"Aku tadi habis dinner bareng Sinta."
"Itu menjelaskan kenapa kamu nggak ada saat tadi aku pulang."
Dinginnya.... Padahal aku sudah memberi tanggapan baik saat Rio curhat mengenai Franda loh, tapi kenapa dia malah terlihat tidak peduli saat aku gantian curhat?
Padahal sampai menetapkan tekat yang besar untuk bercerita, minimal tanya basa-basi dulu lah meski tidak terlalu tertarik. Kejam bangat sih kembaranku ini.
"Dinner-ku dengan Franda nggak berjalan lancar, ada aksi kekerasan yang harus dia lihat."
Aku menarik buku yang sedang dibaca oleh Rio agar dia mau menatapku, "Adegan kekerasan? Apa yang kau lakukan?"
"Sedikit mengambil tindakan pada Aji yang salah mengenaliku."
Sedikit untuk Rio tuh seberapa? Meski belum yakin dengan tindakan yang dia ambil, tapi pasti sudah berdampak buruk pada kegiatan kencannya, "Lalu seperti apa tanggapan Franda?"
Rio melongos, menghindari tatapan menyelidikku, "Dia mengatakan nggak apa-apa dan justru balik mengkhawatirkanku."
Aku menghela napas karena capek menghadapi kenyataan uniknya sifat yang dimiliki oleh seorang Rio Arizki. Kadang baik kelewat batas, tapi terkadang bisa menjadi orang temperamental. Bagaimana dua sifat yang saling bertolak belakang ini dimiliki oleh satu orang yang sama sih?
Sungguh misteri.
"Bagaimana dengan dinner-mu?"
Mau melarikan diri dengan mengganti topik pembicaraan ya? "Lebih baik khawatirkan dirimu sendiri. Franda belum tentu suka dengan tipe badboy loh."
"Dia tersenyum senang kok setelah kuantar pulang. Kenapa nggak tanya langsung aja pada orangnya?" tanya Rio sambil menunjuk ponselku yang tergeletak di atas tempat tidur.
Tanpa ragu aku meladeni tantangannya mengirim chat ke WhatApp Franda untuk menanyakan mengenai kencan yang sudah dilakukannya tadi.
'Aku gugup bgt, apalagi dia gak banyak bicara. Tapi aku senang karena Papa sdh memaksa Rio unk mengajakku kencan'
Setelah membaca balasan Franda, aku kembali menatap Rio yang menunjukkan raut penasaran, "Dia senang."
"Serius?"
Masih meragukan sih karena ada kemungkinan Franda merasa sungkan karena aku saudara Rio, nanti saat di sekolah aku harus memastikan dengan bertanya secara langsung jika memiliki kesempatan, "Sepertinya cukup untuk dikatakan aman."
Rio tersenyum puas kemudian membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, "Jadi Leo suka Sinta?"
Eh? Aku menatap wajah Rio karena tidak menyangka dia bisa mengajukan pertanyaan to do point seperti ini, "Sempit," karena terlalu bingung, aku malah keceplosan mengatakan situasi kami saat ini.
"Ah, maaf," Rio kembali mengambil posisi duduk dan membuat tempat tidur single bed ini kembali nyaman untuk ditempati dua orang yang sedang duduk.
"Apa yang Rio lakukan jika aku menjawab iya?" urung terang-terangan mengaku, aku mengambil keputusan untuk mempertanyakan tindakan yang Rio lakukan.
Apa mau membantu?
Tidak mungkin. Dia saja gagal melakukan hal romantis saat bersama Franda, mana mungkin ada bantuan yang bisa dilakukan Rio.
"Mau bertukar identitas denganku lagi?"
Dia mencoba membantu dengan menyarankan bertukar identitas? Bukannya Rio kurang suka jika kami bertukar peran tanpa alasan yang jelas? "Dia bisa membedakan kita. Aku merasa nggak ada manfaatnya melakukan itu."