LABIRIN

Riri
Chapter #14

AKAN MENJADI KENANGAN

Sekitar delapan bulan lagi kami akan menghadapi Ujian Akhir. Aku merasa kalau waktu sungguh cepat berlalu. Rasanya baru kemarin pergi ke Jakarta dan sekolah di sini. Eh, sekarang aku sudah mau lulus saja. Setelah lulus, pastinya aku akan kembali ke Pontianak. 

Beberapa waktu yang lalu, ibuku memberitahuku kalau keadaan ekonomi keluarga kami sudah mulai membaik. Orangtuaku membuka usaha kecil-kecilan dan mereka memintaku untuk kembali setelah lulus agar bisa sambilan membantu mereka, di sela-sela kuliah.

Pada satu sisi, aku merasa berat harus berpisah dengan teman-teman yang sudah tiga tahun bersamaku. Tapi di sisi yang lain, tidak mungkin aku tinggal di sini lebih lama. Aku harus kembali tinggal bersama keluargaku.

Namun, jika nanti aku telah kembali, aku tidak akan bisa lagi bertemu dan melihat Ardiyat. Setiap kali teringat dengannya, hatiku berkata bahwa aku masih menyukainya. Namun balik lagi, aku harus menerima semua kenyataan yang ada. Dia hanya menganggapku sebagai teman, tidak lebih daripada itu. Aku harus membuka hati pada yang lain, meskipun hal itu mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama karena aku tidak tahu bagaimana cara menghilangkan perasaan sukaku ini kepadanya. 

Pagi ini aku menyusuri jalan menuju sekolah, jalanan yang biasa kulalui hampir setiap hari. Aku teringat saat bertemu Winda dan Caca di jalan ini. Aku juga teringat saat bertemu dengan Ardiyat, sebagai cowok pertama yang kukenal saat pertama kali berada di sekolah. Hari-hari yang pernah kuhabiskan hanya untuk sekedar melihatnya diam-diam. Menyukai momen saat dia bercerita kepadaku tentang mimpi dan kehidupannya. 

Aku pikir dia melakukan hal itu karena dia menyukaiku, tapi ternyata bukan. Dia melakukan hal itu karena dia merasa kalau aku adalah seorang teman yang menurut dia baik. 



"Meski aku bukanlah seseorang yang kamu suka, aku tetap menyukaimu. Aku yakin, suatu saat nanti engkau akan menyadari, betapa berartinya aku untukmu. "



Saat berada di parkiran sekolah, aku melihat tempat dimana dia biasa memarkirkan motornya. Tempat dimana pertama kali kami bertemu. Ardiyat memang selalu memarkirkan motornya di tempat itu, kalau tidak keduluan oleh siswa lain. Dan sepertinya dia memang sengaja selalu memarkirkan motornya di situ. Tetapi hari ini tidak ada motornya terparkir di situ seperti hari-hari biasanya. Tempat itu justru diisi oleh kendaraan milik siswa lain. 

Aku tidak menyangka bahwa di saat detik-detik terakhirku berada di sini, aku semakin jauh darinya. Bahkan tidak hanya dengannya, tapi dengan teman baikku juga, Caca. Semenjak tahu mereka berdua jadian, aku jadi tidak ingin berada di dekatnya. Soalnya dia sering bercerita tentang hari-hari indah yang dilaluinya bersama Ardiyat. Jadi karena tidak ingin iri dengannya, aku memilih untuk menghindar. 

Tiap Kali Winda mengajakku pergi bersama, aku selalu berusaha mencari alasan untuk menolak. Aku menyibukkan diri dengan melakukan kegiatan ekskul, meskipun bukan di akhir pekan. 

Beberapa saat lamanya, aku tersadar dari lamunan. Aku menangis dalam hati sambil pergi meninggalkan tempat itu. Aku berjalan menuju kelas dengan hati yang dilema. Ini sungguh menyedihkan. 

Setelah tiba di kelas, aku langsung duduk di bangku sambil membenamkan kepala di atas meja. 

Doorrr!!”Shila mengagetkanku. 

Rupanya hari ini jam pelajaran kosong. Bu Rahmi tidak masuk karena ada urusan mendadak. Beliau juga tidak sempat meninggalkan tugas untuk kami. Sehingga kami di kelas jadi pada bergosip. 

“Kamu kenapa Ren?” tanyanya.

“Nggak kenapa-kenapa. Aku cuma lagi kangen sama keluargaku, Shil,” jawabku lirih, sambil mengangkat kepala. 

Erik dan Denis tiba-tiba datang menghampiri meja kami. 

“Yaa.. gitu deh kalau jauh dari keluarga. Pasti sering kangen sama mereka yah?!” tebak Denis. “Semoga gue nggak jadi anak rantau deh. Gue harus kuliah di sini pokoknya!”

“Dasar anak mami lu, Den. Lo harus mandiri kayak gue dong!” kata Erik sambil memasang gaya sok cool

“Kayak elo mau merantau aja, Rik. Elo kan juga bakal kuliah di sini!” balas Denis. 

“Tapi... gue juga belum pasti kuliah di Jakarta!”

Lihat selengkapnya