Leo Alvarez selalu ingin melakukan segala sesuatu dengan cara yang menyenangkan, bahkan untuk urusan pekerjaan sekalipun.
Bahkan sebagai seorang IT (Information Technology) yang bisa saja meng-handle semua tugas serta masalah sekaligus, Leo hanya menjadikan semua tugas itu sebagai permainan untuk menguji kemampuan.
Seperti yang sedang Leo kerjakan saat ini, melakukan perbaikan networking kantor sambil dipelototi seorang dokter yang sedang duduk di hadapannya.
"Tidurku cukup kok dalam seminggu ini. Lebih baik perhatikan tunanganmu aja deh," ujar Leo yang masih memusatkan perhatian ke layar komputer.
Rio Arizki, si dokter yang terus memperhatikan Leo mendengus sebal, "Fotografer tuh kerjanya fleksibel, dan Franda tidak sepertimu yang hobi menambah jam kerja seenaknya."
Kalau sudah terlalu asyik berkutat di depan komputer atau laptop, Leo memang suka lupa waktu dan berakhir dengan lembur. Ini sudah kebiasaan sejak zaman Leo masih sering main game online.
Dan karena tuntutan pekerjaan, Leo pasrah saja minus matanya sudah bertambah, "Kerjaku juga fleksibel, Rio. Kamu lupa kalau aku bisa membolos kerja jika mau?"
"Kebiasaan. Memanfaatkan koneksi karena kenal dekat dengan direktur utama."
Leo sama sekali tidak bangga karena punya koneksi dengan direktur utama kantornya yang kadang suka menawarkan untuk bertukar jabatan.
Si anak pemilik perusahaan itu bisa-bisanya tidak bertanggung jawab hanya karena Albert dulu menerima tawaran itu secara paksa.
Leo kan tidak mau seperti sang papa yang terlalu sibuk mengurusi semua masalah kantor, dia lebih suka dengan pekerjaannya sebagai IT yang bisa dibuat santai.
"Baiklah, perbaikan selesai," setelah menyelesaikan pekerjaannya, Leo mengulurkan tangan kanannya ke Rio untuk mengukur tekanan darah.
Rio langsung mengeluarkan salah satu alat yang sudah dibawanya kemudian mulai melakukan pengecekan, "Selain dengan Ines, kau tidak melakukan penyadapan atau hal ilegal lainnya pada orang lain kan?"
Untuk mencegah adik mereka dari salah pergaulan, Leo memang berinisiatif memasang sebuah program agar dia dan Rio bisa sama-sama menerima semua isi sms serta pesan WhatApp yang masuk ke nomor ponsel Ines. Ini jelas tindakan ilegal karena si pemilik ponsel tidak mengetahuinya.
Tapi karena Ines sudah tumbuh menjadi gadis remaja, tindakan berlebihan wajib diterapkan, "Apa aku harus memasang program yang sama di hp Franda? Siapa tahu tunanganmu berselingkuh."
"Tidak, terima kasih. Memasang penyadap di hp anak kapolri Surya Aditama merupakan tindakan gila. Lagian Franda tidak mungkin selingkuh."
Leo terkekeh pelan, senang mendengar Rio memiliki kepercayaan penuh kepada Franda, "Kapan rencananya mau menikah?"
"Tekanan darahmu normal, dan mungkin tahun depan," jawab Rio sambil melepaskan alat pengukur tensi dari tangan Leo.
Setelah alat sudah benar-benar terlepas, Leo merenggangkan kedua tangannya ke atas, "Sebentar lagi aku memiliki ponakan dong?"
Rio menghela napas, "Kamu sendiri bagaimana? Mencoba mencari pengganti Sinta? Atau masih mencoba mencarinya?"
Karena tidak bisa menjawab, Leo diam. Sampai sekarang memang Sinta masih menjadi perempuan yang sangat istimewa di hatinya. Tapi hubungan mereka jadi tidak jelas setelah Sinta memulai masa kuliah di Inggris.
Perempuan itu sangat sulit dihubungi, bahkan sekarang malah seperti sudah menghilang setelah menyelesaikan program S1-nya.
Dari informasi yang diberikan Franda, Sinta sekarang sudah bekerja di Jakarta. Hanya itu saja yang Leo ketahui.
Karena sudah membahas topik sensitif, Rio mencoba memulai obrolan baru, "Ngomong-ngomong, sesekali kau harus refreshing untuk melihat pemandangan. Tidak bagus jika matamu cuma melihat komputer doang."