Begitu Syamali membuka pintu rumah, hujan turun dengan lebatnya setelah sedari tadi menahan diri di lumbung angkasa. Ibu menyambutnya, “Loh Nak, nggak kehujanan?”
“Alhamdulillah nggak, Bu.”
“Mujur kamu ya, begitu pulang hujannya turun.”
Syamali tersenyum sembari melangkah ke kamar.
“Nak,” panggil ibunya.
Ia berhenti dan berbalik. Ibu mendekatinya serta menyuruhnya berdiri membelakanginya. Ia bertanya, “Ada apa Bu?”
Ibunya menarik satu helai rambutnya.
“Aw!” keluhnya seraya berbalik badan. Ia melihat Ibu bingung seraya menatap sehelai rambutnya yang berubah warna. “Loh!” serunya terkejut.
“Kamu kok udah beruban Nak?”
“Aku juga baru tahu Bu.”
“Kamu salah pakai sampo?”
“Nggak, sampo yang aku pakai, ya yang Ibu pakai.”
“Kamu nggak pernah semiran ‘kan? Creambath? Atau melakukan perawatan lain yang ternyata merusak rambut.”
Ia menggeleng bingung. “Bu aku cek dulu,” katanya seraya berjalan ke kamar.
Sampai di dalam ia segera menaruh tasnya dan berdiri di depan cermin. Ia mengurai rambutnya di depan dada dan mengamatinya. mencoba menemukan rambutnya yang berwarna putih. Ia amat menyayangi rambutnya. Perasaannya pun seketika tidak tenang, gugup, takut, dan gelisah, ketika matanya menangkap beberapai helai rambutnya benar-benar berubah warna.
Dari hari ke hari, uban itu makin lama bertambah satu demi satu. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Setiap kali bercermin, ia selalu resah dan gelisah. Mula-mula, ia mencabuti rambutnya yang beruban itu. Namun setelah dipikir-pikir, apakah ia harus mencabuti rambutnya sampai botak.
Keresahannya makin menjadi ketika ia sekolah. Setiap kali berangkat ke sekolah, ia menjadi bahan gunjingan atas rambutnya itu. Ia harus berjalan menunduk setiap kali ada yang memandangnya aneh. Pun ia harus menanggung malu setiap kali ada yang membicarakannya dan ia bisa mendengar setiap yang mereka bicarakan. Ia semakin sering memakai earphone.
Berbicara tentang earphone, ia merasa bahwa ada yang tidak beres dengan MP3 player miliknya. Ia merasa ada yang eror dengan MP3 berwarna perak yang dibelikan Ibu. Siang itu ketika pulang sekolah, ia mampir ke gerai elektronik, toko Surya Jaya. “Pak,” sapanya pada Penjaga Toko.
“Oh iya ada apa, Mbak?” Si Penjaga Toko berjalan menuju lemari etalase tingkat tiga setinggi ukuran perut orang dewasa.
Syamali mengeluarkan MP3 player-nya. Setelah mencopot earphone, ia menyerahkan MP3 player itu ke Penjaga Toko.