Perkataan Mimi membuat Vivi dan Sasa bertukar pandang bingung, terlebih sahabat mereka itu menarik lengan mereka.
"Ayo duduk dulu. Aku jelasin."
Keduanya menurut seperti murid TK disuruh guru untuk duduk. Di mata mereka Mimi memang spesial. Cowok mana yang tidak takluk oleh Ratu Tomboy Sejagat? Anak basket? Mimi pernah suka sama senior, dia menantang basket dan cowok itu tunduk. Anak band? Ada murid SMA yang ditaklukkan dengan cara dia ikut bermain gitar. Seorang dokter? Dulu Mimi pura-pura sakit dan berhasil memacari dokter muda itu. Semua cowok-cowok itu hanya bertahan seminggu jadi pacarnya, lalu secara sepihak dia memutuskan mereka. Benar-benar playgirl sejati.
Sekarang keduanya menanti apa yang akan Mimi ucapkan.
Dan tak butuh waktu lama untuk gadis itu berucap. "Jangan mengejar cogan, tapi buat mereka penasaran dengan kita."
"Penasaran gimana?" selidik Vivi.
"Ya jangan jadi murahan. Intinya--"
"Intinya nge-drama, ya kan?" sela Sasa. "Dah ah, kelamaan. Mi, sorry, cowok ini beda seperti cowok yang kamu taklukkan. Biasanya kamu tau di mana cowok-cowok itu berada, tapi ini beda. Kita enggak tau apa-apa tentangnya, kecuali dari akun sosmed, ya kan Vi?"
"Ho o, setuju. Lagian cowok-cowok itu takluk kan karena kamu memang ... apa kata mereka, Sa?" tanya Vivi.
"Menggairahkan, seperti kuda liar."
"Heh," sela Mimi. "Siapa yang bilang gitu? Enak aja kuda liar."
"Ye semua cowok yang pacaran sama kamu," sahut Sasa, sesekali dia mengamati cowok yang sedang duduk membaca buku di kursi dekat tempat gym. "Dah ah, keburu kabur tuh cowok. Ada cara ampuh enggak? Minimal kita bisa kenalan gitu."
"Mi, buruan, ada cara instan enggak?" sambung Vivi. "Cepet dong, mikir aja lama banget, kek mikir jawaban soal Matematika."
Mimi memandang datar keduanya bergantian, lalu menyeringai kecil. "Mau instan?"
"Iya," jawab Vivi dan Sasa serempak.
"Ada caranya, mudah banget. Salah satu dari kalian pura-pura jatuh. Nanti, ada alasan nih buat kalian berkenalan--"
"Oalah, cuma itu?" Sasa menyela ucapan Mimi. "Kalau itu sih, dari baca novel teenfiction juga banyak! cliche sekali!"
"Tunggu." Vivi menarik lengan sasa. "Siapa yang jatuhin diri? Kamu apa Vivi? Janagn jatuh berdua."
Sasa menjawab, "Ya aku lah."
"Enak banget, ntar kamu dong yang mendominasi," ujar Vivi. "Aku sama Mimi jadi kambing putih."
"Ya itu urusanmu. Dah dulu, buru-buru nih."
Vivi menarik lengan Sasa, ia hendak maju duluan, tapi Sasa menarik balik, maju mendahului. Merasa dizalimi, Vivi menarik kasar lengan Sasa sampai gadis itu nyaris jatuh. Terus saja begitu hingga Mimi merekam semua kejadian itu pakai hp.
"Bagus! Buat instastory-ku! Hajar Vi! Yak, jambak rambutnya, Sa!" Sebagai teman yang baik, setelah puas menari-nari di atas penderitaan teman, juga karena mulai terciptanya kerumunan di sekitar mereka, Mimi melerai mereka juga. Dia seperti wasit tinju ketika kedua petinju saling gigit telinga.
Dia mendorong keduanya hingga saling menjauh. "Sudah sudah, woi! Malu dilihat orang! Dari pada ribut, mending suit deh. Yang menang, yang jatuh. Ayo, aku jadi wasit."