Karena mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah, Rio jadi sangat sibuk. Bahkan dia baru bisa pulang ke rumah sekitar jam lima sore seperti Papa yang baru pulang dari kantor. Pernah juga Rio sampai tidak pulang sama sekali.
Jika sampai tidak pulang, berarti Rio sudah merasa terlalu lelah dan memilih pulang ke panti asuhan yang jaraknya lebih dekat dari sekolah. Karena hal ini juga yang membuatku tidak langsung pulang ke rumah setelah dari sekolah.
Setelah dijemput oleh Pak Rahmat, aku akan minta diantar ke panti asuhan Kasih Mulia agar bisa main dengan anak-anak di sana. Dulu aku suka mengunjungi panti asuhan, dan sekarang aku benar-benar sering melakukannya.
Karena memiliki wajah yang mirip dengan Rio, aku sangat disambut di sana. Walau tidak sedang berpura-pura menjadi Rio sekalipun, secara tidak langsung aku sudah mencoba bagaimana kehidupannya.
Sangat menyenangkan dan begitu berwarna. Bahkan karena terlalu betah berada di panti, ada kalanya Rio sampai mengusirku pulang karena takut Mama merasa khawatir.
Padahal Mama dan Papa sangat mengizinkanku berkunjung ke panti asuhan Kasih Mulia, mereka justru senang karena jiwa sosialku semakin bertambah sejak mengenal Rio.
Kalau tak mengenal Rio, tidak mungkin aku mengalami semua ini ya? Sungguh beruntung karena kami memiliki wajah yang sama, hidupku sekarang jauh lebih menyenangkan dibanding sebelumnya.
Langkahku terhenti saat melihat sesuatu yang berbeda di mading sekolah. Aku mengernyit bingung, kok ada fotoku dipajang di sini? Ah tunggu, aku tidak pernah melakukan sesuatu seperti ini.
Ini memang bagian dinding yang selalu dipakai klub fotografer untuk memajang karya mereka, tapi melihat salah satu bingkai foto yang sedang dipajang menampilkan foto diriku, aneh rasanya.
Ditambah lagi aku tidak pernah mengajari sekumpulan anak kecil belajar seperti yang terlihat di foto, bisa disimpulkan ada yang salah mengenali Rio sebagai aku.
Pandanganku sedikit berpindah ke bagian bawah bingkai foto ukuran 10R yang memberitahu nama fotografernya, Franda Aqilasari.
Dia pernah bertemu dengan Rio? Kapan? Seingatku Rio memang pernah mengatakan ada temanku yang salah mengenalinya, tapi dia tidak menjelaskan tentang dirinya yang dijadikan objek foto.
"Ternyata Leo punya jiwa sosial yang tinggi ya? Kenapa kau begitu sempurna sih?"
Aku langsung menatap ke arah orang yang sedang berdiri di sampingku, Lukman, "Apa sih? Sana pergi, jangan mengomentari hidup orang lain."
"Yee... dipuji malah marah. Aneh bangat sih."
Bukannya marah, aku hanya merasa tidak nyaman saja. Aku ataupun Rio sama-sama tidak suka memamerkan perbuatan baik yang sudah kami lakukan.
Lalu kenapa Franda bisa sampai mendapat foto ini coba? Walau sudah terjadi salah paham, Rio pasti melarang memamerkannya.
"Leo! Maaf. Ketua klub memaksaku memajang ini waktu dia lagi lihat-lihat hasil bidikan kameraku.”
Setelah Lukman pergi, kali ini Franda yang berada di sampingku. Saat aku menatapnya, wajahnya menunjukkan ekspresi sangat bersalah seolah tidak ingin membuatku marah.
Jujur agak sedikit mengesalkan karena dia sudah mengaku telah berbuat seenaknya, tapi aku tidak mungkin marah hanya karena hal seperti ini, "Aku nggak marah kok, cuma kaget aja."
Ekspresi cemas Franda terlihat sedikit menghilang, "Benar nggak marah? Padahal kamu udah melarang, tapi aku nggak hapus foto ini."
Ah, Rio pernah bilang ada temanku yang salah mengenalinya. Ternyata yang dimaksud adalah Franda ya? Aku mengangguk mengerti.
Tapi kenapa dia tidak menceritakannya secara spesifik? Aku kan jadi bingung melihat foto Rio yang nyasar di sekolahku.
"Aku benar-benar minta maaf udah seenaknya memyimpan fotomu terus memajangnya begini tanpa minta izin dulu."
"Eh, ah, nggak masalah. Aku serius nggak marah kok," aku sedikit gelagapan saat Franda kembali bicara. Kami memang sekelas, tapi ini pertama kali aku mengobrol dengannya. Sungguh aneh tiba-tiba harus dekat begini.
Ketika melihat ekspresi Franda yang menunjukkan raut lega, aku langsung paham alasan dia tetap menyimpan foto ini, "Franda, apa kamu menyukaiku?"
Wajah Franda terlihat panik, bahkan sampai bersemu merah karena merasa malu, "A- apa sangat terlihat?"