“Aku kesal pada diriku sendiri karena merasa tidak memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan...”
“Irena, ayo cepetan ikut!” Winda dan Caca menghamipiriku ke dalam kelas. Mereka berdua mengajakku pergi ke kantin saat jam istirahat, ketika aku tengah memasukkan buku ke dalam tas.
Shila, Dewi dan Tami juga ikut pergi ke kantin. Tadinya aku ingin mengajak Keisha untuk ikut bergabung bersama kami. Namun dia keburu pergi ke luar kelas, mungkin mau menemui temannya di kelas sebelah. Jadi aku pun pergi bersama kelima temanku itu.
Saat di perjalanan menuju kantin, Poppy dan beberapa temannya juga ikut bergabung bersama kami. Mereka adalah teman sekelas Caca di kelas IPA 2, dan sama-sama tergabung di klub cheerleaders nya SMANUS. Para anggota di klub itu rata-rata merupakan cewek populer dan diidolakan oleh kebanyakan murid SMANUS.
Caca ikut bergabung dengan klub itu sejak naik ke kelas XI karena katanya dia memang suka menari.
Aku memutuskan untuk tidak ikut klub apapun karena ingin fokus belajar. Lagian waktuku sekarang juga banyak dihabiskan untuk latihan ekskul baru yang sekarang kuikuti.
Saat kami tengah berjalan, Winda memberitahukan sesuatu kepada kami.
“Kemarin Caca terpilih jadi model sekolah kita loh. Dia akan menggantikan Kak Saskia sebagai ambassador SMANUS tahun ini. Jadi hari ini dia mau traktir kita-kita semua!”
“Oh ya?? Selamat ya Ca!” ucapku kepadanya dengan tulus.
“Kamu memang sempurna Ca. Udah cantik, kaya, berprestasi lagi! Hehe...,” Tami ikut memujinya.
“Walau kamu nggak sepintar aku, tapi sumpah aku iriii banget sama kamu!” Dewi juga ikut-ikutan.
“Terima kasih ya semuanya. Tapi jujur aja aku ngerasa malu karena ini bukanlah sesuatu yang hebat, tapi kalian pada heboh kayak gini,” ujar Caca.
“Kamu merendah banget sih Ca, ini tuh sesuatu yang hebat tau. Nggak sembarangan orang loh bisa jadi ambassasor SMANUS!” Winda berseru.
“Iya, walau cantik sekalipun belum tentu terpilih, kan harus pintar dan berbakat!” Shila ikut menimpali.
“Ahh kalian bisa aja deh. Tapi... maaf ya, aku cuma bisa traktir kalian di kantin. Sebenarnya pengen merayakannya di rumah. Tapi berhubung aku lagi sibuk banget sama bimbel dan kegiatan lainnya, jadi belum bisa ngelakuinnya...”
“Gak apa-apa kok, yang penting kami bisa menghemat uang jajan hari ini,” kata Shila dengan sumringah.
Ketika tiba di kantin, Caca meminta semua teman-teman di sana agar tidak usah membayar makanan mereka karena dia yang akan membayarnya.
“Thank’s Ca, elo emang baik. Cowok yang bisa dapetin lo pasti beruntung banget!” para teman di kantin pun memujinya.
Kini aku menyadari kalau Caca itu merupakan seorang cewek yang sangat populer di kalangan anak-anak sekolah kami. Dia tidak hanya cantik, melainkan juga pintar dan berbakat dalam berbagai bidang seperti menari, modelling dan sebagainya. Terkadang aku merasa iri dengannya, karena merasa tidak memiliki apa pun yang bisa dibanggakan.
Aku tidak secantik dia, tidak memiliki bakat seperti dia, dan aku juga bukan berasal dari keluarga berada seperti dia. Jadi, aku sempat merasa kalau aku bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan temanku ini.
Meskipun dalam hatiku berkata bahwa aku harus mensyukuri apa yang ada pada diriku, tapi tetap saja rasa kesal pada diri sendiri itu terus ada. Aku juga ingin memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan.
Saat tiba kantin, aku, Winda dan Shila duduk di bangku deretan yang sama. Begitupula dengan Dewi, Shila dan Tami. Mereka juga duduk di bangku deretan yang sama. Sementara Poppy dan gengnya, duduk berdekatan dengan Caca. Sepertinya mereka mau bergabung dengan kami karena ada Caca.