Menjawab pernyataan cinta dari orang yang disukai bukanlah perihal mudah.
Selama satu bulan terakhir, Sinta mencoba mencari kesempatan untuk menjawab pernyataan cinta Leo, tapi selalu saja gagal dilakukan dengan alasan merasa malu.
Padahal saat ini Sinta yakin mau mencoba menjalin status pacaran dengan Leo, tapi sulit memulai topik pembicaraan untuk membahas hal tersebut.
Sinta menghela napas dengan lelah sambil menatap kalung berbandul huruf 'L' yang pernah Rio berikan. Apa dia harus memakai ini agar Leo mau kembali membahas mengenai pernyataan cinta lagi ya?
Sungguh Sinta sangat mengutuki sifat pengecutnya yang tidak dapat mengambil tindakan duluan.
"Bukannya itu kalung milikku?"
"Uaaa....," terkejut mendengar suara yang tiba-tiba datang dari arah kirinya, Sinta menjatuhkan kalung yang sedang digenggamnya.
Dengan takut, Sinta menatap ke arah datangnya suara. Meski sedang tidak memakai kacamata, ini pasti Leo.
Sedangkan Leo yang tidak mengantisipasi kedatangannya mengejutkan Sinta hanya bisa mengernyit bingung, "Kenapa? Apa Sinta nggak nyaman berada di rumahku?"
Sejujurnya Sinta memang merasa kurang nyaman harus mendatangi rumah Leo setelah pulang mengantar Franda ke bandara. Rumah ini terlalu mewah! Dan Sinta tak mengerti kenapa harus berada di sini dengan alasan yang sangat sepele.
Hujan. Karena alasan sekalian pulang bersama Rio yang rumahnya searah, Sinta menerima saja diantarkan dulu ke rumah Leo. Tapi karena mendadak turun hujan, Rio yang mengendarai motor menunda kepulangannya. Jadi di sinilah Sinta sekarang, duduk manis di sofa ruang tamu sendirian.
Rio tadi langsung meninggalkannya begitu saja, dan Leo mengatakan ingin menyiapkan minum karena Sinta merupakan tamu.
"Anggap aja rumah sendiri, lagian orang tuaku juga lagi nggak ada di rumah," ujar Leo sambil meletakkan teh panas di atas meja kemudian duduk di samping Sinta.
Sinta buru-buru mengambil kalung yang sudah ia jatuhkan sebelum Leo pungut duluan, "Selain Rio, nggak ada orang lain di rumah?"
"Ada asisten rumah tangga yang mungkin sedang menggosok pakaian karena aku belum melihatnya sejak tadi."
Rumah sebesar ini mana mungkin tidak memiliki sosok pembantu, Sinta merasa bodoh karena sudah mengajukan pertanyaan yang tidak layak.
"Jadi, apa aku benar jika kalung itu merupakan milikku?" tanya Leo yang masih merasa penasaran dengan kalung yang sempat dipandangi oleh Sinta.
Tangan kanan Sinta menggenggam kalung dengan erat, bingung bagaimana harus menjawab. Pemilik sah kalung ini saja masih membingungkan Sinta, lalu bagaimana cara menjawab pertanyaan Leo?
Haruskah ia mengaku saja? Ini sepertinya momen yang sangat tepat bagi Sinta untuk mengakui segalanya.
Setelah meyakinkan dirinya, Sinta membuka telapak tangan kanannya dan membiarkan Leo ikut melihat kalung yang sempat disembunyikan, "Rio yang memberikannya padaku."
Leo bergeming, kedua netranya fokus menatap kalung berbandul 'L' yang berada di tangan Sinta.
"Rio mengatakan yang pantas memakai ini adalah pacar Leo."