Semenjak kejadian itu, aku seringkali melihat Ardiyat dan Caca berduaan. Tiap kali Ardiyat masuk sekolah, pasti Caca selalu ada bersamanya. Akhirnya aku mengetahui kenapa Ardiyat menyukainya. Mereka berdua itu ternyata memang sudah berteman sejak kecil. Ardiyat itu adalah tipe orang yang merasa nyaman dengan orang yang sudah dikenalnya sejak lama. Begitulah cerita yang kudengar dari Shila, yang dulu sempat kukira kalau hal itu tidak benar. Tapi setelah kejadian mereka berdua pacaran, aku baru menerima kenyataan kalau itu benar. Aku merasa bodoh karena dulu tidak percaya dengan perkataan Shila yang memang sudah mengenal mereka dari SMP.
Setelah mendengar cerita itu, aku jadi merasa kalau waktu memang tak berpihak padaku. Kenapa harus Caca yang lebih dulu dipertemukan dengannya? Mengapa bukan aku yang duluan dikenalnya? Kalau saja aku duluan yang dikenalnya, mungkin bisa saja dia menyukaiku. Bukannya kepedean, tapi aku merasa dia selalu terlihat bahagia saat bersamaku. Bahkan dia pernah menceritakan rahasia hidupnya kepadaku, yang katanya tak pernah dia ceritakan kepada orang lain. Tentulah dia melakukan hal itu karena dia ada rasa suka terhadapku, meskipun dia tidak menyadarinya. Namun ternyata aku salah. Dia lebih menyukai seseorang yang sudah dikenalnya sejak lama.
Aku jadi berangan-angan, seandainya saja aku dan Ardiyat sudah saling mengenal sejak dulu, pastilah banyak momen kebersamaan yang kami lalui. Dan pastilah dia akan menyukaiku lebih daripada seorang teman.
Tapi... ya sudahlah. Aku tak bisa menyalahkan keadaan yang sudah terjadi. Aku harus menerima semua ini walaupun rasanya sulit.