La Ba'sa

Restu syndi yani
Chapter #24

Chapter #24

Pagi-pagi buta, aku sudah rapih karena akan pergi ke pondok yang sudah dibangun pak Asgar. Hari ini adalah hari peresmian pondok yang akan dihadiri oleh para ustaz dari pondokku, pak Asgar, Faiz serta yang lainnya. Tapi aku tak melihat seseorang yang dari tadi kucari keberadaannya. Seseorang itu tak lain adalah Yura, kemana dia?

“Faiz, dimana Yura?” bisikku di telinga Faiz.

“Di rumah,” jawab Faiz singkat.

“Ouh.” Faiz sedikit curiga pada Anan yang tiba-tiba menanyakan adiknya.

“Tumben kau menanyakan adikku, ada urusan apa memang?”

“Cuma nanya saja,” jawabku singkat.

Sebenarnya hari ini aku sangat ingin melihat Yura, wajahnya yang dapat menenangkan hati. Sudah lama aku mengaguminya. Bahkan, dari awal pertemuan dengannya, aku jatuh cinta. Namun aku lebih memilih untuk diam tak berkata apapun, karena apa aku berhak untuk memilikinya sedangkan kasta kita pun sangat berbanding jauh, walaupun keluarganya begitu baik. Yura adalah wanita yang berbeda dari wanita lainnya, walaupun ia bukan lulusan pesantren, namun ia tidak terbawa arus teman-temannya. Ia berpakaian rapih dan tertutup rapat, juga memakai hijab.

***


Tiga bulan kemudian….

Anan menjalani kehidupannya menjadi seorang ustaz muda di pondok yang dipimpin langsung oleh ustaz Hammani dan juga istrinya yaitu ustazah Habibah. Mereka menikah satu bulan yang lalu di masjid As-syifa, yang berada di pondokku dulu. Ustazah Habibah merupakan murid ustad Hammani serta mempunyi ikatan saudara dengan kiyai.

Dan sekarang asmaraku pada Yura sudah diketahui oleh Faiz, ustaz Hammani dan juga mamanya Yura. Aku mempunyai niat baik untuk meminangnya, namun aku belum mempunya rezeki lebih.

Menjadi seorang ustad adalah sebuah pekerjaan yang berkah. Aku merelakan diriku pada kiyai agar segala apapun yang aku jalani nanti selalu bersama ridhonya. Aku yakin, bahwa ridho dan keberkahan dari guru atas bakti yang sudah kita perbuat selama menjadi santrinya, akan menghantarkan kita pada kehidupan yang baik. Sesekali aku berkunjung ke pondokku, ketika aku memiliki waktu senggang.

***

Satu tahun kemudian….

Menjalani kehidupan sebagai seorang ustaz bukanlah hal menyenangkan, melainkan sebagai tantangan yang harus dihadapi. Karena, di balik kesenangan itu ada lika-liku kehidupan yang yang harus dijalani dengan lapang dada dan penuh keikhlasan, yang hanya akan di dapat di pesantren saja.

Mengajar dan mendidik santri dengan jumlah yang banyak, harus memiliki tenaga yang extra, terutama di pondok yang usianya baru mencapai satu tahun yang tergolong pesatren baru.

Ketika kita ingin mengajar, kita harus mempersiapkannya dengan baik, karena mengajar bukan pasal sembarang masuk kelas saja, melainkan kita harus tau apa yang harus dilakukan di dalamnya, dan itu membutuhkan persiapan yang sangat matang dan baik.

Pesantren yang masih tergolong baru dan masih merintis, tidak menjadi penghalang bagi para penghuninya untuk trus bergerak, terkadang setelah belajar mereka melakukan kerja bakti untuk proses pembangunan pesantren.

Lihat selengkapnya