✧ R ✧
Meski aku dan Leo berbagi dan memakai barang secara bersama-sama, tapi ada beberapa benda yang tidak mungkin dipakai secara bergantian. Contohnya kalung salib milik Leo, dan juga jaket pemberian Ayah saat aku dititipkan di panti asuhan.
Dua benda sakral itu hanya pernah dipegang tanpa mau coba dipakai karena sama-sama mengetahui sejarahnya sampai dianggap sangat berharga. Tapi kini kalung milik Leo tidak ditemukan keberadaannya di mana pun.
Walau aku melakukan pencarian ulang di kamar Leo dan Leo juga melakukannya di kamarku untuk mengoptimalkan menemukannya, tetap saja kami tidak mengetahui keberadaan kalung salib itu.
Dan karena SMA Tirta Bangsa merupakan tempat terakhir untuk melakukan pencarian, kami pun sepakat bertukar identitas.
Terkadang orang lain lebih teliti mencari barang daripada pemilik aslinya yang dilanda rasa panik. Untuk itulah sekarang aku mau menjadi Leo Alvarez.
Tapi saat sedang berjalan di koridor sekolah, aku justru mendapatkan masalah lain untuk Leo. Rian dan gengnya yang saat ini mencoba menghalangi langkahku, "Ada apa?"
Dapat kulihat dengan jelas kalau Rian sedang memberi tatapan merendahkan, "Lo nggak bisa selamanya kabur dengan memanfaatkan kembaran lo."
Silahkan salah paham dengan menganggapku sebagai Leo, aku tidak mungkin mengaku sebagai Rio sebelum mengikuti semua pelajaran di kelas Leo. Tidak lucu kan aku diusir ke luar sekolah karena bukan murid SMA Tirta Bangsa?
Karena aku diam, Rian menyeringai puas, "Dia nggak bisa selalu loyal kapan aja."
Jelas tidak bisa mengingat aku dan Leo berada di sekolah yang berbeda. Meski Rian mengatakan hal yang sudah pasti, aku tidak akan memberikan persetujuan padanya, "Masa?"
Rian tertawa mengejek, "Kenapa lo yakin bangat dia bisa nurutin lo? Emang berapa banyak uang yang udah lo kasih?"
"Bukan hanya uang, gue udah memberi segalanya," jawabku dengan jujur karena Leo memang benar-benar terlalu banyak memberikanku berbagai macam barang.
"Udah gue duga dia cuma memanfaatkan harta lo doang."
Aku menghela napas dengan pasrah. Apa Rian sekarang ingin menjelek-jelekanku di depan Leo? Lalu bagaimana cara Leo menghadapi provokasi Rian? Membelaku? Akan terlalu lama jadinya, lebih cepat jika aku melakukan kebalikannya, "Rio emang matre. Lo nggak tahu aja jika gue udah kehilangan banyak hal hanya untuk membuatnya melindungi gue. Tapi berhubung kesetiaannya udah gue beli, lo nggak mungkin bisa membuat Rio berpihak pada lo."
Karena Rian menunjukkan ekspresi terkejut, aku pun mengambil kesempatan melewati gengnya untuk kembali meneruskan perjalanan menuju kelas lagi. Ada hal yang lebih penting daripada meladeni Rian, aku harus mencari kalung Leo.
Setelah memasuki kelas X - IPS 1 dan menuju tempat duduk Leo, aku langsung menggeledah kolong mejanya secara teliti. Tidak ada benda apapun.
Dengan pasrah aku menghela napas. Jika tidak ada di rumah Leo, rumahku, dan di kelas, lalu hilangnya di mana? Apa aku harus mencoba bertanya pada pihak guru? Mudah-mudahan sih memang benar-benar hilang di sekolah, jangan sampai kalung itu dicuri oleh orang lain.
"Pagi-pagi udah pasang wajah suntuk gitu, ada apa?"
Aku menatap Daniel yang baru datang, "Apa kau ingat kapan terakhir kali aku memakai kalung?"
Meski terlihat bingung, jari telunjuk Daniel mengarah ke ranselku, "Sebelum pelajaran olahraga kau melepasnya karena takut hilang kan? Emang kenapa?"
"Aku nggak menemukan keberadaan kalungku di mana pun," gumamku sambil menyembunyikan wajah di antara kedua lenganku. Ini memusingkan, tapi saat ini ada yang lebih pusing dan khawatir lagi menunggu hasil pencarianku di sekolah.
"Ada yang mencuri kalungmu? Lapor aja pada guru."
Wajahku kembali terangkat untuk menggeleng dengan tidak niat, "Aku ingin coba tanya dulu pada guru, siapa tahu ada yang nggak sengaja menemukannya kemudian dititipkan pada guru."