L/R

Fani Fujisaki
Chapter #38

37.L

"Gara-gara lo, Dewi jadi terus ngejauhin gue.”

Aku mengacak rambutku dengan jengkel. Kenapa baru sampai sekolah sudah dihadang seperti ini sih? Lagian untuk apa aku tahu tentang Dewi yang menjauhi dia? Itu kan bukan urusanku.

Oke, mungkin aku memang sedikit bersalah karena pernah mengatakan tidak mau berurusan dengan seorang kakak kelas dan Dewi langsung menyimpulkan kakak kelas yang dimaksud adalah Rian, tapi bukan berarti aku yang menjadi penyebab Dewi jadi menjauhi Rian kan? “Emang di mana letak kesalahan gue?”

Rian menunjukku dengan raut yang masih terlihat marah, "Lo pasti udah ngejelekin gue kan di depan Dewi? Jangan main-main deh sama gue, apa lo belum tahu kalau gue anak polisi?!”

Kalau anak polisi lalu kenapa? Rio yang dipercaya oleh kapolres Jakarta Timur saja baru mau membahasnya saat aku bertanya, "Emang setinggi apa sih jabatan ortu lo? Yakin bangat kayaknya mau ngancam-ngancam gue begini."

"Nyokap gue tuh punya jabatan yang cukup tinggi di polres Jakarta Timur, lo nggak tahu kan?"

Salah satu alisku terangkat saat mendengar ibunya Rian ternyata juga bekerja di polres Jakarta Timur. Hmmm.... menarik, aku jadi ingin mencoba memanfaatkan koneksi yang Rio punya, "Oh, apa jabatannya lebih tinggi dari kapolres? Gue kenal dan dipercaya oleh kapolres Jakarta Timur loh."

Rian tertawa mengejek, "Lo pikir gue percaya? Jangan ngawur deh! Lo nggak bisa memberikan ancaman yang sama untuk buat gue takut tahu!"

"Nggak percaya? Gimana kalau kita langsung ke kantornya sekarang? Gue nggak keberatan jika lo minta bukti saat ini juga," dengan percaya diri aku menatap Rian sambil memberikan senyum penuh kemenangan.

Aku tidak mengenal siapa yang mempunyai jabatan kapolres, bahkan aku juga tak mengetahui nama lengkapnya, tapi dia bisa salah mengenaliku sebagai Rio kan? Aku akan memenangkan perdebatan ini walau Rian menyeretku ke polres Jakarta Timur sekarang juga.

Karena dia yang memulai perbuatan pengecut dengan memanfaatkan jabatan orang tua, aku merasa harus melakukan hal serupa untuk membuatnya menyerah. Lagian Rio juga sudah menyuruhku melakukannya jika terlibat masalah, jadi mustahil aku diprotes.

"Ck, awas aja lo ya! Gue pasti bakal kasih pelajaran yang buat lo nyesel."

Melihat Rian dan gengnya pergi menjauh, aku menghela napas lega. Sejujurnya aku tak bisa berantem memakai kekerasan seperti Rio, rasanya begitu melegakan karena dapat memenangkan perdebatan dengan cara seperti ini.

Tapi sepertinya ini bukan akhir dari aksi Rian ya? Apa lebih baik aku meminta Rio berpura-pura menjadiku lagi untuk cari amannya?

Ya sudahlah, nanti aku bicara pada Rio saja untuk mencari solusi yang tepat. Sekarang lebih baik aku ke kelas sebelum bel masuk berbunyi.

"Leo."

Dengan terkejut aku menepis tangan yang secara tiba-tiba menyentuh bahu kananku kemudian melihat orang yang berdiri di belakangku dengan waspada, "Franda... jangan ngagetin dong."

Gara-gara Rian yang mencoba membuatku takut dengan menghadang membawa empat temannya, aku pun terlalu berhati-hati. Aku kembali bernapas lega karena yang menegur ternyata adalah Franda.

"Ma- maaf jika ngagetin."

Lihat selengkapnya