Yang kulakukan setelah jam pulang sekolah masih sama dan belum berubah sedikit pun. Aku harus berduaan dengan Sinta di kelas untuk belajar karena kami masih melakukan lomba cerdas cermat antar sekolah.
Kalau tidak salah ada dua atau tiga tahap lagi sebelum sampai final yang menentukan pemenang cerdas cermat antar SMA di seluruh Jakarta.
Walau tidak punya niat besar mengikutinya, tapi aku masih merasa bertanggung jawab karena menjadi salah satu perwakilan sekolah.
Jujur terasa sedikit aneh karena aku dan Sinta bisa lolos di berbagai macam tahap padahal kami masihlah anak kelas satu. Banyak kakak kelas dari sekolah lain yang sudah kami dikalahkan.
Kata Sinta sih itu salahnya karena memiliki keberuntungan yang cukup tinggi saat sedang berurusan dengan sesuatu. Awalnya aku tak percaya pada ucapan Sinta, tapi karena kami sudah sejauh ini, mau tidak mau aku jadi ingin menyalahkan keberuntungan yang Sinta miliki.
Gara-gara keberuntungan itu guru sekarang tidak tanggung-tanggung memberi materi pelajaran, apa yang seharusnya kami pelajari satu atau dua tahun lagi sudah diajarkan dari sekarang.
Sungguh menjengkelkan karena sekarang aku harus mengerjakan soal Ujian Nasional tingkat SMA. Ini memusingkan. Apalagi yang harus dikerjakan adalah matematika, kepalaku terasa semakin penat melihat soal-soalnya.
"Apa Rio ngerti?"
Aku menggeleng mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Sinta. Soal yang sudah kukerjakan tidak ada bedanya dengan yang sudah Sinta kerjakan, "Ini terlalu memusingkan. Aku benar-benar heran kita berhasil sampai tahap sejauh ini mengikuti cerdas cermatnya."
Sinta menghela napas, "Menjadi orang yang terlalu beruntung memang kadang nggak menyenangkan."
Hanya terkadang kan? Aku yakin Sinta pasti lebih sering merasa senang karena keberuntungan tinggi yang dimilikinya. Bikin iri saja.
Pandanganku beralih ke arah ponsel yang tiba-tiba berbunyi. Aku mengernyit bingung melihat yang menelepon adalah Papa. Tumben sekali.
Aku langsung mengangkat panggilan karena mungkin saja ada hal penting yang terjadi sampai Papa meneleponku saat masih jam kerja, "Iya, ada apa, Pa?"
"Rio, kamu sekarang berada di mana?"
Aku semakin bingung mendengar suara gelisah Papa yang berada di seberang telepon. Ini pertama kalinya aku mendengar suara Papa bisa segelisah ini, "Masih di sekolah."
"Leo baru saja mengalami kecelakaan di dekat sekolahmu, sekarang dia sudah dibawa ke rumah sakit Budiasih. Papa sedang dalam perjalanan ke sana. Karena posisimu lebih dekat, bisa ke sana duluan untuk mengecek kondisi Leo?"
Dengan panik aku membereskan barang-barang untuk dimasukkan ke ransel karena tidak mau membuang waktu lagi, "Aku akan ke sana, Pa. Kalau sudah sampai nanti kukabari."
Setelah mematikan panggilan, aku menatap Sinta yang terlihat kebingungan, "Leo mengalami kecelakaan, aku pulang duluan ya!"
Tapi saat baru berbalik pergi, pergelangan tangan kananku ditahan oleh Sinta. Saat aku menengok untuk memastikan mungkin ada yang sudah tertinggal, justru ekspresi khawatir yang kudapati dari wajah Sinta, "Boleh ikut?"
Karena tidak mau berlama-lama, aku mengangguk dan membiarkan Sinta mengikutiku berjalan keluar dari kelas.
Kenapa Leo harus mengalami kecelakaan lagi sih? Apa dia tidak bisa jauh lebih berhati-hati karena sudah pernah mengalami kecelakaan sebelumnya?
Tapi belum tentu ini merupakan kesalahan Leo. Mungkin dia sedang sial saja karena harus mengalami kecelakaan untuk yang ke dua kalinya.
Aku melirik Sinta sekilas, entah kenapa terbesit keinginan keberuntungan yang dia miliki bisa sedikit saja ditukar dengan kesialan yang dialami Leo.
Ck, pikiranku jadi ngelantur. Lebih baik tenang dulu karena aku harus mengendarai motor menuju rumah sakit Budiasih. Jangan sampai aku ikut mengalami kecelakaan juga karena tidak konsen atau merasa panik. Aku harus hati-hati. Papa dan Mama bisa semakin khawatir jika aku ikutan dirawat di rumah sakit. Dan lagi sekarang aku juga sedang membonceng orang lain.
Setelah beberapa menit mengendarai motor, akhirnya aku sampai juga. Meski rumah sakit Budiasih dekat dengan SMAN 18, tapi perjalanan terasa sangat lama karena motor yang kukendarai beberapa kali tertahan saat harus melewati lampu merah.