Sinta Aulia sudah mulai mengetahui jika Rio Arizki begitu tidak masuk akal. Guru biologi bahkan pernah diajak berdebat karena memberi penjelasan yang menurutnya salah.
Dan kini Sinta harus mendapat sikap tidak masuk akal Rio. Dirinya diajak kerja kelompok di sebuah cafe yang terletak di dekat sekolah.
Padahal mereka tetanggaan, bahkan rumah mereka juga saling berhadapan, lalu kenapa memilih tempat janjian yang sedikit jauh dari rumah? Tidak masuk akal kan?
Sinta menghela napas lelah. Terserahlah, salah Rio sendiri jika dia sudah terlambat datang hampir selama sepuluh menit ke tempat janjian.
Melihat wajah orang yang sangat familiar duduk di kursi cafe bagian tengah, Sinta berjalan mendekat lalu mengambil tempat duduk di hadapannya.
Cowok berkacamata itu mengalihkan pandangan dari ponsel untuk menatapnya, dan entah kenapa Sinta mendapat firasat tidak enak.
"Kenapa gagal mencium hanya karena posisi sih? Dasar aneh."
Kedua netra Sinta mengarah ke telinga orang yang duduk di hadapannya. Earphone terpasang, ada orang lain yang sedang diajak bicara.
"Terserah deh. Sinta udah datang, jadi sampai jumpa di rumah. Rumah Ayah. Aku udah dapat izin nginep di rumahmu."
Sinta secepat kilat mengambil posisi berdiri dari duduknya saat tahu orang ini bukanlah orang yang sudah mengajaknya janjian.
"Tunggu dulu, jangan kabur. Kita bahkan belum mulai melakukan kerja kelompok."
"Aku janjiannya dengan Rio, bukan dengan Leo," ucap Sinta yang dari posisi berdirinya bisa melihat sebuah perbedaan yang membuatnya seratus persen yakin orang ini Leo Alvarez.
Tanpa melepas pergelangan tangan Sinta, Leo menghela napas, "Rio lagi ke rumah Franda, jadi aku menggantikannya."
"Aku lebih berharap dia membatalkan janji daripada membuat orang lain menggantikannya," ujar Sinta yang menyesal tidak curiga pada janji mendadak yang dilakukan Rio padahal sudah tahu jadwal cowok itu yang mau ke rumah Franda.
Sinta kan belum siap bertemu Leo secepat ini.
"Apa itu artinya kamu menolak ajakan kencan dariku?"
Tak ada jawaban yang terucap, Sinta menjawab pertanyaan Leo dengan wajahnya yang merona malu.
Cowok berkacamata itu tersenyum geli, "Duduklah. Untuk urusan pelajaran bahasa Inggris, aku nggak kalah dari Rio kok."
Karena memang pada dasarnya tidak bisa menolak Leo, Sinta pun kembali duduk dan memutuskan untuk melaksanakan kegiatan janjian, yaitu kerja kelompok.
Sebuah buku tulis dan juga alat tulis Sinta keluarkan dari dalam ransel untuk diletakkan di atas meja.
Leo juga melakukan hal serupa, "Ngomong-ngomong, apa Sinta suka coklat?"
"Eh? Iya, lumayan suka," jawab Sinta dengan nada kurang yakin karena Leo menanyakan sesuatu yang di luar topik pelajaran.
Jari telunjuk Leo mengarah ke seorang pegawai yang berjalan mendekat sambil memegang nampan, "Tanpa sadar aku sudah memesan menu yang semuanya punya rasa coklat. Maaf."
Saat pegawai cafe sampai di meja kemudian menaruh hidangan, ucapan Leo terbukti.
Semuanya, dari minuman sampai makanan mengandung unsur coklat.