LACAK JEJAK MALA

Puspa Kirana
Chapter #30

Pencarian

Ruang rapat yang luas di lantai dua gedung kantor Travelindo, tampak lengang. Sejumlah kursi yang mengelilingi meja panjang besar di tengah ruangan sekarang kosong. Beberapa menit lalu ayah Rangga, Genta, dan para menajer perusahaan sang ayah sudah meninggalkan ruangan. Hanya Rangga yang belum beranjak dari kursinya. Ia terdiam menatap ponsel. Laptop di hadapannya dibiarkan terbuka walaupun Pak Arif, orang terakhir yang meninggalkan ruangan sudah tidak terlihat. Pesan Whatsapp yang ia kirim sebelum rapat masih centang satu. Artinya ponsel Gya, kepada siapa pesan itu dikirim, belum aktif. Pemuda itu memutuskan mencoba lagi.

Rangga mengirimkan beberapa pesan Whatsapp kepada Gya. Hasilnya masih sama. Kemudian jempol kanan Rangga menekan tanda gagang telepon di bagian atas layar. Nada panggil terdengar di telinga. Sampai habis nada itu, panggilan Whatsapp-nya tidak juga diangkat. Laki-laki itu mencoba hingga lima kali, tetapi hasilnya tidak berbeda. Rangga beralih kepada panggilan telepon biasa. Terdengar suara perempuan mengatakan ponsel Gya sedang tidak aktif. Dicoba lagi beberapa kali, tetap suara perempuan itu yang terdengar.

Pemuda itu membuka kembali percakapan Whatsapp-nya dengan Gya. Percakapan terakhir mereka terjadi kemarin sore. Ia membaca lagi percakapan itu dari awal. Tidak ada yang aneh, mengalir seperti biasa. Mereka membahas tentang kabar Mala termasuk tawarannya untuk menemani saat perempuan itu bertemu Mala nanti, yang ditolak Gya halus dengan menuliskan: "Kak Rangga serius? Hampir semua teman-teman DP mau menemani aku. Nanti Kakak bingung, enggak ngerti kita bicara apa."

Sebetulnya, tidak masalah jika itu terjadi. Baginya bisa berdekatan, memandang, dan mendengar suara renyah Gya secara langsung, sudah cukup. Ia tidak peduli dengan keadaan sekitar. Namun, kali ini gadis itu bersikeras tidak mengizinkan. Rangga akhirnya setuju dengan syarat perempuan itu bersedia makan bersamanya.

Sebelum rapat tadi, ia bermaksud menagih janji itu. Rangga berencana meminta Gya untuk makan bersama nanti malam. Sekalian mencari tahu, apakah perempuan yang disukainya masih bebas setiap malam Minggu. Namun seperti barusan, pesan-pesan Whatsapp-nya hanya centang satu, panggilan Whatsapp tidak diangkat, panggilan telepon biasa dijawab dengan pesan otomatis yang menyatakan ponsel gadis itu sedang tidak aktif.

Rangga melirik angka 17.26 di bagian atas layar ponselnya. Di kepalanya tercipta pertanyaan, ada apa dengan gadis itu. Tidak biasanya ponsel Gya tidak aktif selama itu. Ia berusaha berpikiran positif. Mungkin ponselnya rusak atau hilang. Ia jadi menyesal tidak pernah meminta nomor telepon gadis itu.

Setelah terdiam beberapa jenak, Rangga mencari kontak Satria. Walaupun sungkan, dalam kasus ini, ia merasa menghubungi laki-laki itu pilihan terbaik. Pada nada panggil ketiga, panggilan teleponnya diangkat dari seberang. Mereka berbasa-basi sebentar, sebelum Satria dengan gusar mengabarkan bahwa Gya diculik lagi tadi siang dan kali ini para penculik berhasil membawa gadis itu entah ke mana.

Rangga terperanjat. Dengan nada khawatir ia mengatakan, “Sat, sudah kamu laporkan lagi ke polisi? Terus orangtua Gya sudah tahu?”

“Aku sudah kontak Mas Baskara. Dia yang akan lapor polisi. Habis Magrib, rencananya aku sama teman-teman DP mau ke rumah Gya, kasih tahu papa mamanya.”

“Aku ikut ke rumah Gya, Sat. Kamu sekarang di mana? Sendloc, ya. Aku ke situ.”

Satria mengirimkan lokasi kantor Ruang Bisnis. Setelah percakapan mereka berakhir, Rangga menutup laptopnya bersamaan dengan pintu ruang rapat dibuka dari luar.

“Masih ada yang dikerjain, Ka? Kalau enggak, kita pulang, yuk!” Mas Genta muncul dari balik pintu.

“Aku mau ketemu teman dulu. Aku pinjam mobil dan Pak Iyan. Ayah ikut pulang sama Mas Genta, ya?”

* * *

Satria masih menatap ponselnya beberapa saat setelah mengakhiri percakapan telepon dengan Rangga. Kegelisahan yang hadir sejak kehilangan jejak Gya karena diculik dan dibawa entah ke mana, masih merajalela walaupun tadi sore sudah mendapat kabar dari Bhanu bahwa Baskara bisa dihubungi. Baskara meminta mereka tetap tenang dan berjanji membantu menemukan Gya. Ia juga berjanji segera melaporkan peristiwa ini kepada polisi. Sesungguhnya Satria tidak yakin Baskara menepati janji. Selama ini ia dan teman-teman DP merasa dipersulit keluarga Mala untuk mengetahui kejelasan kenapa Gya sampai diculik. Namun, pemuda itu setuju. Dua peristiwa masa lalu yang melibatkan aparat negeri itu, masih menyisakan ketidaknyamanan jika harus berinteraksi langsung dengan mereka.

Di dada Satria bergumul rasa khawatir, marah, dan menyesal. Semua dengan tambahan "sangat". Ia sangat khawatir dengan keselamatan Gya. Bulu kuduk Satria berdiri dan tubuhnya menegang memikirkan hal-hal buruk yang mungkin saja sedang Gya alami saat ini. Pemuda itu memejam dan memohon agar Sang Maha Kuasa melindungi gadis yang disukai … bukan … bukan hanya disukai, melainkan disayanginya itu.

Satria sangat marah kepada para penculik yang sudah membawa Gya entah ke mana, dan kepada Mala, karena sampai sekarang masih belum juga muncul menyelesaikan masalah ini. Ia ingin memaki anggota lama Driver Pasteur itu. Apa ia tidak punya perasaan? Katanya Gya sahabat SMA, kenapa dibiarkan menjadi korban? Sahabat macam apa sampai sekarang tidak kelihatan bergerak padahal sudah mendapat kabar Gya diculik.

Laki-laki itu bahkan marah pada dirinya sendiri dan sangat menyesal telah meminta Gya turun duluan saat akan parkir di Job Fest tadi siang. Karena kabar Mala sudah didapatkan, maka ia merasa lebih aman dan tenang, membuatnya menjadi lengah membiarkan Gya sendirian di tempat umum. Hanya saja, Satria juga tidak menyangka para penculik berani membawa paksa Gya di tempat cukup ramai dan hanya dalam beberapa detik setelah gadis itu sendirian. Jika saja diberi kesempatan, Satria ingin kembali ke masa itu, mengubah apa yang sudah terjadi. Ia akan selalu ada di samping Gya. Ia tidak akan meminta gadis itu turun duluan.

Lihat selengkapnya