✧ L ✧
Ini sungguh hari yang damai. Tidak ada Dewi yang mendekatiku, dan juga Rian yang melabrakku. Masa SMA-ku terasa begitu normal sekarang.
Rencana yang kami susun kemarin ternyata sangat berhasil sampai membuat Dewi secara terang-terangan mengambil jarak menjauh dariku. Dan karena itu Rian pun sibuk melakukan pendekatan lagi dengan Dewi.
"Apa kau melakukan sesuatu pada Dewi?"
Sebagai salah satu orang yang sering menghabiskan jam istirahat bersamaku, Andre pasti menyadari gelagat Dewi yang sebisa mungkin ingin menghindar dariku.
Aku tersenyum puas karena mendapat kemajuan sebesar ini, "Hanya sedikit menjahilinya sampai merasa ilfil padaku aja kok."
"Memang apa yang kau lakukan?" tanya Lukman yang sepertinya terlihat cukup tertarik.
"Hal yang hanya bisa dilakukan saudara kembar. Membuat orang lain sulit menebak identitas kami."
Ucapanku itu langsung membuat Andre dan Lukman memelototiku seolah sedang meneliti, "Kau Leo kan?"
Sambil tersenyum, aku mengangkat dua jariku, berpose piace, "Tenang aja, yang duduk di hadapan kalian hari ini adalah Leo Alvarez."
"Jika kau mengatakan 'hari ini', berarti kemarin bukan dong?" tanya Lukman sambil menekankan kata 'hari ini'.
Sungguh teliti sekali ya sampai menyadari ada yang salah dengan ucapanku? Tapi dugaan Lukman sedikit meleset. Kemarin masih aku yang mendatangi SMA Tirta Bangsa, yang bukan tuh hari kemarinnya lagi. Saat insiden kalungku hilang.
Lebih baik tidak memberi tahu mereka tentang pertukaran identitas itu, aku tidak mau setiap datang ke sekolah dicurigai terus, "Rio pasti ngaku jika sedang menyamar menjadi aku. Dia bisa kerepotan sendiri harus berpura-pura di depan kalian kan?"
Melihat anggukan kompak dilakukan, iris mataku berpindah untuk memperhatikan suasana kantin. Ada orang yang sedang kucari sekarang karena ingin kuajak bicara berdua saja.
Dan melihat orang itu kebetulan sedang sendirian memasuki kantin, aku langsung mengambil posisi berdiri, "Aku mau bicara dulu dengan tunangannya Rio."
"Tunggu, apa?"
Tanpa peduli dengan keheranan dua temanku, aku mendekati Franda dan duduk di kursi yang ada di hadapannya.
Curiga. Bukannya terlihat bingung dengan kedatanganku yang tiba-tiba, Franda justru memandang dengan penuh curiga, "Aku Leo."
Franda bergeming. Tangannya yang memegang sendok untuk mulai memakan nasi goreng yang dipesan masih berada di posisi yang sama.
Kenapa dia menjadi sangat parno begini sih? Apa dia marah karena Rio sukses menipunya saat berpura-pura menjadi aku saat di sekolah? "Puji Tuhan kalungku udah ketemu di sekolah Rio, meski dengan cara yang sangat aneh."