๐น๐น๐น
Setelah Athala dan Matthew meninggalkan pekarangan rumah nya, Rose duduk di undakan tangga teras rumahnya dengan mata yang sayu.
"Apa bener Tristan suka sama Delphine? Tapi mereka kan gak pernah akur!" Rose bergumam sendiri dengan tatapan kosong.Rose menghembuskan napasnya.
"Tapi gue lupa, dari benci bukannya bisa jadi cinta ya? Huffft!" Rose berjalan menuju pintu rumahnya.
"Rose pulang!" Rose berjalan dengan gontai memasuki rumahnya. Dari arah dapur muncul pembantunya dengan memakai apron dan membawa spatula.
"Ehh... Rose udah pulang? Ganti baju terus makan ya, bibi udah masakin makanan kesukaan kamu." Bi Marni tak memanggil Rose dengan embel-embel 'Non atau Neng' karena Rose tak menyukai hal itu, ia lebih senang jika semua orang memanggil namanya saja tanpa di embel-embeli apapun.
Rose mengangguk lemah. Bi Marni pun heran melihat tingkah majikannya itu, tak seperti biasanya pikirnya.
Rose berjalan kearah tangga dengan gontai, ia sungguh merindukan ibunya. Yang ia butuhkan saat ini adalah ibunya.
Rose melemparkan tasnya dengan asal, perkataan Athala dan Matthew kembali berputar di otaknya. Apakah ia begitu bodoh hingga tak bisa curiga dengan orang lain?.
Rose mengambil ponselnya di saku seragamnya, ia mengetik sesuatu di room chat nya dan juga Tristan.
"Tris?" Eja Rose dalam hati sambil mengetik pesannya. Terakhir dilihat milik Tristan menunjukkan waktu 12.34 mungkin pada saat istirahat.
"Delive?" Rose menghela napasnya.
Rose berpindah pada room chat nya dan Delphine. Setelah mengirim pesannya, kali ini Delphine hanya membacanya saja. Bolehkan Rose marah? Setelah apa yang mereka lakukan tadi di depannya mereka seperti merasa tak bersalah?.
Rose memutuskan untuk menghubungi ibunya.
"Hallo... Rose?"
"Momy, Rose kangen."
๐ฅ๐ฅ๐ฅ
Rose tengah memutari toko ponsel berlogo apel. Setelah berbincang dengan ibunya melaluin sambungan telepon, Rose memilih untuk meminta maaf terlebih dahulu kepada Delphine. Karena ini juga kesalahannya yang tak sengaja menyinggung perasaan Delphine.
Rose tengah di buat bingung dengan dua kotak benda mahal di depannya ini. Ia bingung memilih antara keduanya. Tapi mengingat sahabatnya itu tak terlalu suka yang mewah, Rose akhirnya memilihkan warna abu-abu.
Setelah menyelesaikan proses pembayaran, Rose memilih untuk makan terlebih dahulu. Ketika menuju restoran tempatnya biasa makan, Rose melihat anak kecil yang tengah merengek meminta sesuatu kepada seorang pemuda. Anak itu menggantungi paha pemuda itu. Sedangkan pemuda itu terus berjalan tanpa menghiraukan rengekan anak itu.
"Yasmine?... Yasmine!" Rose berlari menuju anak dan pemuda itu, hatinya menghangat ketika melihat anak kecil berwajah menggemaskan itu.
Yasmine yang merasa namanya di panggil pun menoleh dan melihat seorang gadis tengah berlari kearahnya, Yasmine melepaskan pelukannya pada paha si pemuda dan tersenyum lalu berlari kearah Rose.
"Los!" Yasmine memanggil nama Rose dengan mata berbinar. (Rose!)
"Ututututu tayang!" Rose mencubit pipi Yasmine gemas.
"Amin dak nyaka lo ica etemu los agi!" Yasmine memeluk leher Rose dengan sangat erat. (Yasmine gak nyangka bisa ketemu Rose lagi!)
Pemuda yang tadi di gelantungi oleh Yasmine belum menyadari jika ada Rose disana. Ia masih sibuk dengan ponsel miliknya.
Yasmine langsung menarik tangan Rose menuju salah satu kedai gula-gula di mall tersebut.
"Kok kaki gue udah gak berat?" Pemuda itu menunduk.
"Astaga! Anak gue ilang lagi!" Pemuda itu langsung berlari mencari keberadaan Yasmine dengan wajah khawatir. Inilah akibatnya bapak dan ibu jika kita terlalu sibuk dengan gadget,ย anak pergi pun kita tak tahu! Sungguh terlalu!
Yasmine duduk di pangkuan Rose sambil menunggu gula-gula miliknya di buat. Ia memainkan rumbai-rumbai cardigan pink milik Rose. Rose tak menyadari dengan adanya Yasmine membuatnya sedikit melupakan masalahnya. Entah mengapa Rose merasa bahwa Yasmine sangat dekat denganya. Mereka baru bertemu dua hari yang lalu, tak keduanya sudah dekat seperti kakak dan adik.
"Yasmine! Yasmine!!"
Yasmine menoleh ketika namanya di panggil, ia memutar bola matanya. Sambil membuang napas pelan.
"Agaga! Untung itu painya Amin!" ucap Yasmine sambil menepuk keningnya lalu menunjuk pemuda itu dengan tangannya layaknya orang dewasa. (Astaga! Untung itu pai-nya Yasmine!)
Rose menoleh ke arah pemuda itu sambil tertawa melihat kelakuan bocah di dipangkuannya ini yang mirip dengan orang dewasa.