L/R

Fani Fujisaki
Chapter #63

62.

Rio Arizki, sejak pertama kali mengenal Leo Alvarez sampai detik ini masih saja dibuat repot dengan tingkah sang adik angkat.

Dengan jengkel Rio melangkah lebar-lebar di lorong sebuah kantor, tidak peduli dengan para pegawai yang memberi tatapan aneh karena Rio sedang mengenakan jas dokter.

Dan setelah sampai di ruangan yang dituju, Rio membuka pintunya tanpa mau mengetuk terlebih dahulu, "Mama mengatakan kamu lagi-lagi memaksakan diri untuk bekerja lembur selama seminggu penuh."

Leo yang ruangannya dimasuki tanpa permisi mengalihkan pandangan yang semula sedang menatap komputer, "Jam tidurku hanya berkurang. Tidak perlu repot-repot datang ke sini deh hanya untuk memeriksa kesehatanku."

"Tekanan darahmu selalu rendah jika kurang istirahat."

"Apa aku harus marah-marah untuk menaikkannya lagi?" tanya Leo yang dengan santai kembali menggerakkan jemarinya di atas keyboard komputer.

Jengkel, Rio melipat kedua lengannya di depan dada, "Dan jangan terlalu lama menatap layar komputer, min matamu bisa bertambah."

Tanpa mengalihkan pandangan dari komputer, Leo mendesah lelah, "Aku tidak bisa bekerja tanpa komputer. Apa kita harus bertukar identitas? Sepertinya tidak melelahkan menjadi dokter."

Mata Rio berkedut tidak suka. Mereka berdua kan sudah memiliki banyak perbedaan sekarang, tidak seperti saat zaman SMA di mana penampilan mereka sangat identik. Dan menjadi dokter tidak melelahkan? Rio sangat lelah tahu! Apalagi saat menjadi dokter pribadi Leo seperti sekarang ini.

Rasanya Rio ingin meminum obat sakit kepala setelah keluar dari ruang kerja Leo, "Kau pikir mudah menghadapi pasien dengan segala macam penyakit yang mereka keluhkan?"

Leo menjawab pertanyaan itu dengan sebuah senyuman lebar, "Apa susahnya? Yang susah itu melawan hacker perusahaan lain yang hobi menyerang setiap tiga hari sekali. Awas kau, setelah ini aku akan mencuri informasi perusahaanmu."

Rio sweatdrop. Leo kalau sudah serius bekerja sangat kejam ya? Mana pakai acara mau melakukan aksi kejahatan segala lagi, "Leo, tidak lucu kalau Pak Surya menggerebek ruanganmu untuk menangkapmu."

"Seorang kapolri tidak sekurang kerjaan itu sampai mau menangkap IT yang hanya bermain-main untuk mengetes kemampuan doang."

Semakin pusing karena Leo memberi jawaban absurd, Rio memijit pelipisnya, "Jangan terkesan kurang kerjaan dengan bermain-main bersama IT kantor lain deh. Dan ini obatnya, minum sesuai dosis yang kuberikan."

Mata Leo melirik sekilas obat yang biasa diminum saat mengalami tekanan darah rendah, "Kita kan belum cek tekanan darah."

"Kantung matamu sudah mengatakan segalanya padaku."

Ucapan Rio membuat Leo membenarkan letak kacamata secara refleks, "Dokter tuh memang punya sikap sok tahu ya? Dan kenapa tidak diberikan saat di rumah saja?"

Rio menatap jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan kirinya, "Aku ingin menjemput Franda di bandara jam dua."

"Oh, jadi hari ini ya dia kembali tinggal di Indonesia? Kamu berarti sudah bisa melamarnya dong?"

Memangnya semudah itu bisa melamar anak orang setelah sembilan tahun menjalin hubungan tanpa status?

Mungkin mereka dulu sudah sempat bertunangan, Rio sekarang juga sudah menggapai cita-citanya menjadi dokter, hanya saja terlalu terburu-buru jika Rio langsung melamar Franda sekarang kan?

Minimal ada waktu satu atau dua bulan dulu untuk mencoba tahapan pacaran sebelum dilamar.

"Hmm... dia kuliah di mana sih? Kemampuannya hebat juga."

Kedua netra Rio mengarah ke Leo yang mendadak bicara sambil menyeringai. Dapat ditebak dengan mudah Leo baru saja menang melawan IT kantor lain untuk ke sekian kalinya.

Lihat selengkapnya