Ravyna memang di kenal sebagai anak pemalas oleh orang-orang yang mengenal baik gadis itu, selain pemalas Ravyna juga hobi tidur di mana pun. Namun ketika gadis itu mulai serius dalam mengerjakan pekerjaanya, Ravyna akan sangat gesit dan cekatan juga detail tanpa satu pun pekerjaanya yang terlewatkan, dan itu yang membuat bibi Melinda menyukai sisi lain dari Ravyna.
Andai kata Ravyna tak memiliki kelebihan tersendiri pada dirinya mungkin sudah dari lama bibi Melinda menendang keluar Ravyna dari toko dan rumahnya mengingat sudah banyak pelanggaran yang gadis itu lakukan.
Ravyna juga selalu memiliki cara tersendiri dalam membuat seseorang yang awalnya marah dan tidak suka padanya menjadi berbalik ramah dan menyukainya, yah maka tak heran Rama sering menjuluki bahwa Ravyna itu penyihir cilik yang mampu menyihir siapa pun untuk tunduk padanya dan perkataan Rama itu juga di dukung oleh yang lainnya begitu pula dengan bibi Melinda, meski begitu Ravyna tidak merasa kesal atau tersingguh dengan julukan yang diberikan Rama padanya, dia hanya acuh tak acuh saja menanggapinya.
Seperti saat ini misalnya, Ravyna yang mendengar julukan penyihir cilik itu keluar lagi dari mulut si Rama, laki-laki berusia 28 tahun tapi sayangnya jomblo— hanya bisa mendengus, apa lagi saat Ravyna melihat Rama berjalan ke arahnya yang tengah melipat beberapa baju yang berantakan oleh pelanggan.
Laki-laki itu menyengir, “Hey penyihir cilik baru sampai nih, pasti kesiangan lagi yah.”
“Diem deh, nggak lihat apa aku lagi kerja,” ketus Ravyna membuat Rama tergelak. Tak lama kemudian Silvia terdengar meneriaki nama Rama— memanggil laki-laki itu untuk segera menyelesaikan pekerjaanya yang Rama tinggal begitu saja.
Dengan pasrah Rama menghampiri Silvia dan mendapat omelan gadis itu sebelum kemudian Rama kembali melanjutkan pekerjaanya.
“Kak kakak, di cini ada baju kotak-kotak hitam putih nggak.”
Ravyna tersentak saat suara celotehan anak-anak itu terdengar, dia lantas menunduk saat merasakan ujung bajunya di tarik-tarik dan melihat seorang anak laki-laki berusia kisaran enam tahun tengah menari-narik ujung bajunya. Cengiran tersungging di bibir anak itu ketika matanya bertemu dengan kedua mata hitam Ravyna.
“Jadi ada nggak kak?” tanya anak itu lagi, dia celengak-celinguk mencoba mencari baju yang di inginkannya hingga matanya akhirnya menemukan baju yang dia inginkan, spontan matanya berubah berbinar dan dengan cepat anak laki-laki itu langsung melesat menghampiri baju hitam putih bergambar kotak-kotak seperti papan catur.
Ravyna mengerjap karena tak menyadari bahwa si anak sudah lebih dulu pergi dan mengambil baju catur itu, Ravyna menghela nafas dan menghampiri si anak.
“Kamu mau beli?” tanya Ravyna dan dengan antusias anak itu mengangguk.
“Mana orang tua kamu?” Ravyna mengedarkan pandangannya berusaha mencari orang tua anak tersebut.
“Mamahku udah lama meninggal, sementara ayahku lagi bekerja mengamankan negara indonesia kak.”
Perkataan yang keluar dari anak itu membuat Ravyna menatapnya lekat-lekat, “Terus kamu ke sini sama siapa dong?”
“Sendili. Hebatkan aku.”
Ravyna membelalak, terkejut saat mendengar kejujuran tersebut. Bagaimana mungkin anak sekecil dia di biarkan berpergian sendirian tanpa pengawasan, kalau ada penculik yang minat sama dia gimana coba.
Ravyna berjongkok, memegang kedua bahu anak itu agar menghadap ke arahnya sepenuhnya.