La Arus

Mer Deliani
Chapter #2

Garis Dua

Seminggu berlalu sejak malam itu. Apa yang Sarin harapkan hanya masuk angin biasa ternyata menjadi tamu pagi yang setia. Setiap kali ia mencoba bangkit dari tempat tidur, gelombang mual itu datang tanpa permisi, memaksanya berlari ke kamar mandi kecil di sudut kamarnya. Ia menyalahkan semuanya pada skripsi. Stres, katanya pada diri sendiri. Kurang tidur. Terlalu banyak kopi. Semua alasan itu ia susun rapi di kepalanya seperti benteng pertahanan.

Namun, benteng itu mulai retak.

Siang itu, di perpustakaan kampus yang dingin dan sunyi, ia sedang mencoba fokus pada setumpuk jurnal saat gelombang pusing itu datang lagi. Kali ini lebih kuat. Dunia di sekelilingnya seolah berputar pelan, dan huruf-huruf di buku di hadapannya melebur menjadi gumpalan hitam. Ia mencengkeram tepi meja, memejamkan mata, dan mencoba bernapas dalam-dalam.

"Rin? Kau baik-baik saja?" Sebuah suara dari sampingnya membuatnya kaget. Itu Riana, teman satu bimbingannya.

"Eh, iya. Baik. Cuma sedikit pusing," jawab Sarin, memaksakan senyum.

"Wajahmu pucat sekali. Sudah makan?"

"Sudah, kok." Sebuah kebohongan. Sejak pagi ia bahkan tak sanggup menelan sepotong roti pun.

Saat itulah tatapannya jatuh pada kalender kecil yang terpasang di dinding perpustakaan. Ia menelusuri tanggal-tanggal itu dengan matanya. Jantungnya tiba-tiba berhenti berdetak selama sepersekian detik. Ia menghitung dalam hati. Sekali. Dua kali. Tiga kali.

Terlambat.

Ia sudah terlambat dua minggu.

Semua benteng pertahanan yang ia bangun di kepalanya runtuh seketika. Stres. Kurang tidur. Kopi. Semua alasan itu terdengar bodoh sekarang. Hanya ada satu kemungkinan yang begitu mengerikan, yang begitu nyata, hingga napasnya terasa sesak.

"Aku... aku ke toilet sebentar," pamitnya pada Riana, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menyambar tasnya dan berjalan keluar dari perpustakaan dengan langkah cepat, nyaris berlari, tidak peduli pada tatapan heran beberapa mahasiswa.

Lihat selengkapnya