Di kamarnya, Gya tersenyum-senyum sendiri membaca percakapan Grup Driver Pasteur. Grup kembali ramai dan seru malam ini, dengan candaan-candaan para lelaki—seperti biasa—terutama Aqila dan Farhan. Mereka tidak banyak membahas peristiwa tadi pagi. Sepertinya semua menahan diri supaya suasana grup tidak menjadi tegang. Kalaupun masalah itu dibahas hanya untuk mengingatkan Gya agar tidak bepergian sendirian. Di tengah-tengah percakapan grup, Gya melihat pemberitahuan pesan pribadi Whatsapp masuk dari Satria. Senyum perempuan itu melebar. Ia segera memindahkan layar ponsel ke percakapan tersebut.
Satria BM. Ruang Bisnis: Gya, makasih ya. Sudah mau ngobrol banyak dan dengarkan ceritaku tadi sore.
Satria BM. Ruang Bisnis: Makasih juga, kamu bersedia aku ajak ke Cihideung suatu hari nanti kalau masalah Mala ini sudah selesai.
Gya tersipu-sipu. Cepat, ia membalas.
A.Gyandra Candramaya: Aku yang makasih, Kang. Sudah diantar pulang dengan selamat.
Satria BM. Ruang Bisnis: Kamu pasti enggak biasa naik motor. Maaf, ya. Lain kali aku antar pake mobil.
Lain kali? Pipi Gya menghangat.
A.Gyandra Candramaya: Nanti ngerepotin.
Satria BM. Ruang Bisnis: Enggak kok.
Satria BM. Ruang Bisnis: O iya, kamu sudah cerita sama papa mamamu tentang kejadian tadi pagi?
A.Gyandra Candramaya: Belum. Nanti saja.
Gya jadi ingat, pesan-pesan yang dikirimkan kepada Papah sebagai syarat mendapatkan izin menjadi sopir taksi online, setelah usaha penculikan terjadi. Gadis itu mengirimkan pesan bahwa ia hari ini memutuskan libur bertugas karena membantu teman yang sedang kesulitan. Saat Papah lanjut bertanya apakah kesulitan itu seperti sebelumnya, meminjamkan mobil Mala ke teman yang kendaraannya masuk bengkel, Gya mengiyakan. Rasa tidak enak hati yang muncul saat mengirimkan pesan tersebut, kembali hadir. Namun, ia belum berani mengatakan hal sebenarnya kepada Papah. Dipastikan Mamah akan makin menjadi membanding-bandingkannya dengan Kiara dan melanjutkan memaksakan perjodohannya dengan anak Tante Munaf. Ia tidak ingin itu terjadi.
Benak gadis itu kembali mengingatkan ajakan Satria menjadi asisten trainer. Ia harus memastikan hal tersebut sebelum menceritakan usaha penculikan tadi pagi kepada Papah dan Mamah. Dengan adanya pengganti pekerjaan sebagai sopir taksi online yang lebih bisa diterima mereka karena asisten trainer dianggap lebih tinggi derajatnya, tentunya Papah dan Mamah tidak akan terlalu keras menyalahkan putri sulungnya atas peristiwa tadi pagi. Gya hampir menuliskan pesan bermaksud menanyakan kepastian tersebut, ketika pesan dari laki-laki itu datang.
Satria BM. Ruang Bisnis: Kenapa? Mereka perlu tahu supaya enggak membiarkan kamu sendirian. Takut mereka marah, ya?
A.Gyandra Candramaya: Ya gitu, deh.
A.Gyandra Candramaya: O, iya. Kang Satria kan pernah ngajak aku jadi asisten trainer. Apa tawaran itu masih berlaku?
Gya menatap layar ponsel berharap-harap cemas. Senyumnya nyaris tak bersisa.
Satria BM. Ruang Bisnis: Aku sudah bilang sama Mas Bambang. Katanya nanti kalau ada pelatihan lagi, kamu bisa ikut bantu.
Gadis itu menarik napas dalam. Lengkungan di bibirnya kembali melebar. Ia bertekad akan berusaha menjadi asisten trainer sebaik mungkin.
Satria BM. Ruang Bisnis: Tapi, kamu tetap harus bilang kejadian tadi pagi sama orangtuamu, Gya. Mau aku temani?
Jari-jari tangan Gya yang sedang menuliskan pesan terima kasih berhenti. Semut-semut mulai berdatangan di perutnya.
A.Gyandra Candramaya: Makasih ya, Kang. Tapi, nanti saja bilang Papah sama Mamah kalau kabar Mala sudah lebih jelas.
Lagian ada Kang Satria. Dulu juara karate se-Jawa Barat. Pasti kita aman selama berada dekatnya, kan? Kedua mata gadis itu membulat begitu menyadari hati besarnya membisikkan itu. Wajahnya memanas dan semut-semut di perutnya bertambah banyak.
Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Dengan wajah masih memanas dan semut-semut berkeliaran di perut, Gya bangkit.
“Teh, Bibi teh nemu ini.” Bi Imas mengasongkan kartu nama begitu pintu kamar dibuka. “Dari jaket abu-abu yang tadi sore Teteh pakai.”
Gya lupa tidak memeriksa jaket abu-abu pinjaman itu sebelum tadi dimasukkan keranjang cucian. Tanpa sadar, karena kesal, ia memasukkan kembali kartu nama Rangga ke saku jaket. Setelah menerima kartu tersebut dan berterima kasih, lekas Gya kembali duduk di ranjang dan membuka percakapan Whatsapp dengan Satria yang barusan ditinggalkan.
A.Gyandra Candramaya: Kang Sat, aku sudah tahu nomor Kak Rangga. Jadi kita bisa lapor polisi, Kang.
Gadis itu melirik kartu nama Rangga. Ia ingat percakapan yang berakhir dalam kekesalan. Rasanya malah harus menghubungi lagi laki-laki menyebalkan itu. Tiba-tiba tebersit satu ide.