Labuan Bajo's Memories

Silvarani
Chapter #2

Pamit Sebelum Take Off

“Selamat datang di Nusantara Airlines,” begitu kedua kaki Bintang dan kawan-kawan memasuki pesawat, seorang pramugari menyunggingkan senyum ramahnya.

“Terima kasih,” respons Bintang seraya mengangguk. Suaranya yang biasanya merepet kali ini agak tertelan dengan desing mesin pesawat terbang.

Kemudian, Bintang dan ketiga rekan lainnya memasuki koridor pesawat untuk menuju kursi penumpang. Di belakang Bintang, berdiri Mbak Dinas yang menarik kopor ungu magenta menterengnya, kemudian di belakangnya, ada Lexi dan terakhir Andromeda yang mengekor.

“Nah, ini dia nih, kursi kita. Oke?” selang beberapa saat, Bintang mengingatkan ketiga rekan timnya jika mereka sudah sampai di barisan kursi mereka. Mbak Dinas duduk di kursi 12 A dekat jendela, Bintang 12 B, Lexi 12 C, sedangkan Andromeda 12 D.

“Berarti gue deket jendela,” tutur Mbak Dinas, “Sebelah gue Bintang. Sebelahnya lagi Lexi. Nah, Andromeda di sebelah sana, ya,” dengan begitu apik, Mbak Dinas mengurus tempat duduk pesawat rekan-rekan timnya.

“Mau kuangkat kopornya ke atas kabin, Mbak?” tawar Bintang kepada Mbak Dinas.

Senyum semringah lagi-lagi terukir di wajah Mbak Dinas, “Oh, tentu saja. Seperti biasa. Hohoho. Terima kasih, ya, Bin.”

Setelah itu, Mbak Dinas pun duduk di kursinya. Dia langsung mengeluarkan ponsel, memotret jendela pesawat, dan mengirimkannya kepada suaminya. Kiriman foto ini langsung direspons dengan potongan video singkat suami dan kedua anaknya di rumah. “Hati-hati di jalan, Bunda. Jangan lupa baca doa naik pesawat dulu!”

Refleks, Mbak Dinas pun membalasnya dengan mengirimkan video singkat membaca doa kepada keluarga kecilnya. Selama dia melakukan perjalanan liputan ke sana-kemari, dia memang selalu menyempatkan diri untuk memberikan kabar kepada orang-orang tercintanya. Sekilas, mungkin urusan di depan matanya kini adalah pekerjaan liputan di Labuan Bajo yang tidak ada hubungannya dengan orang-orang di rumah. Namun, jika kita ingin berpikir lebih jauh lagi, sesungguhnya alasannya melakukan ini semua tentu saja selain untuk aktualisasi diri adalah untuk keluarganya juga. Sebaliknya, jika suaminya harus dinas di luar kota atau lembur di kantor, dia yang menjaga anak-anaknya di rumah.

Begitu pula dengan Bintang, dia tampak menelepon seseorang secara singkat dan berceloteh dalam Bahasa Jawa. Dia berpamitan dan meminta doa kepada ayahandanya di rumah Semarang. Begitu Bintang bertanya ingin oleh-oleh apa, ayah Bintang hanya menjawab bahwa dirinya hanya ingin oleh-oleh cerita. Ya cerita! Berbeda dengan Bintang yang bepergian ke mana-mana selama hidupnya, sebaliknya, ayahnya tidak begitu. Hidupnya dihabiskan untuk mendidik anak muridnya di sebuah sekolah SMP di Semarang. Selepas pensiun begini, beliau banyak menonton wayang, membaca buku, dan berkumpul bersama para saudara, rekan sesama guru, atau tetangga di rumah. Maka dari itu, beliau mengetahui “kabar dunia” hanya melalui anak bungsu yang dibanggakannya itu.

“Mbak Andromeda, sebelumnya sudah sering ke Bajo, ya?” berbeda dengan Lexi, dia tak kelihatan memberi kabar kepada siapa pun. Kedua orang tuanya juga seorang pelancong. Saking sudah seringnya bepergian, Lexi hanya mengirim satu kalimat pada chat ayah dan ibunya, “Lexi siap take off.” Lalu, setelah itu, dia mengaktifkan ponsel ke mode pesawat dan berbincang dengan Andromeda.

“Kalau aku pergi ke Bajo, iya sih, ada beberapa kali,” respons Andromeda seraya mengaktifkan ponsel ke mode pesawat. Barusan, dia juga mengirimkan kabar kepada kedua orang tua dan tunangannya melalui chat. Serupa dengan Lexi caranya memberi kabar keberangkatan. “Cuma kalau untuk ke desa-desa yang mau kita datangin di Bajo ini, aku pertama kali, sih. Kalau Lexi?” lanjutnya seraya memasukkan ponsel di tasnya.

Lexi menaikkan kaki kanannya ke atas kaki kirinya agar lebih santai, “Ya, aku juga pertama kali ke desa-desa nanti ini, tapi kalau aku memang belum pernah ke Labuan Bajo sama sekali, sih.”

“Lexi jurnalis di Detak juga kayak Mbak Dinas dan Bintang?” tanya Andromeda.

“Oh, enggak,” jawab Lexi, “Aku diajakin projek ini sama Bintang. Bintang ini teman dari SMA.”

Andromeda mengangkat dagu, “Oh, pantesan, kayaknya sudah akrab banget gitu.”

Di sebelah Lexi, Bintang baru saja menutup ponsel dan mengaktifkan mode pesawat, “Apaan lo nyebut-nyebut nama gue?” dia menyenggol Lexi dengan sikut.

“Apa, sih, lo, Bin? Geer amat kalau diomongin?” Lexi menjulurkan lidah.

“Iya, kalian berdua itu kayak sahabat yang kayak complete each other gitu,” komentar Andromeda.

Lexi mencoba mengkonfirmasi apa yang dilihat oleh Andromeda, “Enggak juga sih sebenarnya.”

“Kagak gue kasih projek jalan-jalan lagi lo, Lex!” Bintang protes.

 “Hahaha!” tawa Lexi spontan, “Jangaaaan,” dia memamerkan ekspresi wajah sok manjanya.

“Aku jadi ingat dua temanku gitu,” ungkap Andromeda, “Mereka berdua cewek-cowok sahabatan kayak kalian berdua gini. Terus jalan-jalan dan, jomblo gitu.”

Lihat selengkapnya