Gadis yang sedang duduk menyandar lemas pada dinding, menegakkan badan seketika. Ia tidak tahu sekarang pukul berapa. Namun, jika melihat sinar terang dari jendela, sepertinya sudah mendekati Zuhur. Mata kuyunya menatap tidak berkedip pada lelaki yang muncul begitu pintu terbuka. Dari jarak dua meter, bau rokok dan alkohol menyusup ke syaraf penciuman si gadis. Apalagi ketika jarak makin dekat dan si lelaki berkata dengan nada seperti orang mabuk, "Kamu Mala, kan? Ah iya, pasti kamu Mala!"
Gadis itu menggeserkan badan perlahan ke dinding di mana pintu yang sedikit terbuka berada. Pikirannya tertuju pada satu kata. Kabur.
"Malaaa ... mau ke mana kamu?" Lelaki itu kini berjarak satu setengah meter. Ia mengambil sebatang rokok dari bungkusnya, menyelipkan di bibir hitam, dan menyalakan dengan pemantik.
Si gadis membelalak. Tatapannya tertancap pada batang putih di antara jari telunjuk dan tengah lelaki itu. Sakit kepala dan mual akan mendatangi jika asap rokok terisap. Ia berusaha mengalahkan tubuh yang seolah menancap ke lantai marmer krem muda itu. Si gadis membujuk otak agar berkompromi memikirkan cara mencapai pintu secepatnya, demi terbebas dari rasa takut, lemas, dan meriang.
Gadis itu melirik lagi ke arah pintu dengan badan gemetar dan dada berdentum-dentum. Kembali ia mengajak badannya bergeser perlahan menuju pintu. Si gadis berusaha menghentikan getaran tubuh kala menatap lelaki itu mengisap dalam-dalam dan mengembuskan asap rokok. Kabut putih berhamburan keluar dari hidung bengkoknya. Sambil menyeringai, si lelaki berkata, "Kenapa, Mala? Mau coba-coba kabur? Coba aja, kalau bisa."