Labirin Kosmos: Janubi & Syamali

Faiz el Faza
Chapter #21

Aku Membenci Hujan

Kamu terlalu terbawa suasana sinetron. Hidupku sudah banyak drama, jadi aku tidak perlu menonton sinetron.

Syamali mendengar ponselnya berbunyi. Saat itu perkuliahannya tengah berlangsung. Riana sedang presentasi di depan dengan cakapnya. Diam-diam, ia mengambil ponselnya dari dalam tas. Dengan menyembunyikan ponselnya di bawah meja kursinya, ia membaca pesan SMS. “Mali, selepas kuliah, ayo nonton. Nanti sekalian nganterin kamu beli buku.”

Ia memandang ke jendela. Pandangannya beredar memerhatikan langit di luar sana dan mendengarkan molekul ion negatif dan postif di angkasa. Beberapa menit kemudian, ia membalas, “Jangan hari ini, nanti hujan.”

Janubi sedang berada di taman depan Gedung Rektorat saat itu. Ia duduk bersama Nanda, Najib, dan Dahlan. Membaca balasan pesan dari Syamali, kepalanya mendongak. Ditatapnya awan-awan yang berarak berjauh-jauhan, tipis dan lembut. Sinar matahari tampak sangat terik. Tidak ada tanda-tanda kalau nanti akan turun hujan. Ia membalas, “Hujan apanya? Hari ini cerah, Mali.”

“Nanti hujan,” balas Syamali singkat.

Rahang Janubi mengeras. Ia membalas, “Kamu peramal cuaca?”

“Ya udahlah, ayo. Jangan lupa bawa payung.”

“Enggak usah, ini cuacanya lagi cerah.”

“Terserah!”

Janubi ingin membalas saat itu, tapi ia mengurungkan. Ia tahu Syamali bukan tipe perempuan yang mudah untuk diajak berdebat. Baginya, Syamali mempunyai pendirian kuat. Dalam beberapa kali kesempatan, ia ingin mengorek masa lalu Syamali. Kepadanya, gadis itu selalu menceritakan inti-intinya saja. Ia ingin tahu lebih. Tapi, Syamali selalu to do point. Ia sendiri kadang merasa bingung karena kehabisan pembahasan. Jika ia diamkan, Syamali selalu meminta pulang atau selalu menyudahi pembicaraan.   

“Ayahku cerai dengan Ibu saat aku berumur sepuluh tahun,” ujar Syamali beberapa waktu yang lalu saat ia mengajaknya ke Kedai Mi Setan di daerah Wilis.

Sebelumnya, ia bertanya, “Mali, bagaimana keadaan orangtuamu?” Saat itu, ia ingin bertanya-tanya lebih banyak, mengapa bisa bercerai dan apa pekerjaan ibunya. Ia ingin tahu bagaimanakah kehidupan Syamali sebenarnya. Selama ini, ia hanya bisa mengumpulkan data saja, Syamali ingin lulus kuliah cepat waktu dan setelah itu membantu ibu bekerja. Kesimpulan pikirnya, Syamali tidak berada di keluarga yang mapan dan baik-baik saja.

Ia mengambil kesimpulan lain dari pandangan mata Syamali saat itu. Saat menyebut kata “ayahku”, ia melihat aura mendung dari wajah Syamali. Dalam kesempatan lain, ia terkadang memperhatikan sudut mata Syamali yang kosong dan sayu, menyimpan luka masa lalu.

Saat itu, sayangnya, Syamali tidak kuat makan pedas. Jadi, wajah Syamali yang kepedasan membuyarkan konsentrasinya. Ia yang sedang menerka-nerka keadaan Syamali yang sebenarnya untuk larut di dalamnya, melihat wajah Syamali yang berpeluh, bibir yang memerah mengkilap karena kuah mi, memaksanya terpesona untuk kesekian kali.

***

Sebentar lagi Jl. Galunggung akan terlewati. Janubi sudah tidak sabar untuk menonton film di bioskop bersama Syamali. Ia sesekali melirik ke kiri. Syamali hanya duduk terdiam memandangi jalanan, toko-toko, dan rumah-rumah elit. “Mali,” panggilnya. “Sebentar lagi sampai.”

Di perempatan Jl. Galunggung, mobil yang mereka tumpangi berhenti di lampu merah. “Oh itu!” Syamali menunjuk bangunan di depan, Cyber Mall Malang, di pojok perempatan antara Jl. Raya Langsep dan Jl. Terusan Dieng.

“Iya, itu.” Janubi menunjuk ke arah timur. “Toko bukunya ada di sana, kita parkirnya di Cyber Mall.”

Janubi membelokkan mobilnya menuju Cyber Mall. Setelah membayar parkir dan menerima karcis, ia melajukan mobilnya menuju parkir bawah tanah. Begitu menemukan tempat, ia memundurkan mobil.

Dalam beberapa kesempatan bagi Syamali, ini merupakan salah satu hal terkeren dari Janubi. Dan kali ini terulang kembali untuk ke sekian kali. Ia melihat Janubi yang menoleh ke belakang. Janubi mengendalikan setir mobil dengan satu tangan dengan badan mengarah padanya. Tangan kiri Janubi, berada tepat di belakang kursinya. Setelah itu, Janubi akan turun dari mobil dan membukakannya pintu.

Saat menaiki eskalator menuju lantai tiga, Janubi tersenyum bangga. Ia melihat Syamali yang menoleh ke kanan dan ke kiri memperhatikan gerai-gerai elektronik yang memenuhi mal itu. “Mali, sebentar lagi kamu akan menonton bioskop untuk pertama kalinya.”

Syamali menoleh sejenak kepadanya sembari tersenyum. Begitu masuk ke lobi bioskop, seorang satpam menyambut. Syamali berdiri di depan galeri film yang sedang tayang pekan ini. Ia berdiri di samping kiri Janubi. Ada dua film yang tayang di sana, yang satu tentang percintaan, yang satu tentang misteri.

“Mali,” kata Janubi, “kita menonton yang ini.” Ia menunjuk film bertema percintaan.

“Kalau yang ini aja gimana?” Syamali menunjuk film bergenre misteri.

“Mali, kalau yang nonton laki-perempuan, lebih baik yang ini.”

“Memang ada aturannya kalau yang nonton laki perempuan filmnya harus romance?”

Selesai memesan tiket mereka akan pergi menuju toko buku. Film akan diputar satu jam lagi. Di eskalator lantai tiga menuju lantai dua, Janubi bertanya, “Mali, sebenarnya kamus suka film apa?”

Lihat selengkapnya