"Nah itu dia. Hai, Bang Sat!" Suara Aqila menyambut Satria yang baru datang di rumah makan Ampera. Ia duduk bersebelahan dengan Dina.
"Sudah beres, Sat? Server down katanya, ya?" Taufan yang duduk di sebelah kanan Gya, berhadapan dengan Aqila, menyapa. "Terlalu banyak pengunjung? Wah, selamat! Berarti sukses dong soft launching-nya. Enggak di-unlimited bandwith-nya?"
"Sudah, Bang. Ada eror sedikit di mereka. Tapi, sudah beres. Gimana mobilnya, Bang?" Satria berhenti melangkah setelah dekat dengan meja tempat mereka makan, terlihat agak ragu memilih duduk di mana. Tidak lama dia memutuskan mendekati Gya. Satria membuka jaket hitam dan menyampirkan di sandaran kursi kosong sebelah kiri perempuan yang terlihat asyik menikmati makan siang, seolah tidak terganggu dengan kedatangannya. Gya baru menoleh, itu pun sejenak dengan senyum sangat tipis, ketika Satria menyapa, "Hai, Gya!"
"Masuk bengkel, Sat." Kemudian Taufan menjelaskan sekilas penyebab mogok mobilnya yang mengharuskan menginap tiga hari di bengkel tidak jauh dari tempat mereka makan siang. Ia mengakhiri cerita dengan mengatakan, “Kamu enggak makan, Sat?”
Satria yang merasa diingatkan, menghilang ke ruang depan di mana makanan swalayan tersedia. Hanya sepuluh menit, ia kembali dengan makan siang di nampan. Laki-laki berkaca mata itu tertegun sejenak melihat Bhanu sudah duduk di kursi sebelah Gya. Tidak ada pilihan lain, Satria duduk di samping Dina. Pesan Aqila saat mengajaknya menyusul untuk makan siang ke tempat ini, menyeruak pikirannya.
Aqila D Ruang Bisnis: Buruan ke sini. Katanya mau pedekate. Keburu ada yang nempel, susah nanti. Mumpung orangnya belum datang.
Satria menaikkan kedua alis. Tidak terpikirkan sama sekali melakukan pendekatan dengan siapa pun saat itu. Namun, ia penasaran dengan pernyataan sahabatnya.
Satria BM. Ruang Bisnis: Maksudmu yang belum datang siapa?
Aqila D Ruang Bisnis: Sainganmu, Bhanu. Siapa lagi? Perlu strategi jitu buat nyalip. Kalau gantengnya, kamu sudah pasti kalah, Sat.
Satria tersenyum kecut. Apalagi saat melihat Gya mengobrol dan bercanda dengan Bhanu, tepat di hadapan. Hal yang tidak terpikirkan tadi, melayang-layang di benaknya.
* * *
"Kita duluan ya, Nu, Sat. Nanti kalian nyusul saja kalau sudah selesai." Aqila berdiri dan dia tersenyum menatap Satria. "Eh tapi, kalau Bang Sat mau tetep di sini, enggak masalah. Nu, kita tunggu ya!”
Mata Aqila melirik Gya sekilas sebelum kembali menatap Satria. Laki-laki yang sedang menikmati kopi tertawa kecil. Ia paham maksud Aqila, tetapi tahu diri.
"Aku habiskan ini dulu, Qi. Nanti nyusul ke sana juga, lah."
Aqila ikut tertawa dan berlalu bersama Taufan. Walaupun bukan ruang khusus bebas rokok, mungkin karena ruangan tertutup, para pengunjung yang memilih ruangan itu seolah mengerti. Sampai saat ini belum satu pun yang terlihat merokok. Aqila dan Taufan tidak ingin merusak udara di sana selain karena mereka mengerti ketidaksukaan Satria dan Gya akan asap rokok.
Ketika keduanya sudah jauh, Gya yang sejak selesai makan asyik dengan ponselnya, mendongak dan menoleh ke arah Bhanu. "Nu, menurut kamu, kalau aku libur dulu on bid tiga hari ini buat kasih pinjam mobil Mala ke Bang Taufan, gimana?"
"Maksudnya gimana, Gy?" Bhanu menahan suapannya.
"Maksudku, tiga hari ini, selama mobil Bang Taufan di bengkel, mobil Mala aku pinjamkan ke dia dulu. Biar bisa tetep on bid. Kebayang kan baru di-PHK, mesti bayar bengkel pula, terus enggak on bid. Berarti enggak ada pemasukan, kan Nu? Nanti keluarganya gimana?"