Langit-langit kamar berwarna putih bersih seolah menjadi layar bioskop besar bagi Gya. Bergantian peristiwa-peristiwa yang terjadi dan mendekatkannya dengan pemuda yang baru saja ia tinggalkan di luar kamar, menampakkan diri bagai film seri yang diputar di layar itu. Membuat kantuknya berkurang banyak. Ia jadi sulit memasuki alam mimpi.
Gadis itu berharap bisa segera bertemu Mala sehingga terbebas dari ketakutan bertemu kembali para penculik. Ia juga berharap terbebas dari rasa bersalah karena membiarkan hatinya terbawa suasana menyambut semua perhatian Satria dan sepertinya membuat hati Dina terluka. Ia ingin terbebas dari kekhawatiran kehilangan teman-teman Driver Pasteur seperti yang pernah terjadi, kehilangan beberapa teman-teman dekat SMA-nya. Gya juga berharap bisa terbebas dari rasa lelah karena berusaha menghindar terus dari Satria, plus dari rasa membutuhkan laki-laki penggemar kopi itu yang makin menguat. Termasuk terbebas dari ketidaknyamanan saat menjadi tempat curhat Dina akan perasaan temannya itu untuk Satria.
Gya menarik napas dalam-dalam. Pantas saja capek. Hati kecilnya mulai mengomel. Banyak banget beban yang kamu beri untukku. Kemampuanku terbatas, Gya. Enggak selamanya punya tempat kosong apalagi untuk menampung curahatan-curhatan perempuan itu.. Sekarang tempat ini nyaris penuh. Aku perlu membuang sebagian sampah-sampah yang mulai membusuk, kalau enggak mau dadamu meledak.
Rahang gadis itu mengeras. Ia mengakui kebenaran kata hati kecilnya. Ia merasa ini tidak adil. Mengalah untuk kebaikan semua orang ternyata berat. Lagi pula apa benar itu yang kamu mau, Gya? Hati kecilnya menambahkan. Bukan salahmu kan jika ternyata dia punya harapan yang sama denganmu dan membuat orang lain tersakiti.
Peristiwa setelah tumpahnya air mineral di stasiun Solo Balapan menjadi tayangan berikutnya di layar benak gadis itu. Gya benar-benar tidak enak hati dan merasa bersalah melihat wajah Dina yang seolah kehilangan cahaya. Ia tahu penyebabnya. Perhatian Satria yang intens kepadanya sejak di Stasiun Bandung. Gya kurang tidur bukan hanya karena tidak biasa tidur di posisi duduk dan dinginnya kereta seperti yang diucapkan kepada pemuda itu. Melainkan juga karena curhatan Dina sebelum mereka memutuskan tidur. Maksudnya, Gya yang memutuskan segera berpura-pura tidur untuk menghindari kelanjutan curhatan perempuan di sampingnya yang membuat hati makin menguncup.
Belum lagi rasa takut bertemu para penculik yang sampai sekarang masih menghantui. Ia jadi tidak bebas bepergian. Jika bepergian pun ia ketakutan ketika memergoki orang-orang tidak dikenal menatapnya lama. Gadis itu merasa tatapan tersebut menyelidik dan saat ia lengah mereka menarik membawanya pergi entah ke mana. Benaknya berhenti di situ, tidak berani melanjutkan imajinasinya. Bahkan selama di rumah pun tidak jarang Gya ketakutan saat mendengar kendaraan berhenti di depan rumah atau mendengar bel pintu berbunyi. Meskipun rasa ini berkurang ketika banyak yang menemani, tetapi ia tidak ingin menyimpannya lebih lama di hati. Ketakutan yang sama sempat menyambanginya sewaktu di kereta tadi malam. Ia khawatir ada penculik di antar penumpang. Itu juga yang membuatnya tidak bisa tidur.
Tiba-tiba terdengar suara pemberitahuan masuk beberapa pesan Whatsapp. Gya sebenarnya malas mengecek itu. Namun, entah kenapa tangan kanannya malah meraih ponsel dari meja kecil di sebelah ranjang. Mungkin karena kantuknya sudah benar-benar menghilang. Kedua alisnya naik ketika membaca pesan-pesan yang baru masuk.
Nomor tidak dikenal: Hai, Gya! Kapan kamu ke kantor Satria lagi? Aku mau ambil jaket.
Nomor tidak dikenal: Aku bisa hari ini jam makan siang. Atau apa sambil makan siang bareng saja?
Nomor tidak dikenal: ada tempat makan baru. Dijamin makanannya enak dan halal semua. Aku bisa jemput kamu di mana pun kamu berada.
Nomor tidak dikenal: Kamu juga dijamin aman kalau bareng aku. Enggak bakalan ada yang berani nyulik.
Nomor tidak dikenal: Sendloc, ya.
Nomor tidak dikenal: Btw, kamu kayaknya belum save nomorku. Tapi, kamu pasti tahu ini nomor siapa.
Saat pesan berhenti datang, Gya mengecek nama pengirim dari bagian info. Ujung-ujung mulut gadis itu seolah tertarik gravitasi begitu dugaannya benar. Nama ~Rangga R. Arundaya tercantum di sana. Ia mendecak dan hampir menyimpan kembali ponsel mengabaikannya ketika pesan dari nomor itu datang lagi.
Nomor tidak dikenal: Gya, kok enggak dibalas? Kalau gitu, aku WA call, ya.
Gya memejam kuat-kuat. Gya jangan terima! Ya Allah, gimana bisa istirahat? Hati kecilnya menjerit.
* * *
"Gya! Bangun! Sebentar lagi makan siang!"