LACAK JEJAK MALA

Puspa Kirana
Chapter #32

Menemukan

"Gya ... Gya ...." Rangga yang berjongkok, mengusap lembut dan hati-hati cairan merah yang keluar dari hidung dan sudut bibir Gya dengan potongan kaus gadis itu. Hatinya serasa dicabik-cabik pisau tajam melihat kondisi Gya. Wajah cantiknya dipenuhi luka. Bibir dan sekeliling matanya membengkak. Rangga menatap gadis itu dengan sorot sangat khawatir. Ia melihat mata Gya yang redup dan sayu balas menatapnya. Kemudian perlahan mata itu menutup. Kepala gadis yang terbaring di lantai itu terkulai lemah.

"Gya! Gya! Bangun!" Rangga panik menggoyang-goyangkan badan Gya. Namun, gadis itu bergeming. Lekas, ia mengangkat tubuh Gya. Pemuda itu mengaduh ketika berdiri dari jongkok. Pergelangan kaki kanannya terasa ditusuk-tusuk. Tanpa memedulikan itu, Rangga berusaha melangkah secepat mungkin ke luar kamar. Baru beberapa langkah dari kamar tempat Gya disekap, terdengar derap kaki berlari menyusulnya.

"Ga! Sini aku yang gendong Gya." Tersengal-sengal, Satria sampai di sebelah Rangga.

Rangga berhenti melangkah. Ada rasa tidak rela menyerahkan Gya kepada pemuda di sampingnya. Namun, mau tidak mau ia mengakui apa yang diminta laki-laki itu lebih baik. Satria mampu membawa Gya lebih cepat sampai di mobil. Artinya mereka jadi lebih cepat juga sampai rumah sakit sehingga gadis itu bisa segera ditangani. Sayangnya, belum sempat Satria mengambil alih Gya dari dekapan Rangga, tiba-tiba terdengar suara laki-laki berteriak dari arah depan mereka, "Hei! Kalian siapa?! Ngapain di sini?!"

Satria segera bergerak dua langkah ke hadapan Rangga, menghalangi dua orang laki-laki bertato, yang satu berkaus hijau tua dan yang satu berkaus hitam, agar tidak bisa mendekati Rangga. Ia bersiap menyambut kedua laki-laki bertato itu yang berjalan cepat mendekat, seraya berkata, "Ga! Bawa Gya ke mobil. Terus langsung ke rumah sakit. Cepat! Enggak usah nunggu aku!"

Rangga menurut. Ia terperanjat ketika melihat salah satu laki-laki bertato memegang pisau. Pemuda berjaket marun itu berteriak," Sat! Ada yang bawa pisau! Hati-hati!"

Rangga berusaha mempercepat langkah sewaktu mendengar suara salah seorang laki-laki bertato mencegahnya pergi. Membuat Satria berteriak mengulangi sekali lagi perkataannya tadi. Lekas Rangga melewati dapur dan ruang makan menuju pintu depan. Ia mendengar suara-suara perkelahian antara Satria dengan kedua laki-laki bertato. Pemuda itu sempat berhenti sejenak di ambang pintu menuju ke ruang keluarga dari ruang makan, karena terdengar teriakan kesakitan temannya. Namun, ia segera melanjutkan langkah kembali melihat wajah Gya yang terluka.

* * *

"Jangan berani-berani dekati mereka!" Cepat Satria maju mendekat kepada kedua laki-laki bertato. Badannya menghalangi salah satunya yang terlihat bergerak menuju Rangga. "Ga! Bawa Gya ke mobil! Cepat!"

"Minggir!" Laki-laki berkaus hijau tua mendorong kasar dada Satria. Ia masih berusaha mengejar Rangga yang berjalan agak lambat karena kakinya cedera. Belum lagi tubuh Gya yang dibopong menambah beban kakinya.

Satria menarik baju kaus hijau tua dan mendorong kuat-kuat badannya sehingga laki-laki itu terhuyung-huyung ke belakang menjauh dari arah Rangga berjalan.

“Bajingan lo! Bang Edo! Kejar yang satunya!” teriak laki-laki berkaus hijau tua.

Perhatian Satria beralih kepada Edo. Ia bergerak cepat melingkarkan tangan kanan ke leher laki-laki berkaus hitam yang sedang melangkah ke arah Rangga. Selanjutnya pemuda itu menarik kuat-kuat leher itu dan membanting badan Edo ke lantai.

“Bangsat!” umpat Edo begitu badannya menghantam lantai dengan keras.

Satria tidak memperhatikan kalau laki-laki berkaus hijau tua memegang pisau. Rangga yang sempat melihat berteriak mengingatkan Satria sebelum meninggalkan lorong, “"Sat! Ada yang bawa pisau! Hati-hati!"

Laki-laki berkaus hijau tua dengan cepat bisa menyeimbangkan diri. Ia maju mendekati Satria setelah berdiri tegak lagi. Begitu juga dengan Edo yang dengan cepat meraih kasar tangan Satria dan berusaha mengunci supaya laki-laki berkaca mata itu tidak bisa bergerak. Pemuda itu menangkis tangan Edo. Perhatian kepada laki-laki berkaus hijau tua jadi berkurang.

“Dion! Jangan pergi! Kita bereskan yang ini dulu!” Edo berteriak sesaat setelah terpantau melalui ekor mata, Dion berjalan terburu-buru menuju pintu keluar yang baru saja dilewati Rangga.

Satria sempat terbebas dari tangan Edo dan bermaksud mendekat kepada Dion untuk mencegah laki-laki itu mengejar Rangga. Namun, tangan Edo kembali mencengkeram lengannya. Kali ini lebih kuat dan dengan cepat tangan satunya lagi meraih dada kemudian mengunci badan Satria. Pemuda berkacamata itu berusaha melepaskan diri dari kuncian Edo. Dengan kemampuan bela diri yang digeluti semasa kuliah dulu, ia masih mampu melepas kuncian tersebut. Satria sudah berhasil melepaskan diri, tetapi karena kacamatanya terlepas, penglihatan pemuda itu berkurang sehingga pisau Dion melukai tangan kiri. Ia mengaduh saat cairan warna merah membasahi dengan cepat ke lengan panjang kemeja kotak-kotak biru-putih-abunya.

Satri jadi agak lengah. Ia masih terdiam menatap lengannya yang berdarah sewaktu Dion, sembari bersumpah serapah, melayangkan kembali pisau berusaha mengenai leher Satria. Walaupun ia sempat bergerak menghindar, tapi karena terlambat, pisau itu berhasil menorehkan luka di bahu kanan. Satria mengaduh lagi, kali ini lebih pelan dari sebelumnya. Mendapatkan dua luka sabetan pisau dan tenaga yang cukup terkuras ketika mengalahkan penculik pertama, membuat gerakan Satria melemah dan melambat. Sementara gerakan Edo dan Dion tetap kuat karena tenaga mereka nyaris masih utuh. Beberapa kali Satria mendapatkan luka sabetan pisau lagi.

Lekas Satria cepat melangkah mundur, menghindari serangan kedua laki-laki bertato. Hingga ia tidak bisa mundur lagi karena punggungnya mengenai dinding di lorong menuju dapur. Satria berteriak kesakitan ketika pisau Dion menusuk pinggang kanan. Ia berusaha mendorong laki-laki itu dengan kedua tangan. Namun, kedua tangan Edo sudah kembali menguncinya. Satria merasakan sekali lagi sakit di pinggang yang sama.

Pandangan pemuda itu mulai berkunang-kunang. Tubuhnya sudah tidak berdaya untuk membela diri saat terdengar langkah-langkah kaki dan teriakan beberapa laki-laki mendekat. Satria sempat melihat tiga orang berseragam polisi berlari mendekat sebelum gelap melingkupinya.

* * *

Rangga berjalan hilir mudik terpincang-pincang di IGD rumah sakit swasta besar yang berada di jalan Dago, setelah mengabari ayahnya. Wajah laki-laki itu tegang menunggu kabar dari dokter atau perawat yang sedang melakukan tindakan menyelamatkan Gya. Aqila tampak duduk di salah satu kursi penunggu tidak jauh dari Rangga. Di sebelahnya duduk Dina yang sudah duluan sampai di rumah sakit ini. Perempuan itu memutuskan langsung berangkat ke rumah sakit tersebut ketika Aqila mengabari ia membawa Gya ke sini. Rangga melihat kedua teman Satria itu sedang fokus dengan ponsel masing-masing.

Lihat selengkapnya