"Tidak bisa secara legal mengadopsi Rio? Memang kenapa, Ma?" aku menatap Mama yang sedang duduk di sampingku dengan tatapan tidak mengerti. Kan Papa sudah berusaha keras mendapat persetujuan Rio agar mau diadopsi, tapi kenapa sekarang malah tidak bisa mengadopsi secara legal?
Mama menghela napas dengan pasrah, "Ada undang-undang yang melarang orang tua mengadopsi anak yang berbeda agama dengannya."
Benar juga, dari diary yang ditinggalkannya, aku memang sudah tahu Rio beragama Islam, yang tidak kutahu adalah adanya undang-undang semacam itu.
"Tapi panti asuhan sudah memberi izin agar Rio bisa tinggal di sini kok. Lalu Mama dan Papa juga mendapat izin untuk membesarkan Rio sampai nanti memiliki pekerjaan sendiri."
Aku menghela napas dengan lega. Meski tidak secara legal, Rio masih bisa menjadi bagian dari keluarga ini kan? Rasanya senang karena akhirnya aku dapat memiliki sosok saudara juga, "Lalu kapan Rio mulai tinggal di sini?"
"Papa sedang menjemputnya, mungkin sebentar lagi sampai."
Kedua kakiku bergoyang secara bergantian di sofa ruang tamu yang sedang kududuki, mulai merasa tidak sabar, "Oh ya, Ma, Papa sebelumnya pernah mengatakan sudah pernah bertemu dengan Rio, memang benar?"
"Iya, ada sebuah insiden yang membuat Papa sampai bisa bertemu dengan Rio. Nanti saat Rio sudah sampai, Mama akan menceritakannya pada kalian berdua."
Jadi karena sudah pernah bertemu dengan Rio yang memiliki wajah yang mirip denganku, Mama dan Papa mendapat ide membuat Rio menggantikan posisiku ya? Aku mengangguk mengerti.
Setelah kurang lebih lima menit menunggu, akhirnya Papa pulang juga dengan membawa Rio. Aku dapat melihat tidak ada satu pun barang yang Rio bawa, mengkonfirmasi dia tidak benar-benar pindah dan tinggal di rumah ini.
Agak mengecewakan sih, tapi aku tetap merasa puas. Walau tidak secara resmi, Rio tetap menjadi saudaraku.
"Rio, sini duduk dulu, ada yang mau Mama ceritakan padamu."
Rio yang baru masuk rumah langsung berjalan ke arah ruang tamu dan duduk di sampingku. Wajahnya benar-benar identik denganku ya? Rasanya lucu melihat diri sendiri di luar dari pantulan cermin.
"Wajah kalian berdua sangat mirip ya? Rasanya cukup sulit membedakannya. Kalian jangan mengerjai Mama dengan bertukar identitas loh."
Ide bagus. Aku jadi ingin mencoba melakukannya. Nanti saat sudah berdua, akan kubicarakan pada Rio agar mau melakukannya, "Sekarang ceritakan saja Ma bagaimana Papa bisa bertemu dengan Rio."
Mama menunjukkan wajah berpikir seolah sedang mengingat memori lamanya, "Mama dan Papa sudah tahu Rio punya wajah yang mirip dengan Leo sejak kalian berumur tujuh tahun."
"Tujuh tahun?" secara bersamaan aku dan Rio menanyakan hal yang sama.
Jaraknya lama juga sampai kami dipertemukan seperti sekarang ini ya?
"Iya. Dulu ada orang yang menelepon dan mengatakan Leo diculik dan mereka meminta uang tebusan. Padahal saat itu Leo sedang berada di rumah."
Aku menunjuk ke arah Rio, "Mereka salah menculik?"
Mama mengangguk, "Benar. Saat tahu sudah salah menculik, mereka pun kabur karena tidak ingin ditangkap polisi. Papa yang merasa penasaran tetap datang ke lokasi penculikan yang sempat dikatakan. Dan Papa menemukan Rio yang tidak sadarkan diri di sana."
"Ah, aku ingat. Aku pernah diantar ke panti oleh seseorang yang tidak kukenal. Tapi aku tidak tahu kalau sebelum itu aku sempat diculik."
"Saat itu Rio memberi tahu Papa alamat panti kan? Walau sudah diantar pulang, kamu justru merasa curiga pada Papa."
Aku menatap ke arah Papa yang baru ikut bergabung duduk di sofa ruang tamu, "Curiga?"