Keempat siswa berseragam putih abu-abu sedang berbaris rapi berhadapan dengan pria botak yang memiliki tahi lalat di sekitar bibirnya. Pria itu menatap dengan tatapan mengintimidasi. Namun, keempat laki-laki di depannya hanya berdiri santai seperti tidak sedang terjadi apa-apa. Pria botak itu sudah bosan melihat mereka yang selalu saja keluar masuk ruangannya. Setidaknya dua kali dalam seminggu dia harus menindak anak didiknya yang tak pernah berubah itu. Percuma saja dia menjelaskan, tiga dari empat orang itu akan menanggapinya dengan masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri.
Satu per satu ditatapnya hingga tatapannya berhenti pada laki-laki yang sedang memasukkan jari pada telinga. Kini kesabarannya sudah habis.
“Maru!” Teriakannya membuat laki-laki yang sedang khusyuk mengorek telinga itu terkesiap dan menghentikan aksi absurdnya. Kamu nggak dengar bapak ngomong?”
Siswa bernama Maru itu tersenyum cengengesan. “Dengar, kok, Pak,” jelasnya.
“Bapak sudah bosan liat kalian ini.”
Keempat siswa itu hanya diam mendengar intonasi Nata—Kepala Sekolah—yang sudah meninggi. Pria botak itu memijit keningnya, lalu kembali menatap keempat anak didiknya itu. “Kalian kapan mau berhenti berbuat seperti itu?” tanyanya.
Maru menyenggol bahu Arion keras. Arion yang tidak memiliki kesigapan akhirnya terhuyung dan membuat kedua teman di sampingnya ikut terjatuh. Maru yang menyaksikan itu, wajahnya langsung memerah, menahan tawa yang hampir meledak kala itu. Refleks Nata berdiri dan melihat adegan tindih menindih itu dari balik meja kacanya. Tanpa sadar bibirnya ikut menyunggingkan senyum.
“Nafsu lo sama gue?” teriak Edo yang berada di paling bawah.
Arion segera berdiri. “Najis lo semua!”
“Mar, sumpah lo nggak jelas!” kutuk Arion pada Maru.
“Gue nggak sengaja. Elah, lagian lo lembek amat. Digituin doang runtuh, cuih!”
Arion dan Edo mendelik ke arah Maru yang masih cekikikan, sementara Arta menunduk diam, dia hanya korban yang terbawa dalam kasus itu. Siswa berkacamata itu sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang diperbuat tiga makhluk gila itu.
Ya, mereka dipanggil ke ruang kepala sekolah dikarenakan bolos jam pelajaran ketiga. Maru, Arion, dan Edo menyuruh agar Arta berpura-pura sakit perut. Maru mengambil kesempatan itu untuk izin kepada guru yang sedang mengisi pelajaran saat itu, untuk mengantar Arta ke UKS.
Diikuti Arion dan Edo. Namun, setelah mereka keluar dari kelas, mereka justru pergi ke samping sekolah. Arta tidak suka dan memaksa Maru untuk kembali dan mengaku saja. Maru sangat kesal dengan kepolosan Arta.
Akan tetapi, hari ini mereka sudah tidak bisa berlari. Nata, selaku kepala sekolah SMA Delta, tidak segan untuk menghukum mereka. Mereka diberi hukuman agar selalu datang pagi untuk menggantikan tugas piket teman sekelasnya selama seminggu.
“Alamak, Pak! Nggak gitu konsepnya,” tolak Edo.
“Jangan itulah, Pak!” bubuh Arion.
Sedangkan Maru tampak santai. Iyalah santai, hukuman itu tidak berefek apa pun padanya. Karena ujung-ujungnya yang mengerjakan Arion dan Edo. Dia hanya bagian memerintah saja.