Lady Bug

AdityoWahyu
Chapter #11

11. Perdebatan Pertama

Anjas memperhatikan betapa cerahnya wajah Vivi ketika menjawab tadi. Sekilas dia teringat akan sosok yang dulu memiliki senyum tak kalah indah. Sosok yang dulu sempat sangat dia sayangi, tetapi sekarang menjadi setan yang sangat dia benci, hingga ingin memakannya mentah-mentah.

"Romance itu genre, kan?" tanya Vivi, dengan wajah polos menyertai ucapannya.

Anjas terkekeh. "Romance?" Nada bicaranya mengejek. Semua itu karena genre yang Vivi pilih sangat sering dia dengar sampai membuatnya muak. "Kenapa harus Romance? Kenapa bukan Fantasy? Kenapa bukan History?"

"Karena Romance sesuatu yang indah, memuat banyak cinta dan uwu-uwu. Semua manusia pasti memiliki kisah cinta, kan? Bahkan Kakak juga pasti punya. Jadi bakal mudah menulis novel Romance, percaya deh."

Vivi memperhatikan perubahan raut wajah Anjas, yang tadi ramah kembali dingin. Ia sadar jika telah berbuat salah, tapi apa? Kenapa? Mungkin karena sombong? Dia memilih bertanya dari pada tersesat dalam pikiran. "Kak? Kenapa?"

"Kalau boleh tau, premis apa yang ingin kamu buat untuk novel ... Romance?" lanjut Anjas, kali ini dengan suara santai tapi tetap memberi raut wajah serius. Dia memang tak pernah main-main dalam masalah novel.

Mendapat pertanyaan itu membuat Vivi benar-benar blank. Selama ini dia hanya bisa copy paste, mana paham premis. "Premis itu apa?"

Memang suatu hal yang baru dia dengar dan pertanyaan itu karena memang tak tahu, tetapi Anjas malah menyeringai.

Semua itu memancing Vivi untuk memandangnya dengan datar. "Serius, kak. Aku enggak tau apa maksud Kakak."

Napas lembut keluar dari hidung Anjas, lalu ia berkata, "Dengar baik-baik. Catat kalau perlu. Premis itu adalah inti dari sebuah cerita. Kisah yang kamu buat tentang apa?"

"Tentang anak SD yang jatuh hati, terus pacaran deh." Nada bicara penuh energi itu malah membuat Anjas menepuk kening.

Ulah pemuda itu membuat Vivi bertanya-tanya, tapi tak berani berucap takut salah bicara.

Anjas bergumam, "Benar-benar enggak paham ya?" Dia bersanggah dagu di meja, lalu mulai menjelaskan dengan nada pelan dan panjang supaya Vivi bisa mendengar dengan baik, syukur menanam ucapannya ke dalam pikiran. Cara dia bicara seperti berbicara dengan anak SD.

"Dengar baik-baik. Premis adalah atom dari sebuah cerita. Seberapa panjang naskah kamu kelak, semuanya berasal dari sebuah premis cerita yang singkat, sampai di sini, paham?"

Vivi menggeleng, lalu mengangguk. "Ya tadi, kisahnya anak SD yang jatuh hati, terus pacaran."

Kali ini Anjas memejam sebentar, mengatur laju napas yang mulai tak beraturan. Sepertinya ia tengah menekan emosi yang semakin naik ke ubun-ubun. Ketika kelopak mata terbuka, ia kembali bicara dengan datar, " Film The hobbit, tau? Tolkien."

"Tau lah." Semangat Vivi berlipat-lipat. Dia sangat suka menonton film lord of the ring juga the Hobbit. "Film yang ada Bilbo Baggins-nya itu kan, Kakeknya Frodo? Aku suka banget nonton film--"

"Fokus, fokus. Sekarang Premis dari film The Hobbit, menceritakan tentang sebuah kerajaan yang direbut oleh naga buas. Thorin sang pangeran ingin merebut kembali kerajaan demi rakyatnya. dia meminta bantuan Gandalf dan teman-teman."

"Tapi kan main karakternya Bilbo, kenapa malah membahas Thorin? Dia cuma--"

"Dalam cerita tak harus menceritakan kisah tokoh utama. Contoh novel Sherlock Holmes. Temannya Sherlock yang cerita, tentang masalah Sherlock. Sekarang kita bahas bagaimana membuat premis yang baik dan benar. Catat kalau perlu. Ok, kita ambil contoh. Raja mati karena dibunuh. Itu bukan premis, tapi info. Nah, dari info itu kita kembangkan menjadi sebuah premis. Raja mati karena dibunuh, pangeran pergi untuk membalas dendam. Itu premis. Nanti, ceritanya, perjalanan pangeran untuk mencari pembunuh, dan klimaksnya dia bertemu pembunuh, ending, bisa pangeran berhasil atau gagal. Mengerti?"

Vivi sama sekali tidak mengerti, tapi karena enggan dianggap bodoh, dia mengangguk dengan cepat seakan paham apa yang sedang diajarkan. 

"Bagus kalau sudah mengerti. Sekarang premis novelmu, apa?"

Lihat selengkapnya