L/R

Fani Fujisaki
Chapter #45

44.R

Saat SMP, aku mendapat image nerd yang langsung direvisi menjadi fake nerd. Revisi dilakukan dengan alasan masuk akal, aku yang terlihat suka berkutat membaca buku dan cuma tahu belajar ternyata dapat berkelahi untuk melindungi diri sendiri.

Jadi meski harus kembali mendapat perubahan pandangan dari siswa-siswi SMAN 18, aku masih bisa begitu santai berdiri di hadapan seseorang yang memakai seragam batik SMA Raseda.

Tidak sembarang orang dapat melakukan ini. Apalagi yang dihadapi sudah mendapat reputasi buruk karena menjadi pemimpin tawuran.

Sebenarnya ini bisa menjadi masalah serius jika guru sampai memanggilku ke ruang BK, tapi aku tidak punya pilihan selain menyuruh Leon datang ke sekolahku. Masalah akan semakin panjang jika aku yang mendatangi SMA Raseda karena sebagian muridnya adalah orang-orang yang pernah terlibat perkelahian denganku.

"Kenapa ngeliatinnya gitu? Mau ngerokok juga?"

Dengan jengkel aku memelototi puntung rokok yang berada di tangan Leon. Kenapa dia merokok tanpa peduli tempat sih? "Lo mau ngajak berantem ya?"

"Bukannya lo yang mau ngajak berantem dengan nyuruh gue dateng ke sekolah lo?"

Jika hanya ingin menantang berkelahi, aku pasti mendatangi SMA Raseda tanpa memikirkan masalah yang dapat terjadi. Tapi karena tidak ada niat bertengkar, aku sengaja menyuruhnya mendatangi SMAN 18, "Gue nggak nantangin sekolah lo tawuran kok."

"Kalau nggak ada lo, sekolah ini cuma diisi orang-orang cupu doang, nggak ada asyiknya dijadikan lawan tawuran."

Iya sih, tapi itu hal yang sangat disyukuri karena aku tidak perlu menghabiskan masa SMA-ku dengan aksi kekerasan di sekolah, "Gue denger lo nolong orang yang punya wajah mirip dengan gue. Bukannya lo dendam bangat sama gue? Kok justru nggak ambil kesempatan itu untuk memberi pelajaran ke dia?"

Leon tertawa keras sampai membuat beberapa orang memperhatikan kami karena terkejut, "Kembaran lo yang sekolah di Tirta Bangsa? Niatnya juga gue mau balas dendam. Tapi dia justru menghibur gue karena udah menunjukkan wajah pucat ketakutan yang nggak pernah terlihat di wajah lo."

Leo... aku mengerti jika dia takut, tapi kenapa terdengar menyebalkan karena secara tidak langsung sudah membuat Leon melihat wajahku yang ketakutan? "Jadi itu alasan lo menolongnya?"

Leon menunjukkan pose peace memakai tangan kirinya, "Lo hutang budi sama gue."

"Seneng lo ya?" tanyaku yang tidak dapat menahan intonasi kekesalanku.

"Bangat. Ah, tapi gue juga sedikit hutang budi ke dia sih, jadi gue nggak bakal gangguin dia lagi kok. Ngomong-ngomong, siapa sih namanya?"

Mataku menyipit dengan curiga, "Kalau gue kasih tahu nama dia, lo nggak nyari gara-gara ke dia lagi. Deal?"

Leon membuang puntung rokok yang sudah habis ke tanah kemudian menginjaknya, "Gue cuma bisa janjiin dia pasti nggak bakal terlibat dengan latar belakang keluarga gue, dan mungkin gue juga nggak bakal melakukan apa yang pernah gue lakukan sama lo ke dia. Jujur aja, dia jauh lebih seru dibandingkan lo."

Lihat selengkapnya