masih terlihat bingung melihatku yang saat ini sudah berdiri di hadapannya, "Ibu pikir kamu akan diadop–"

"Aku kangen bangat sama anak-anak deh. Mereka sudah pada tidur belum ya?" aku melangkah memasuki ruangan lain. Dengan sengaja menolak mendengar kata adopsi.

Aku hanya menggantikan posisi Leo, jadi tidak mungkin diadopsi. Aku tidak boleh mengharapkan bisa diadopsi oleh keluarga itu.

"Mas Rio!"

"Mas ke mana aja selama ini? Aku kangen."

"Mas Rio kok pergi lama tidak bilang-bilang sih sama kita?"

Setelah masuk kesalah satu kamar, semua anak yang awalnya ingin tidur langsung berlarian mendekatiku.

Aku memeluk mereka satu per satu sambil terus mendengar rengekan dan protesan yang terus dilakukan. Rasanya sudah lama sekali tidak berada di suasana heboh seperti ini.

"Baiklah, bagaimana kalau Mas bacain buku dongeng untuk menjadi pengantar tidur kalian?" melihat mereka semua menyetujui ideku, aku mengambil sebuah buku cerita dan membacanya.

Setelah selesai membaca, aku menunggu dan memperhatikan sampai mereka semua memejamkan mata dan terlelap tidur.

Rasanya benar-benar berbeda ya? Dua minggu kemarin aku tidur sendirian di kamar yang sangat luas, dan kini aku harus kembali berbagi kamar dengan anak-anak panti. Kehidupanku saat menjadi Leo seperti mimpi saja.

"Apa mereka sudah tidur?"

Mataku berpaling menatap ke arah pintu, ada Bu Indri yang baru saja bertanya, "Iya."

"Ya sudah, lebih baik Rio juga tidur. Kamu pasti lelah kan?"

Aku menunduk dengan gelisah, "Apa Ibu tidak mau bertanya sesuatu padaku?"

Bu Indri adalah satu-satunya ibu panti yang tahu dan juga mengizinkanku membuat kesepakatan dengan Bu Laila dan Pak Albert. Walau tadi sempat menghindar, aku merasa tetap harus memberi penjelasan pada Bu Indri.

"Kamu pasti sudah melewati hari yang berat kan? Lebih baik Rio istirahat saja, kamu bisa bercerita pada Ibu besok."

Melihat Bu Indri yang sedang tersenyum, aku mengangguk patuh. Tubuhku memang terasa sangat lelah dan butuh istirahat, penjelasan untuk Bu Indri masih bisa ditunda dulu.

Besok aku pasti menceritakan semua hal yang sudah kulakukan selama dua minggu ini. Bagaimana sulitnya harus berpura-pura menjadi orang lain, rasanya bisa bersekolah, memiliki teman, dan juga rasa senang saat memiliki orang tua.

"Rio, ada tamu untukmu."

Kegiatanku yang sedang membereskan kamar terhenti untuk menatap Bu Mega dengan bingung, "Tamu?"

Lihat selengkapnya