Suasana tegang menyelimuti, serasa ada kilatan cahaya yang datang menghipnotis setiap jiwa. Semua orang yang berada dalam ruangan itu mendadak beku dan menjadi bisu. Setiap mata menatap pada satu objek yang sama. Dua orang yang duduk di kursi terdepan saling menatap sinis penuh kebencian, dengan harapan besar seorang wanita yang memakai setelan berwarna hitam melafalkan doa dalam hatinya.
Sementara seorang laki-laki di sebelahnya menyunggingkan senyum, lalu melempar pandangan ke arah lain. Mereka sama-sama memiliki harapan yang sama. Tampak santai, laki-laki itu mengusap dagu dengan tangan kanannya. Dia menoleh menatap seorang gadis kecil yang tengah duduk di pangkuan wanita senja yang sejak tadi terlihat sibuk menenangkan gadis kecil itu yang menangis tak mau berhenti.
Begitu pula wanita itu, dia tak lelah menoleh pada gadis kecil yang duduk persis di belakangnya. Linangan air mata terlihat memenuhi kelopak matanya yang sudah menghitam. Ingin rasanya berlari saja, meninggalkan kursi panas yang dia duduki. Namun, apa daya dirinya yang tak bisa melakukan itu, dengan sangat terpaksa dia memilih untuk tetap tinggal.
Menunggu adalah hal yang sangat membosankan. Istilah yang hampir setiap hari berlalu lalang di telinga manusia. Itu yang sedang semua orang lakukan di ruangan itu. Menunggu. Iya, mereka menunggu keputusan. Keputusan hakim yang duduk dengan gagah di balik meja panjang yang menjadi penghalang.
Wanita yang duduk lesu itu seketika menegak, tangan yang semula menutupi wajahnya diturunkan dengan cepat. Suara berat milik hakim menusuk-nusuk telinga wanita itu. Dia menggigil takut jika saja hasilnya tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan.