Lady Lavender and Lord Fire

Inzati Istaniyah
Chapter #10

Chapter #10 "EXTRAORDINARY"

BAB EXTRAORDINARY

 

Malam hari yang mulai diguyur dengan rintik hujan, seorang ojek online mengantarkan paket pada Rani. Terkejut karena dia tidak merasa mendapat pesan untuk menerima paket, Rani segera naik kekamarnya dan membukanya. Sepucuk kertas warnah putih lengkap dengan tulisan tangan berisi undangan ulang tahun. Rani bisa langsung tau kalo itu dari Ates, beberapa hari sebelumnya Ates pernah bilang kalo akan mengundang Rani di acara ulang tahun Maminya. Diluar dugaannya, Rani tidak hanya menerima undangan tapi juga gaun. Sebuah mini dress dengan warna lavender ditambah sedikit sentuhan brukat di bagian lengan yang indah. Rani menempelkan pada tubuhnya, dress ini terlihat pas pada bentuk tubuhnya yang mungil. Rani mengamati pantulan dirinya di cermin dan berbisik pada diri sendiri, siapapun pasti akan merasa spesial diperlakukan seperti ini.

Esok harinya, Rani berencana mencari kado dengan Gianna. Sempat bingung karena tidak tahu seperti apa selera Maminya Ates. Rani betul-betul dibuat gugup bahkan sebelum pesta dimulai. Namun akhirnya dia memutuskan memberikan sebuah syal, Rani berdoa semoga seleranya tidak terlalu buruk, apalagi mengingat bagaimana Ates memperlakukannya. Rani harus mengakui selera Ates dalam memberikannya kejutan dan kemampuan tersembunyi dalam dirinya, tipikal yang terlihat tenang tapi sanggup mengamati tiap detail dengan sempurna. Seperti contoh, selain bisa masak makanan yang lezat, Ates juga tahu betul bagamana memilih gaun yang pas.

҉

Ates sudah mempersiapkan diri dari tadi, setelan jas yang sudah dipilihnya sendiri sejak beberapi hari yang lalu, sudah ia kenakan. Rambutnya juga sudah dirapikan dengan sempurnya. Sesekali dia mengamati penampilannya di cermin, atau di benda apapun yang bisa memantulkan gambar dirinya. Ates juga terlihat sesekali merapikan rambut dan dasinya yang tidak berantahkan. Helena yang sedari tadi mengamati pergerakan Ates jadi gemas sendiri, tidak sadarkah dia sudah terlihat begitu sempurna. Apa lagi yang kurang yang membuatnya terlihat gugup.

“Ates mau berangkat bareng semobil sama Mami?” Tanya Helena memecahkan kegugupan Ates.

“Enggak mii, mau jemput temenku dulu. Nanti langsung kesana kok.”

“Oh begitu.” Helena paham sesuatu. Dia masih memperhatikan Ates yang dari tadi melihat pantulan gambarnya di semua benda, mulai dari lemari kaca, pintu kaca. Ini mulai tidak normal Ates, pikir Helena penasaran. Siapa gerangan yang akan dia jemput, kalo sampai teman yang dia maksud adalah seorang cowok, buat apa sampai segugup ini.

“Apa perlu Mami siapkan bunga? Melengkapi menampilanmu?” Cletuk Maminya lagi.

“Nggak usah, kan aku cuma jemput dia aja terus langsung ke acaranya Mami.” Jawab Ates tak menyadari pancingan dari Maminya. Namun seketika dia langsung sadar. “Ya udah kalo gitu aku berangkat duluan aja.” Ates segera menghambur keluar ruangan.

Kena kamu Ates, Helena tersenyum sambil melipat lengan. “Hati-hati kalo bawa anak orang, nggak usah buru-buru.” Ucapnya girang dan sengah berteriak. Ates sudah setengah berlari ke garasi dan mengeluarkan mobilnya.

“Setngah jam lagi aku sampai rumahmu.” Ucap Ates singkat diponselnya. Di kembali melewati jalanan yang padat berharap tidak terlambat sampai tujuan.

Sementara itu. Rani mengusapkan make up lebih tebal dari biasanya, namun masih dengan warna yang natural. dia sesekali melihat cermin dan mengoreksi apakah masih ada yang kurang. Dalam hati, sekali lagi Rani memuji pilihan gaun Ates, tidak terlihat terlalu berlebihan namun ada kesan elagan. Dia memang punya selera. Suara bel membuat Rani beranjak dari duduknya. Dia segera turun dan membukakan pagar dan pintu untuk Ates. Ates masuk ke teras rumah dan disambut orang tua Rani. “Assalamualaikum” Sapa Ates sambil menjabat tangan kedua orang tua Rani. keduanya menyambut hangat Ates dan mempersilahkan masuk. Rani kembali ke kamarnya, mengambil clutch dan kado yang sudah ia siapkan, kemudian bergegas menghampiri Ates yang sudah menunggu di ruang tamu.

“Permisi Om, Tante saya pergi dulu sama Rani.” Ates tampak kalem dan sopan pamit pada kedua orang tua Rani. “Assalamualaikum.” Tambahnya. Rani memperhatikan sikap Ates yang sopan, sekali lagi dia dibuat heran oleh Ates. Untuk seorang yang sudah lama tinggal di luar negeri, Ates tidak melupakan kebudayaannya di sini.

Ini adalah pesta dengan nuansa paling mewah yang pernah dihadiri Rani. Terlihat lampu-lampu kristal menggantung anggun menghiasi langit-langit, beberapa lampu hias berbentuk bunga lily menjulang tinggi tampak menghiasi sudut-sudut ruangan. Bunga segar juga tampak menghiasi beberapa tempat, nuansa White and gold terasa kuat di sini. Dekorasi panggung lengkap dengan background huruf H berwarna emas lengkap dengan ukiran yang telihat berkelas. Dan satu lagi, kue ulang tahun bergaya tiga dimensi, berbentuk istana dan di penuhi bunga-bunga.

Beruntungnya dia tidak salah kostum. Ates yang sedari tadi berjalan di samping Rani tampak tenang, dia menggenggam tangan Rani dengan lembut seperti berusaha menenangkan Rani agar tidak kaget dengan keluarganya. Rani bisa merasakan beberapa mata yang memandang kehadirannya bersam Ates, sesekali bahkan ada yang menyapa Ates dengan Ramah, entah siapa yang menyapa Ates tapi mata itu juga melihat kearah Rani.

Seorang wanita berjalan menghampiri mereka berdua dan langsung menyapa Ates dengan antusias. “Mami dari tadi nyariin kamu, dia udah penasaran banget dengan yang kamu bawa.” Ucapnya sambil sekilas melirik Rani.

 “Bisa aja kalo nyari alesan, padahal situ juga kepo.” Desis Ates, “Lagian Mami juga masih sibuk dengan teman-temannya, nanti aku kesana.”

Wanita cantik itu berganti memperhatikan Rani dan mengulurkan tangannya. “Viola, kakaknya Ates.” Rani menjabat tangan Viola dengan ringan, “Maharani, panggil Rani aja.”

Penampilan Viola cukup menarik perhatian Rani, bentuk tubuhnya yang proporsional sangat pas dengan Dress yang dipakainya. Tipe maxi dress dengan warna maroon, sedikit modifikasi bagian atas dress memiliki model kemben yang miring menutup satu lengan. Selain itu pada bagian paha hingga mata kaki dibuat belahan. Dipadukan dengan perhiasan warna gold dan naked heels perpaduan warna emas dan hitam, penampilan viola terkesan seksi dan glamour.

Selesai berkenalan dengan Rani, Viola beranjak pergi. Rani bisa melihat kaki jenjang nan indah milik Viola. Rambutnya yang panjang seolah ikut melambai mengikuti langkah kakinya yang cantik, sekilas Rani sempat iri melihat wajah cantik dan postur tubuh Viola bak model.

Ates membawa Rani duduk di sudut ruangan, tidak jauh dari panggung acara, sebuah meja yang sudah siap dengan empat kursi mengelilinya. “Kamu tunggu di sini bentar ya… aku nyari temenku dulu, dia agak susah jalan, jadi aku bawa dia kesini sekalian juga.” Ucap Ates, dia memang sempat cerita saat di mobil kalo dia juga mengajak salah satu temannya yang mengalami kecelakaan. Rani mengangguk paham.

Dia mengamati suasana pesta dan banyaknya tamu yang hadir, tebakan Rani tepat. Ates memang bersal dari keluarga yang tidak sembarangan. Rani mengambil minuman dengan cepat dan segera kembali di mejanya. Pandangannya mencari Ates, Rani agak kesusahan menumukannya ditengah banyaknya tamu disini. Setengah jam kemudian akhirnya Ates kembali sambil membantu temannya berjalan.

Ates, Rani dan Arga duduk bertiga sekarang. Ates memanggil pelayan yang lewat agar membawakan makanan dan minuman di mejanya. Arga yang melihat Rani di situ mulai menyapa Rani dengan hangat. “Temennya Ates juga, kenal dimana?”

“Di rumah sakit.” Jawabnya cepat.

“Rumah sakit tempat kamu dirawat. Dia jadi psikiater di sana.” Ates ikut menengahi. Arga langsung paham begitu Ates mengucapkan kata psikiater. Arga sudah tahu konsep penulisan Ates selanjutnya, tapi dia baru tahu sekarang bahwa Ates memiliki hubungan dengan Psikiater di hadapannya, betulkah hanya sekedar untuk menambah informasi.

“Kamu tau Rani, awalnya aku nggak yakin kalo alasannya sampe sebulan ada di Indonesia adalah karena acara Maminya. Sekarang aku tau alasannya yang sebenarnya. Ada di depanku.” Arga mulai menggoda Ates. Rani hanya bisa tersipu, dia tersenyum ringan mendengarkan Arga.

“Abaikan Arga.” Ucapnya pada Rani. “Dia editorku, pernah sekamar sama aku juga waktu kuliah.” Ates mencoba menengahi. “Kamu mau tau ceritanya dia bisa kecelakaan di sini.” Dan sekarang Ates mulai mngalihkan pembicaraan.

Pembicaraan ketiganya mengalir dengan lancar dan ringan. Dimulai dari kronologi kecelakaan Arga, membicarakan ibu masing-masing yang super hebat, hingga membicarakan pekerjaan masing-masing. Di sini Rani bisa merasa, Ates sangat mampu mengontrol suasana dan sanggup membelokkan pembicaraan, jika dirasa mulai tidak nyaman.

“Hai.” sebuah suara menyapa mereka dari jarak yang tidak begitu jauh, Rani sontak menoleh dan dilihatnnya Nana. Nana berjalan sambil membawa piring dengan beragam cemilan di sana. Nana turut bergabung sekarang. “Jadi begitu ya.. makannya Ahli Gizi, apa aja dimakan.” Celetuk Ates yang melirik isi piring Nana.

“Mumpung ada gratisan lah, tetap gratisan adalah yang terlezat. Iya nggak mbak Rani?” Nana melemparkan pembicaraan begitu saja. Rani yang sudah biasa bertemu dengan Nana menyambutnya dengan senang hati. Pembicaraan mereka semakin pecah dengan kehadiran Nana.

“Pasiennya mbak Rani aneh-aneh lho di sana. Cuma yang aku tau, belom ada yang sampe dirawat karena putus cinta.” Celetuk Nana ditengah obrolan.

Lihat selengkapnya