L/R

Fani Fujisaki
Chapter #36

35.L

"Aku mau menginap di sini malam ini," ucapku sambil tersenyum senang dan mengabaikan Rio yang terlihat tertegun karena kedatanganku yang sangat mendadak di jam setelah tujuh malam.

Jari telunjuk Rio mengarah ke koper besar yang kubawa, "Boleh aja sih, tapi apa perlu bawa pakaian sebanyak itu?"

Kedua netraku mengarah ke koper yang ukurannya tidak wajar dibawa untuk menginap selama semalam. Wajar Rio heran, koper ini lebih cocok digunakan untuk kabur dari rumah, "Semua yang ada di dalam sini adalah pakaianmu yang masih berada di lemari, aku sengaja membawakannya karena Rio pasti nggak mau mengambil sendiri."

"Aku emang nggak mau."

"Tapi aku sudah susah payah memasukkan semua pakaianmu ke koper kemudian membawanya ke sini loh."

Rio menghela napas kemudian mengambil alih koper dari tanganku, "Baik, akan kuterima. Ya udah, ayo masuk."

Saran dari Mama benar-benar tepat, Rio tidak mungkin menolak jika aku sampai direpotkan. Dengan perasaan senang, aku berjalan memasuki rumah mengikuti Rio. Tidak ada siapa pun di sini, "Ayah dan Bunda ke mana?"

"Ayah sudah tidur di kamar, dan Bunda katanya ada keperluan penting yang membuatnya harus pulang malam."

Ayah memang perlu istirahat yang cukup setelah keluar dari rumah sakit, kemarin saja Bunda sampai menyuruh untuk beristirahat total, jadi kemungkinan besar Ayah menurut.

Tapi kalau begini rumah Rio tidak ada bedanya dengan rumahku ya? Aku memperhatikan Rio yang sudah membuka koper di kamar, "Rio nggak kesepian?"

Rio berpaling untuk menatapku dengan ekspresi bingung, "Sekarang udah ada Leo kan di sini? Dan apa nggak apa-apa kamu menginap malam Minggu begini? Besok harus ke gereja kan?"

Papa ada dinas di luar kota dan Mama harus mengurus butik yang sudah diliburkan karena aku sempat dirawat di rumah sakit, rasanya sepi jika berada di rumah sendirian, "Aku udah bawa Alkitab dan bisa pinjam motormu buat ke gereja. Boleh kan?"

"Itu kan motormu, nggak perlu pakai izin segala deh."

Aku tersenyum kemudian membantu Rio mengeluarkan isi koper, "Ngomong-ngomong, aku masih penasaran. Rio serius mau dijodohkan dengan anak kapolres Jaktim?"

"Iya, dia sudah baik karena secara nggak langsung sudah mengawasiku, jadi nggak ada alasan untuk menolak."

Ada dong, kamu kan tidak mengenal anaknya. Kenapa bisa menerima tanpa terlihat kecewa sih? "Kok bisa Rio mengenal polisi yang punya jabatan tinggi dan dijodohkan dengan anaknya?"

Rio menghela napas, "Aku kan pernah berurusan dengan kepolisian karena salah tangkap, dan Pak kapolres ini terlalu percaya padaku. Ah, dan kamu juga bisa mengaku dipercaya olehnya jika sampai terlibat masalah. Kalau Pak Surya sampai salah mengenalimu, kamu justru aman."

Liciknya... masa harus menyalahgunakan jabatan orang lain sih? Tapi jika sudah berada di kondisi terdesak, tidak salah mencobanya, "Lalu kalau dia tahu aku bukan kamu gimana? Bukannya malah jadi masalah?"

"Dia tetap mau menolong selama bukan kamu yang memulai masalah duluan."

Tuduhannya mengesalkan sekali. Memang dia pikir aku mau mencari-cari masalah? "Jangan mengatakan seolah aku sering membuat masalah deh."

Jam delapan kurang sepuluh menit aku berangkat ke gereja Santa Anna memakai motor Rio. Sebelum berangkat, aku sudah meyakinkan padanya tidak akan membiarkan orang lain sampai salah mengenaliku.

Rio yang mengantarku dari luar rumah hanya melambaikan tangannya dan mengatakan agar aku hati-hati saat mengendarai motor. Dia sepertinya sudah begitu percaya padaku sampai sangat yakin tidak ada orang yang sampai salah paham dan menganggap Rio pindah agama.

Aku juga tidak mungkin membiarkan hal itu terjadi. Jadi setelah berada di gereja, aku fokus beribadah tanpa mau repot-repot mempedulikan orang yang duduk di samping kanan atau kiriku.

Lihat selengkapnya