Sebuah kamar yang didominasi warna gelap, banyak tempelan poster anime di bagian dindingnya. Ya, kini Maru, Arion, dan Edo sedang menempati kamar itu. Maru merebahkan dirinya di kasur yang berantakan, dia menempatkan kepalanya di tepi ranjang, matanya mendelik menatap langit-langit kamar yang dipenuhi cicak sedang mengintip.
Sementara kedua temannya sedang asyik meliuk-liukkan stick playstation di tangannya. Mulut Edo tak henti berkoar gembira kala menyaksikan kekalahan Arion.
Arion memekik sembari menepuk keras pahanya berkali-kali. Tidak biasanya dia kalah dari Edo, sedangkan Edo melakukan selebrasi ringan dengan mengacungkan jari tengahnya ke atas. Jelas saja Arion sangat tidak senang, tangan Arion bergerak begitu saja dan menjitak kepala Edo.
“Eh, kalah ya kalah aja, lo!” seru Edo dengan intonasi tinggi.
“Lagi apes aja, gue.” Arion mencoba menutupi rasa malunya dengan menyelipkan sedikit bumbu pembelaan di perkataannya.
Maru yang semula terlentang, kini dengan lincah membalikkan tubuhnya. Hingga posisinya sekarang dapat melihat Arion dan Edo dengan jelas. “Berantem mulu lo berdua!”
“Temen lo, nih!” sahut Edo.
“Diem lo!” sentak Arion seraya merapikan stick yang tadi digunakan.
“Tuh, kan, kalo udah kalah,” ujar Edo.
“Suka-suka guelah. Kamar-kamar gue,” jawab Arion.
“Awas aja lo. Kalo main ke rumah gue,” balas Edo tak mau kalah.
Minggu ini, mereka berkumpul di rumah Arion.
“Besok bantuin gue,” kata Maru menyekat perdebatan di antara kedua temannya.
Seketika Arion dan Edo menoleh. “Bantuin?”
Tidak biasanya seorang Maru Algaisan seperti itu, biasanya jika dia menyuruh Arion dan Edo untuk melakukan suatu hal, dia akan melakukan hal seenaknya. Tidak ada kata permohonan ataupun sejenisnya. Lantas ada apa di baliknya?
“Anak kelas satu itu susah banget dideketin,” lanjut Maru.
Arion dan Edo mengembungkan pipi karena menahan tawa. Tak tahan, akhirnya tawa itu pecah kala itu juga.
“Aduh, sakit perut gue. Bentar, lo emang nganggep serius tantangan gue? Ah elah, gue canda kali, Mar,” jelas Arion.
“Kalo gue deketin dia bukan atas dasar tantangan lo, gimana?”
Mata Arion membesar, napas kasarnya terdengar. “Lo beneran suka sama dia?”
“Ar, Ar,” ujar Edo seraya menggoyangkan tubuh Arion.
“Apaan sih, goblok, ah!” tepis Arion.
“Abisnya lo kayak orang kesurupan.” Edo berujar tak santai.