Lady Lavender and Lord Fire

Inzati Istaniyah
Chapter #3

Chapter #3 "MENUTUP BUKU CERITA"

BAB MENUTUP BUKU CERITA

 

  Gianna sebenarnya sedang duduk di meja kerjanya. Manager memberinya tugas untuk membuat laporan keuangan yang harus segera siap dipersentasikan, tapi pikirannya sedang berada di belahan dunia yang lain. Gie berkali-kali mencoba menulis kalimat melalui pesan dari ponselnya, namun ragu untuk mengirimkan pada temannya, akhirnya dia menghapus pesannya. Dia mencoba menulis lagi kemudian dihapus lagi. Gianna bingung apakah harus dia yang mengungkapkannya atau Rafa yang akan bicara sendiri pada Rani, yang jelas diketahui oleh Gianna bahwa Hubungan temannya dengan pacarnya akan segera berakhir atau bahkan sebenarnya sudah berakhir.

  Pikiran Gianna kembali pada hari minggu dimana dia masih sibuk dengan pameran produk makanannya. Saat itu Gianna yang baru saja selesai sholat maghrib kembali ke stand nya dan melihat patnernya sedang mengobrol dengan salah satu tim EO disitu. Gie memang tidak mengkoordinasi sendiri acaranya disini, sebagian memang Ucik yang mengurusnya. Tidak semua Tim EO yang ditemuinya, dia merasa belum pernah bertemu dengan wanita yang sedang ngobrol dengan patnernya itu. Segera dia menghampiri Ucik yang masih berbincang dengan tim EO tersebut. Begitu sampai diantara keduanya seketika pikirannya berhenti, dia seperti menemukan sebuah petunjuk dari beberapa pertanyaan yang kemarin muncul dibenaknya. Wanita yang ada dihadapannya sekarang, wanita yang memakai dresscode EO di acara pameran ini adalah wanita yang satu mobil dengan Rafa pada waktu itu.

   Wanita itu segera mengakhiri obrolannya dengan Ucik tidak lama setelah Gie sudah berada disitu. Dia pamit pergi dan Gie masih melihatnya yang berjalan menjauh. Dia tidak mungkin salah mengenali orang, ingatan itu masih jelas. “Emang tadi kamu ngomongin apa sama dia?” Tanya Gie pada Ucik. “Itu mbak Cuma ngingetin aja, nanti jam Sembilan harus mulai beres-beres… jam sepuluh dah mulai di tutup soalnya. ”Jawab Ucik mencoba menjelaskan pada Gie yang masih diam di posisinya.

“Ow gitu, kita beres-beresnya jam delapan aja, jam Sembilan kita dah pulang… lagian aku juga uda capek seharian di sini besok pagi dah harus kerja pula.” Gie menjelaskan pada Ucik tanpa melihat kearah Ucik dan dengan posisi yang masih berdiri memperhatikan arah perginya EO tadi. Hanya satu cara untuk mendapat jawaban ada hubungan apa dia dengan Rafa yaitu dengan menghampiri dan bertanya langsung padanya, pikir Gie tanpa banyak pertimbangan lagi.

“E..eh, sory elu tunggu disini bentar ya, bentar aja nggak lama. Gua mau nyamperin orang dulu.” Tanpa mendengar jawaban dari patnernya Gie sudah melangkah pergi. Ucik hanya melengos melihat Gianna, “Iya deh iya… kan elu emang bosnya disini.” Jawab Ucik melihat Gie yang sudah pergi dari hadapannya.

    Gianna mengikuti arah perginya EO tadi dan seolah mengarungi dua pulau sekaligus. Betapa kagetnya Gianna, karena yang dia temui sekarang bisa membuat semuanya menjadi lebih jelas. Hanya berjarak lima meter dari tempatnya berdiri dia bisa melihat EO tadi berbicara akrab dengan orang yang cukup dia kenal, Rafa. Sampai detik ini Gie masih berdoa semoga wanita itu adalah saudaranya Rafa atau teman kerjanya atau siapalah yang jelas semoga wanita itu bukanlah seseorang yang berarti dapat menghancurkan hubungan temannya.

“Rafaa.” Seru Gie dari jarak yang hanya lima meter, jelas Rafa bisa mendengarnya dan jelas saja Rafa menoleh kearah Gie. Sekilas dia terlihat kaget namun buru-buru berusaha terlihat santai. “Hai,“ balas Rafa sambil melambaikan tangannya, Gie mencoba mengamati ekspresi itu, perlahan dia berjalan kearah Rafa.

“Lu kok nggak bilang ada disini, gua juga lagi ada pameran lho disini.” Ucap Gianna berusaha mencairkan suasana. “Main-main lah ke tempat gue, produk gue semakin bervariasi lho.” Lanjut Gianna sambil mempromosikan produknya.

”Oh ya, sebelah mana? ya uda gua ke tempat elu.” Rafa menjawab agak kaget bercampur gugup. Gie melihat ada yang aneh, Rafa seperti mencoba mengalihakannya.

wait, elu sama siapa disini?” Tanya balik Gie seketika, dia berusaha membaca ekspresi dari Rafa.

“Sama… itu, temen gua.” Jawab Rafa, kalimatnya terpotong saat akan menunjuk wanita di depannya dan menyebutnya ‘Temen gua’. Gie langsung menoleh kearah yang dituju. Dia mengulurkan tangannya supaya bisa berkenalan langsung tidak peduli ekspresi EO itu terlihat aneh dengan jawaban Rafa. Sadar uluran tangannya tidak segera disambut, Gie menekan kalimatnya untuk berkenalan dengan wanita itu. “Hai… kamu EO disini juga kan, temennya Rafa ya, sapa namanya?”

“Aku… Rachel.” Jawab Rachel dan menjabat uluran tangan Gie, Gie sadar dia tidak ditanya balik oleh yang bernama Rachel di depannya, tapi inilah kesempatannya untuk memperjelas keadaan.

“Owh, temennya Rafa ya… aku Gianna, panggil aja Gie, gue temen pacarnya Rafa.” Jawab Gianna sekaligus menjelaskan. Ada intonasi yang ditekan pada kaliamat ‘gue temen pacarnya Rafa’. Tidak peduli dia ditanya atau tidak oleh kedua makhluk didepannya, tidak peduli pernyataannya barusan dibutuhkan atau tidak oleh dua orang dihadapannya sekarang, yang jelas dia sudah berhasil membaca suasana disini. Terlihat sangat jelas dimata Gie bagaimana sorot mata, gelagat yang ditunjukkan keduanya, ekspresi dari Rachel saat dia menyebutkan bahwa dia adalah ‘Teman pacarnya Rafa’, mata Rachel seolah berlari pada Rafa untuk meminta, semacam penjelasan. Sangat jelas, tanpa dia harus menjadi seorang Psikiater pun dia dapat membaca situasi saat ini, temen gua di khianati.

    Gianna melempar pandangan sinis pada Rafa dan berkata dengan kalimat yang sangat dingin. “Ok, gua masih punya urusan disini, jadi lu lanjutin aja urusan elu, gua pergi dulu.” Gianna yakin Rafa bisa melihat ekspresinya ‘gue udah tau semuanya’. Gie berlalu mengabaikan Rafa dan Rachel. Kedua orang itu yang masih saling melempar pandangan, entah apa yang mereka bicarakan dari sorot mata mereka, Gie sudah tidak peduli.

Rafa mengejar Gianna, dia menghampiri Gie yang sudah hampir sampai di stand makanannya. “Gianna… ada yang harus dijelaskan di sini.” panggil Rafa.

“Apa? Mau jelasin apa… kan dia temen elu, apa yang mau dijelasin.” potong Gie dengan nada sarkas. Beberapa detik Rafa tampak bingung harus memulai menjelaskan, dia tampak kehilangan kalimat yang tepat untuk menjelaskan.

“Rafa… elu tinggal pilih sekarang, harus gue yang bongkar kebusukan elu atau elu sendiri yang ngaku ke Rani, yang jelas dia harus segara tau. Paling lama besok.” Ucap Gianna dengan mantap. Sejujurnya dia masih berharap bahwa Rafa segera memberikan alasan yang rasional kalo wanita tadi memang bener-bener temannya tapi Rafa tampak hanya diam dan itu membuat Gie mulai emosi.

Lihat selengkapnya