LACAK JEJAK MALA

Puspa Kirana
Chapter #37

Epilog: Pernikahan

Kadang kala kita juga tidak menyangka. Ternyata semua krisis yang hadir bermaksud mempertemukan kita dengan rasa bahagia.

Lagu “Akad” yang dilantunkan Payung Teduh bergema ke seluruh taman luas bagian dari salah satu kafe di daerah Ciumbuleuit pada Minggu siang yang cerah. Gerbang masuk yang berupa lengkungan bunga-bunga indah menyambut para tamu begitu memasuki halaman kafe itu. Konsep pesta taman menjadi pilihan mempelai, biasanya karena mereka menyelenggarakan pesta pada musim kemarau dan tidak terlalu banyak mengundang tamu. Tidak ada antrean saat menulis di buku tamu dan ketika bersalaman dengan kedua mempelai di panggung. Para tamu bisa menikmati hidangan dari berbagai gerai makanan yang tersebar di taman itu tanpa menunggu lama. Namun, tetap saja keramaian terjadi. Para tamu membentuk kumpulan-kumplan dan saling berbincang. Apa lagi mereka yang sudah lama tak jumpa, tak mampu menahan diri berteriak saat menyapa dan tertawa kencang di sela-sela percakapan.

Namun, itu tidak terjadi pada seorang gadis berkerudung hijau pastel dengan gaun panjang senada. Ia berdiri sendirian di satu sudut taman tempat foto-foto kedua mempelai terpampang. Sudut tersebut tidak terlalu ramai, mungkin karena jauh dari gerai makanan dan minuman. Gadis itu sengaja memilih tempat ini setelah menyantap semangkuk cream soup dan mengambil penganan ringan. Ketidaknyamanan kadang-kadang masih menyambanginya saat berada di keramaian dengan tatapan intens dari beberapa orang ke arahnya.

Sang gadis berdeham beberapa kali menghilangkan sisa-sisa penganan ringan di tenggorokan sebelum memperhatikan kembali foto-foto kedua mempelai satu per satu. Pengantin perempuan tampak cantik membuat pangling dengan riasan wajah sempurna dan balutan kerudung serta gamis panjang merah muda, bergantian dengan hijau muda dan abu-abu. Pasangannya tidak kalah menarik berkemeja panjang dan pendek warna senada. Satu hal yang membuat gadis itu kagum, tidak satu pun mereka terlihat berdekatan dalam satu foto. Kebanyakan foto menampilkan mempelai sendiri-sendiri di tempat yang berbeda-beda. Jikapun berdua, jaraknya cukup jauh. Kadang-kadang salah satunya nyaris berbentuk siluet atau buram. Ia jadi ingat pertanyaan dengan nada menggoda dari pemuda yang tadi menemaninya di sudut ini. “Kamu mau foto prewed kita seperti ini?”

Gadis itu tersenyum tersipu-sipu. Suhu wajahnya merangkak naik.

“Kamu juga mau kita nikah di taman terbuka seperti ini?” Si pemuda makin semangat menggoda.

Suhu wajah sang gadis melompat lagi dua derajat. Apa lagi saat hatinya berbisik. Ah, pernikahan apa pun, asalkan sama dia. Eh, dia siapa?

"Gya!"

Kilas baliknya terinterupsi. Tanpa sadar gadis itu melanjutkan bisikan hatinya. Dia, yang punya suara itu.

“Gya!”

Panggilan kedua menyadarkan sepenuhnya benak sang gadis kembali ke masa kini. Napasnya agak tertahan saat menggerakkan tubuh menghadap si pemanggil, pemuda yang tadi membuat wajahnya memanas. Gya, gadis itu, kembali tersenyum tersipu-sipu karena pikirannya barusan. Si pemuda tersenyum seraya menyodorkan segelas air putih dingin. Gya berterima kasih sewaktu menerima gelas itu. Ia duduk di kursi tidak jauh dari mereka berdiri sebelum meminum airnya. Tadi, pemuda itu meninggalkannya sebentar karena ia sempat tersedak selagi memakan penganan ringan sewaktu si pemuda melanjutkan godaannya menanyakan kapan pemuda itu diizinkan melamarnya.

“Gya, maaf tentang pertanyaan-pertanyaan tadi, bikin kamu kaget. Terlalu cepat, ya?” Pemuda itu duduk di sebelah Gya. “Tapi, aku serius.”

Sang gadis diam menatap gelasnya. Ia Ingin menjawab seperti bisikan hatinya, tetapi malu. Wajah Gya menghangat lagi.

“Gya, aku ….” Ucapan pemuda itu terpotong karena seorang laki-laki menyapa mereka.

“Ternyata, kalian di sini.” Laki-laki yang baru datang diikuti perempuan berkerudung ungu muda itu, menepuk bahu si pemuda. “Eh, Sat! Makasih, ya. Saran-saranmu bantu banget kita menyiapkan Traveldigi.”

“Aku yang makasih. Kamu sudah bantu aku ketemu dia lagi kemarin.” Satria, laki-laki yang sedang duduk, melirik Gya. “Tapi, kamu ikhlas kan, Ga?”

Lihat selengkapnya