✧R✧
Bisa diterima masuk di SMAN 18 seharusnya cukup membuatku sangat bersyukur karena awalnya Papa ingin memasukkanku ke SMA Tirta Bangsa.
Mana mau aku menjadi murid di sana jika sudah tahu biaya per-semesternya sangatlah mahal.
Lebih baik juga masuk sekolah negeri yang gratis.
Tapi karena tidak seratus persen digratiskan, aku tetap menuntut mendapatkan beasiswa, "Bu, saya mau mengajukan diri untuk mendapat beasiswa di semester depan, bisa?"
Wali kelasku yang sudah kuketahui bernama Nina terlihat kebingungan, "Beasiswa?"
Aku mengangguk, "SMAN 18 memiliki sistem beasiswa kan? Saya ingin mengajukan diri agar mendapatkannya di semester depan."
Bu Nina mengalihkan pandangan ke mejanya lalu mengambil sebuah kertas sebelum kembali melihatku lagi, "Nilai kelulusanmu ternyata sangat bagus, Ibu pikir kamu terlambat mendaftar karena tidak diterima saat seleksi."
Langsung saja katakan jika Ibu menduga aku menyogok agar bisa diterima di SMA negeri favorit. Beberapa murid juga ada yang memberi dugaan yang sama hanya karena melihat Papa yang datang dengan mengenakan setelan rapi ditambah mengendarai mobil mewah.
Bagusnya Leo tidak sadar, jadi terasa lebih mudah menyangkal rumor itu sendiri, "Kalau Ibu periksa daftar seleksi ujian masuk, namaku tercantum kok di sana, tapi aku nggak bisa langsung masuk karena saat itu memiliki kendala."
"Kendala?"
Ya, ada saja kendala yang membuatku tidak jadi diterima di tiga SMA negeri yang kupilih. Mencoba mendaftar di SMA swasta juga sama saja, mereka menolak memberiku beasiswa secara penuh sejak awal semester satu.
Aku menghela napas jika kembali ingat semua itu. Terasa begitu percuma nilai kelulusanku yang sebagian besar memiliki angka sempurna jika berujung sulit mendapat beasiswa, "Ya, ada saja berbagai alasan yang dibuat sekolah untuk menolakku yang ingin mendapat beasiswa di awal semester baru."
Bu Nina kembali terfokus memperhatikan kertas yang dipegangnya, "Jika kamu dapat mempertahankan nilaimu tetap seperti ini, tidak sulit mengajukan beasiswa di semester depan. Tapi terkadang proses yang sedikit ribet membuat siswa malas mencoba melakukannya."
Proses apalagi coba yang harus dilakukan? Sebisa mungkin kan aku tidak mau merepotkan Mama dan Papa, "Saya tak peduli jika prosesnya dibuat ribet selama tidak mustahil untuk mendapat beasiswa."
"Iya, Ibu mengerti, kamu sangat ingin mendapat beasiswa sampai repot-repot bicara langsung pada Ibu begini kan? Ibu akan membicarakannya pada kepala sekolah kok, tenang saja."
Aku sama sekali tidak merasa repot membuang waktu istirahat untuk bicara pada Bu Nina di ruang guru. Justru aku menyesal jika tidak membicarakan ini sejak awal.