LACAK JEJAK MALA

Puspa Kirana
Chapter #16

Prasangka

Suara langkah mendekat membuat Gya mendongak dari ponselnya. Satria tersenyum menyerahkan secangkir teh panas. “Sorry, Gya. Teh lagi. Kopi yang aku pesan tadi, diminum anak-anak. Aku yang minta. Enggak enak juga rasanya kalau sudah kelamaan.”

Pesanan kopi itu baru datang setelah mereka berangkat ke rumah Mala.

“Enggak apa-apa atuh, Kang. Makasih.” Gya menerima cangkir tersebut.

“Kalau mau, kita bisa mampir di Morning Glory pas pulang nanti buat pesan lagi.” Satria mengempaskan bokong di sofa hitam di hadapan gadis itu. “Kita take away saja kalau kamu belum mau minum di sana.”

Gya hanya tersenyum tipis. Ia belum bisa memutuskan menerima atau menolak usulan Satria. Ia khawatir bertemu para penculik jika berlama-lama di tempat umum, hanya saja hati kecilnya memanas-manasi. Kapan lagi atuh, kamu minum kopi berdua di kafe dengan dia? Belum tentu kesempatan itu terjadi lagi. Gya ingin menghardik, tetapi hati kecilnya malah menambahkan. Enggak usah membohongi diri. Kamu sebenarnya menginginkan itu, karena kamu suka dia, kan? Buktinya tadi waktu melewati ruang kerjanya, kamu ingin berhenti agar tahu pembicaraan mereka selanjutnya.

Duapuluh menit lalu, sebelum Aqila berangkat menemui calon partner Ruang Bisnis bersama Kevin, Gya sempat mendengar percakapan mereka. Tadinya Kevin ingin ditemani Satria. Namun, Aqila tidak setuju. Ia meminta Satria tetap tinggal dan mengantar Gya pulang.

“Bhanu jelas enggak bisa, Vin. Dia sudah janji antar neneknya kontrol ke dokter. Kamu tega Gya pulang cuma ditemani Dina? Bisa apa mereka kalau tiba-tiba penculik-penculik tadi menghadang di jalan? Lagian dari kita semua, cuma Satria yang punya pengalaman bela diri. Menurutku sih, itu pilihan terbaik. Tapi, terserah kamu. Mau kutemani atau enggak?” Aqila melontarkan ancaman dengan nada bercanda.

Gya tidak sengaja mendengar percakapan mereka bertiga saat melewati ruang kerja Satria menuju toilet. Sebenarnya ia ingin sekali berhenti mendengar percakapan selanjutnya dan melihat reaksi Satria. Namun, Gya khawatir ada orang yang memergoki sedang menguping di sana. Akhirnya ia memilih tetap melangkah ke toilet.

Bhanu dan Dina pamit beberapa saat sebelum Aqila dan Kevin berangkat. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan untuk membantu mengatasi masalah usaha penculikan Gya. Jadi, mereka memutuskan melanjutkan aktivitas masing-masing sambil menunggu kabar keberadaan Mala.

“Gya, mau pulang kapan?” Pertanyaan Satria membuat gadis itu tersentak dan kenangannya terurai.

“Eh, sekarang juga boleh.” Gya agak tergagap.

“Di rumah ada orang jam segini?”

Mata Gya beralih ke layar ponselnya. 15.42. Biasanya Mama datang menjelang Magrib jika bepergian. Kiara sejam sebelumnya. Papa seringnya malam. Gadis itu melirik Satria.

“Ada sih, Kang. Bi Imas.”

“Bi Imas? Pembantu?”

Gya mengangguk. “Yang lain biasanya masih di luar jam segini.”

“Tapi, enggak apa-apa kalau kamu mau pulang sekarang. Nanti aku temani kamu sampai yang lain datang. Atau kita mampir di Morning Glory dulu. Lumayan juga waktunya menunggu pesanan kopi dibuat.” Satria berdiri. “Kalau mau pulang sekarang, ayo! Kamu mau diantar pakai mobil Mala atau motor?”

Mobil Mala? Mengingatnya saja membuat sekujur tubuh Gya merinding dan hatinya menciut seketika, sehingga mantap menjawab, “Motor saja.”

Gya baru menyadari kesalahan memilih kendaraan roda dua itu ketika sudah berada di dekat motor Satria. Ia tertegun memandang kendaraan tersebut. Gadis itu menatap Satria bingung saat diminta memakai helm. Sampai-sampai Satria mengambil kembali helm dari tangan Gya dan mengenakan ke kepalanya, saking lamanya gadis itu terdiam. Tubuh Gya menegang. Ini pertama kali seorang laki-laki memasangkan helm di kepalanya. Juga pertama kali Gya berboncengan dengan laki-laki. Dan laki-laki itu Satria. Tiba-tiba muncul semut-semut kecil yang merayap di perut gadis itu.

Lihat selengkapnya