L/R

Fani Fujisaki
Chapter #13

12.L

Aku dan Rio memiliki wajah yang benar-benar mirip, karena terlalu mirip, kami bahkan kesulitan saat mencoba mencari perbedaan fisik yang bisa menjadi pembeda.

Jika kami saja belum menemukan perbedaan yang ada, orang lain juga pasti sulit melakukannya. Bahkan Mama dan Papa sampai tidak sadar kalau aku yang datang ke sekolah Rio hari ini.

Tidak baik sih sampai membohongi orang tua, tapi aku sangat ingin mencoba berpura-pura menjadi orang lain. Dan setelah kemarin sukses membujuk Rio, akhirnya aku bisa berada di SMAN 18. Sekolah tempat Rio akan menimba ilmu.

Rio sudah mengkonfirmasi tidak ada temannya yang masuk sekolah ini, jadi sangat aman jika aku menggantikan Rio di hari pertama menjadi murid baru.

"Namaku Rio Arizki, salam kenal," aku yang saat ini sedang berdiri di depan kelas mengenalkan diri sambil tersenyum. Hampir saja aku belibet saat bicara karena pelafalan nama ini sangat mirip dengan namaku.

"Baiklah, jadi alasan Rio baru bisa masuk sekolah adalah karena..."

Sambil menunggu guru menjelaskan mengenaiku yang baru bisa masuk sekolah setelah satu bulan sejak penerimaan murid baru, mataku menjelajahi seisi kelas untuk menatap semua siswa yang ada.

Pandanganku terhenti saat melihat seorang perempuan yang duduk di kursi terdepan pojok kiri. Cantik... rasanya aku tak asing lagi dengan wajah perempuan ini. Tapi siapa? Aku tidak mungkin lupa jika pernah berkenalan dengan perempuan yang punya wajah imut dan menggemaskan seperti ini.

Apa aku pernah bertemu dengannya di suatu tempat ya?

Ah, sudahlah, sekarang kan aku Rio, lebih baik abaikan saja perempuan itu. Walau kenal sekalipun, aku tetap harus berpura-pura tidak mengetahui tentangnya.

"...sekarang kamu boleh langsung duduk di kursi kosong yang berada di baris paling belakang."

"Baik," setelah akhirnya guru selesai bicara, aku berjalan ke arah satu-satunya kursi yang kosong lalu duduk di sana.

Dan karena sang guru langsung memulai pelajaran, aku tidak sempat berkenalan dengan orang yang duduk di sampingku.

Lebih baik sekarang konsentrasi dulu mendengar dan mencatat semua penjelasan guru. Rio sudah melakukan hal ini selama dua minggu, aku juga harus melakukannya dengan baik.

Tapi...

Mataku menyipit untuk membaca tulisan guru di whiteboard. Tidak begitu kelihatan.

Apa mataku minus? Sepertinya selama ini aku terlalu sering main game di hp ya? Setelah ini aku akan minta mendatangi dokter mata untuk mengecek berapa banyak minus yang kualami sebelum membeli kacamata.

Dan yang menjadi masalah lain, ternyata Rio masuk jurusan IPA, sedangkan aku IPS. Sudah tersiksa tidak bisa melihat whiteboard, aku pun sama sekali tidak mengerti dengan rumus kimia yang sedang dijelaskan guru.

Padahal kan Rio sudah mencoba jadi anak IPS selama dua minggu, bahkan dia juga sudah mengerjakan seperempat latihan soal yang berada di semua buku pelajaranku. Lalu kenapa dia justru mengambil jurusan IPA? Aku kan tersiksa di sini! Tapi kenapa dia tidak merasa tersiksa sedikit pun mempelajari pelajaran jurusan IPS sih? Dia jenius?

Sudahlah. Daripada pusing memikirkan Rio dengan siksaan tidak langsung yang sudah diberikan padaku, lebih baik aku melihat buku milik orang yang duduk di sampingku karena tidak mengerti jika hanya mendengar penjelasan guru saja.

"Ada apa?" karena menyadari fokus mataku tertuju pada bukunya, orang di sampingku ini memberi tatapan bingung.

Aku tersenyum canggung. Ini adalah masalah mataku yang tidak bisa melihat whiteboard dengan jelas, bukan masalah Rio, jadi aku harus mencari pilihan jawaban yang tepat, "Semalam aku kurang tidur jadi nggak begitu jelas lihat papan tulisnya. Boleh kan aku lihat catatanmu aja?"

Lihat selengkapnya