Lady Lavender and Lord Fire

Inzati Istaniyah
Chapter #2

Chapter #2 "AROMA PAGI"

BAB AROMA PAGI

 

    Aroma tanah yang basah akibat tetesan embun menyeruak lembut menenangkan jiwa, aroma kedua yang paling disukai Ates dari tempat ini, yang pertama tentu saja adalah aroma kopi buatannya sendiri. Ates duduk santai di sebuah halaman belakang rumah yang sangat luas, nyaris bisa digunakan untuk bermain Golf, halaman tersebut lebih dipenuhi rumput dan tanaman hias, terdapat sepetak kolam renang disana. Ates duduk tidak jauh dari kolam renang sambil menikmati kopi ditangannya. Dia duduk santai menyilangkan kaki pada bangku, perlahan matanya mengamati sekeliling taman yang menjadi bagian dari rumah megah bergaya modern klasik, hampir semua dekorasi rumah ini bernuansa putih dan emas. Rumah yang kadang terasa sangat hangat, namun seketika juga dapat berubah sangat dingin, dirumah inilah dia dilahirkan.

Seorang wanita dengan rambut panjangnya yang dibiarkan terurai berjalan sangat anggun menghampirinya, dia duduk tepat disamping Ates. “Hola Ates…aku baru denger dari Papi semalem katanya kamu balik ke Jakarta.” Sapa wanita itu yang sebenarnya adalah kakak kandungnya. “Tapi Mami belum dateng kesini, jadwal penerbangannya sih pagi ini sampai.” Sambung wanita itu sambil diselingi dengan senyuman.

“Kamu masih nggak berubah ya… tetep terlihat perfect, mirip banget sama Mami.” balas Ates sambil mengamati kakaknya dan memang harus diakui penampilan kakak perempuannya sangat elegan. Dengan mengenakan blouse hitam panjang hingga di bawah lutut dengan aksesoris berbentuk bulan sabit terselip manis didada kanan sebelah atas, terlihat simple tapi elegan untuk dikenakan Kakaknya. Dan tentu saja postur tubuh yang ideal dan wajahnya yang sangat cantik, membuat apapun yang dipakainya akan terlihat lebih cantik.

      Sementara itu yang dipuji hanya tersenyum anggun, “Tapi tetep yang paling disayang sama Mami itu kamu tau nggak.” Balas kakaknya santai.

“Apaan sihh,” Ates menaggapi sambil lalu. “Kenapa kesini nggak ngajak ponakan-ponakanku, kan aku juga kangen mereka?” Tanya Ates mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

“Enggak lah Ates. Entar malem aja mereka aku ajak kesini, kan mereka juga sekolah…aku juga cuma mau nyapa kamu sama Mami habis gitu langsung kekantor.”

So, dalam rangka apa nih mendadak pulang, kayak mau ada pertemuan keluarga gitu. Kalo Mami kan emang jadwalnya pulang hari ini, kalo kamu kan nggak kasih kabar apa-apa.” Sang kakak balik bertanya pada adiknya, mengingat adik laki-laki semata wayangnya memang jarang pulang, dalam setahun Ates biasanya hanya pulang sekali bahkan pernah tidak pulang.

Ates menggoyang-goyangkan sedikit cangkir kopinya, “Ya ampunn aku kangen sama keluargaku masa nggak boleh pulang__ astagaaah, kayaknya aku udah nggak dianggap disini.” Ujar Ates memasang wajah sok sedih didepan kakaknya

“Kamu tau banget kan apa yang diharapkan Mami sama Papi… mereka pengen kamu ambil bagian di perusahaan…ya kali aja kamu berubah pikiran dan mau mulai sekarang.” Lanjut Viola. Dia tahu betul adik laki-lakinya lah yang paling diinginkan orang tuanya untuk dapat memimpin di perusahaannya tapi Viola tidak iri, dia menghargai keinginan tersebut, namun memang adik laki-lakinya lebih memilih berkelana mengelilingi dunia.

“Vioollaaa… terus apa gunanya kamu disini, kan kamu udah yang the best lah, udah nggak usah aku ikut campur di perusahaan, cukup kamu aja.” Ates menggoda kakaknya, sambil mengibaskan tangannya seolah tidak sepakat dengan kakaknya. Viola hanya bisa gemas mendengar jawaban dari adiknya. “Dasar nih anak…!”

Dari taman terlihat mobil yang memasuki area parkir di halaman dan seorang gadis muda keluar dari dalam mobil tersebut. “Eh bentar deh Vio, itu bukannya Rachel ya. Dia ngapain kemari, nggak tau apa Mami kita mau pulang.” Ujar Ates sambil mengecek jam di ponselnya, mengingat bahwa Rachel dan Maminya tidak pernah akur dan akan sangat tidak tepat kalo mereka bertemu pagi ini.

“Dia sering kesini Ates, ngomongnya sih pengen ketemu sama Papi, tapi nggak ada yang mau mengakui dia disini, apalagi Mami.” Jawab Viola sambil mengikuti arah pandang Ates. Ates menghela nafas, “Ya sebenernya nggak ada salahnya sihh kalo mau ketemu sama Papi, kan dia juga anaknya.”

Viola melempar pandangan sinis kearah Ates. “Dia nggak senaif itu Ates, kamu hidup lama di luar negeri ngapain aja sih sebenernya.”

“Kerja.” Ates menjawab asal. Dia menyadari tidak hanya Mami, Viola juga tidak bisa menerima kehadiran Rachel di rumah ini, bahkan bisa jadi bagi Ates sendiri dia belum bisa menerima sepenuhnya kehadiran Rachel dalam keluarganya.

“Ates, dia itu parasite,” Lanjut Viola berusaha menjelaskan pada Ates. “Dulu aja ibunya bilangnya nggak akan minta apa-apa, dibiayai hidup dan sekolahnya cukup, sekarang? Dia minta ke Papi jabatan jadi Manager. “Viola menghela nafas kemudian melanjutkan lagi. “Ibunya dia tau, sangat tau__saat ibunya berhubungan dengan Papi ibunya sudah tau kalo Papi sudah berkeluarga, tapi kenapa masih dilanjutin, udah tau kalo keluarga kita akan keras menolak kehadiran mereka, kenapa masih diterusin.”

“Ya karena Papi masih Welcome Vio…” Ates berusaha menjawab kakaknya dengan tenang, dia bisa melihat kebencian dimata Viola. ”Itu bentuk tanggung jawabnya Papi Vio.” Lanjut Ates mencoba memberi jawaban paling singkat yang mudah dipahami meskipun dia tahu, tetap saja tidak akan diterima oleh Viola.

    “Dan sekarang dia pasti ketemu sama Papi mau minta hal itu lagi.” Imbuh Viola dengan senyum sinis di bibirnya. Keanggunan kakaknya yang tadi terpancar sempurna perlahan mulai luntur.

Ates menggeleng-gelengkan kepala, kembali menyeruput kopinya yang mulai dingin. Ini salah satu hal yang membuat dia tidak suka berada disni. “Kalo dia nggak segera keluar sekarang, pasti ribut lagi sama Mami” Dia kembali melirik jam pada ponselnya dan menunjukkan pada kakaknya. “Bentar lagi Mami pasti sampai.”

Viola beranjak berdiri, “Ok.. aku masuk dulu.” Viola melangkah pergi meinggalkan Ates dan memasuki salah satu pintu di samping taman yang terbuka lebar.

Baru beberapa menit saat Kakaknya masuk kedalam Rumah, terdengar satu lagi mobil yang masuk di halaman parkir rumah tersebut. “Tuh Mami dah dateng.” Ates menarik nafas perlahan dan membuangnya. Dia masih malas beranjak dari tempat duduknya dan mengamati Maminya yang berjalan memasuki Rumah, sedangkan Maminya masih belum menyadari kehadiran Ates dan langsung masuk kerumah. Lagi males nonton pereng-perangan aku duduk disini dulu aja deh, entar kalo dipanggil baru masuk, batin Ates. Ates kembali termenung sambi mengamati tiap sudut hunian megah yang menjadi rumahnya sejak lahir, dua belas tahun Ates tinggal di luar dan hanya sesekali dia pualang kerumah ini, bahkan dua tahun kemarin dia tidak menginjakkan kaki disini. Ates enggan jika kepulangannya harus berisi episode-episode pertengkaran dalam rumah tangga.

   Ates sebenarnya tidak keberatan jika Rachel ingin bertemu dengan Papinya, pada kenyataannya Rachel merupakan anak dari Papi dan Istri siri atau sebenarnya selingkuhan Papi waktu itu. Mami yang tau kalo Papi ternyata punya anak dari wanita lain jelas sangat marah. Sebenarnya Mami udah punya niatan minta cerai ke Papi tapi Papi tidak mau, Papi selalu bilang kalo itu hanya cinta sesaat saja, dia tidak betul-betul menginginkan wanita itu dan wanita simpanan papi pada saat itu pun tau diri, dia hanya meminta agar Papi Rachel bersedia membiayai hidup anak hingga kuliah. Ibu Rachel berjanji tidak akan menganggu keluarganya. Sayangnya hingga saat ini baik Mami maupun Viola belum bisa menerima kehadirannya, mereka bertiga belum pernah berhasil dalam berkomunikasi bahkan hingga saat ini.

  Wanita yang menjadi simpanan Papi adalah mantan sekertaris pribadi Papinya. Bagaimana mungkin dia tidak tahu bahwa atasannya sudah berkeluarga, jelas sekali sekertaris tersebut paham betul kondisinya, namun kenapa kejadian tersebut masih saja terjadi. Ates yang saat itu masih remaja tidak habis pikir dengan keputusan Papinya. Tidak ada satu logikapun yang masuk akal bagi Ates, kedua orang tuanya memang sama-sama sibuk tapi dia tidak melihat kurang komunikasi diantara keduanya, namun kenapa hal itu masih dapat terjadi. Hanya satu jawaban yang terlintas dalam benak Ates pada saat itu, Papinya memang mengkhianati keluarganya.

Ates memang lahir dari keluarga yang berada, kasih sayang maupun materi tidak sedikitpun dia merasa kekurangan. Dia selalu merasa keluarganyalah yang paling sempurna. Dia punya Mami yang sangat cantik, pintar dan selalu terlihat anggun begitu juga dengan Papi yang selalu terlihat berwibawa dan sangat berkompeten dibidangnya. Namun semua mulai berubah saat dia tau Papinya menghianati Maminya, Papi yang selalu dia banggakan menghianati keluarganya. Saat itu Ates Berusia tujuh belas tahun, saat dia tau bahwa Papi kebanggaannya bermain Api, kepercayaan Ates meluntur seketika, hal itu lah yang menjadi salah satu alasan Ates tidak betah ada dirumahnya. Dia tidak bisa marah pada Papinya pada saat itu, tapi apapun yang dilakukan oleh Papinya terlihat lucu dan palsu dimata Ates, namun dia tetap tidak bisa menunjukkan amarahnya. Tidak bisa menunjukkan sakit hatinya pada saat itu, tidak bisa menunjukkan kekecewaannya pada Papinya, hingga dia memutuskan untuk kuliah diluar negeri dan menghibur dirinya sendiri.

Ates yang memutuskan tinggal dan kuliah diluar negeri dapat hidup mandiri dengan caranya sendiri. Di sana dia tidak hanya kuliah, Ates juga menekuni hobinya dibidang Fotografi, Ates juga suka mengekspresikan perasaannya dalam sebuah tulisan dan saat ini dia adalah seorang penulis novel. Dia juga menulis blog tentang dunia fotografi, social medianya dipenuhi hasil jepretanya lengkap dengan caption yang menginspirasi hasil tulisan tangannya dan pengalamannya sendiri. Dia menghabiskan waktu benar-benar menikmati dunia yang dicintainya, mengamati dunia dari sudut pandang yang berbeda kemudian menuangkannya dalam sebuah tulisan, mengambil gambar dari sudut pandang yang berbeda dan menikmatinya. Saat libur semester dia memilih berlibur dari satu kota ke kota lain dari satu negara ke negara lain dan mengabadikan momentnya. Ates terbilang cukup sukses menekuni bidang yang dicintainya, perlahan dia mendapatkan banyak seponsor dan hasil penjualan buku nya juga cukup membanggakan. Ates sebenarnya bisa di bilang berhasil sukses tanpa harus mendapat bantuan dari kedua orang tuanya yang sebenarnya adalah pemilik dari perusahaan multinational. Kedua orang tuanya adalah Komisaris dan CEO di sana dan kakak perempuannya adalah Direktur Utama. Namun dia tidak sedikitpun ingin berada diantara jajaran direksi dalam perusahaan keluarganya. Dia bahagia dalam hidupnya, sebuah kebahagiaan yang dia ciptakan sendiri, bukan kebahagian hasil sebuah pemberian bukan pula hasil meminta-minta.

    Ruang keluarga yang pagi tadi terlihat sepi dan tenang kini auranya seperti medan pertempuran, ada Papi, Mami, Viola dan tentu saja Rachel. “Aku tidak menyangka pagi-pagi sudah disambut oleh Rachel.” Sambut wanita paruh baya tersebut, terdengar jelas sangat dingin. Dia tidak menyangka akan bertemu Rachel sepagi ini di ruang keluarga.

“Aku mengunjungi Ayahku masa nggak boleh.” Jawab Rachel seolah tidak peduli dengan sikap orang-orang disekelilingnya. “Aku kan anaknya juga.” Dengan santai dia melanjutkan.

Lihat selengkapnya