La Chica (Gadis Itu)
“Madre...? kenapa harus madre sih bukan ibu aja...?” Jameela yang akrab di panggil Mila bertanya pada Dinda yang duduk di sebelahnya, dengan Ice Cream coklat yang hampir sedikit lagi meleleh ke tangan nya. Dinda menatap Mila yang juga sibuk dengan Ice cream coklat yang sudah belepotan di pipi nya. “Ini di bersihin dulu kali...” Dinda mengusap pipi Mila dengan selembar Tissue. “Madre itu artinya ibu dalam bahasa Spanyol, kan keren Cuma kamu yang manggilnya madre..” mereka berdua tersenyum dan saling pandang karena Ice cream coklatnya sudah meleleh ke tangan mereka.
“Madre... Kapan kita jengukin Abuela...? okeh biar aku tebak Abuela pasti nenek dalam bahasa Spanyol kan..?” aku melihat wajah kecil polos itu yang lagi – lagi ice cream coklat hampir menutupi setengah dari wajahnya. Aku mengangguk tanda setuju, “Tapi, kenapa Abuela di penjara ya...? kalau aku lihat Abuela gak jahat kan..?” Aku tersenyum ke arahnya dan menyelesaikan memakan ice cream yang dari tadi sudah membuat kami tertahan di depan mini market ini lebih kurang 15 menit lamanya.
Aku teringat peristiwa 3 tahun yang lalu, peristiwa yang mengubah hidup ku, ibu ku dan juga Mila. Pada malam itu aku dengan bangga nya datang ke kamar 3x4 di gang sempit yang aku sebut rumah selama sekian tahun. Ya, meskipun ukuran nya hanya 3x4 aku pernah tinggal disana selama bertahun – tahun. Siang ke sekolah dan malam nya bersembunyi di dalam lemari pakaian ibuku, menghindari lelaki – lelaki hidung belang yang datang untuk memuaskan nafsu birahi nya yang bak binatang. Tak jarang, ibu ku kadang menjerit kesakitan karena di pukul atau di tampar bahkan di tendang. Tetapi aku hanya bisa diam dan bersembunyi di balik lemari pakaiannya sembari menutup telinga ku rapat – rapat. Tetapi kadang aku masih bisa mendengar suara – suara yang tidak ingin aku dengar seumur hidup ku itu lagi.
Malam itu, aku datang untuk mengajak ibu ku kesekian kali nya berhenti dari pekerjaan ini. kali ini aku serius karena besok adalah hari wisuda ku, itu artinya ibu harus datang dan melihat aku di wisuda dan memakai toga. Setelahnya aku akan menyuruh ibu berhenti dan biarkan aku yang bekerja untuk kami berdua. Dari aku kecil ibu tidak ingin aku menjadi seperti dirinya, ia menyekolahkan ku dengan susah payah. Awalnya ia hampir saja menyerah untuk menyekolahkan ku di Sekolah Dasar yang tidak jauh dari tempat yang aku panggil rumah. Kami sama sekali tidak memiliki data –data kependudukan yang sah sebagai warga negara. Ibu ku tidak memiliki KTP, KK apalagi buku nikah yang menjadi salah satu persyaratan untuk aku mendaftar masuk sekolah dasar.
Tetapi percayalah di dunia ini masih ada orang baik yang berkeliaran meski tak banyak tetapi mereka masih ada. Salah satunya adalah yang menolong aku untuk bisa bersekolah di sana. Ibu Masriah namanya, ibu ku menangis di hadapan bu Masriah memohon agar menerimaku sebagai murid di sekolah itu. “Saya mohon bu, terima anak saya untuk sekolah disini bu... saya gak mau dia buta huruf, bodoh kayak saya ini yang bisa di tipu – tipu. Saya gak mau dia jadi kayak saya bu. Saya mohon terima anak saya bu...” dengan berlinangan air mata hari itu ibu memohon kepada bu Masriah agar aku bisa bersekolah. Dan akhirnya permohonan ibu juga tangisan nya hari itu tidak sia – sia. Bu Masriah menerimaku sebagai murid disana.