Sinar matahari kembali menerpa setiap raga yang dijumpainya, daun kering mulai gugur dari tempat pertahanannya. Debu samar mulai menguasai jalan tak bertuan, kicauan burung sudah tak terdengar, berganti suara bising yang berasal dari para penghuni jalan.
Di sebuah ruangan, terdapat seorang wanita paruh baya yang terbaring di brankar, kelopak matanya perlahan terbuka menampilkan bola mata yang sudah sedikit menguning.
Dia menolehkan kepala menatap seseorang yang setia menemani semalaman. Tangan kiri perempuan paruh baya itu bergerak mengusap rambut tebal sang anak. Rupanya usapan ringan itu cukup mengganggu tidur laki-laki di sampingnya, Maru akhirnya terbangun dan pemandangan yang pertama dia lihat adalah senyum manis ibunya yang sangat menyejukkan.
“Mar, kamu nggak sekolah?” tanya Yana dengan suara pelan.
Maru menggenggam hangat telapak tangan Yana, lalu mendaratkan kecupan ringan di sana. “Mau nemenin Mama.”
“Kamu sekolah, gih!” perintah Yana. “Entar biar abangmu yang jagain mama.”
Maru sungguh tak mengharapkan kata-kata itu keluar dari mulut Yana, mengingat hubungannya dengan Gerald yang tak bisa dikatakan baik selama ini.
Suara decitan pintu menghentikan percakapan sepasang ibu dan anak itu, hentakkan kaki mulai mendekat.
“Nah, itu abangmu. Kamu pulang, ya.” Yana kembali memerintah pada Maru.
Tanpa berlama-lama, Maru beranjak dari duduknya. Sekilas dia menatap Gerald dengan tatapan risi, bahunya sengaja dia tabrakan pada bahu bidang Gerald. Membuat Gerald berdecih dan menatap nyalang ke arah adiknya. Ingin rasanya Gerald menikam Maru kala itu juga.
“Ge, kok kamu berantakan?” Yana menanyakan kondisi Gerald yang terlihat beda dari biasanya.
Gerald selalu berpenampilan rapi, entah apa yang terjadi padanya sehingga sekarang penampilannya mengundang tanya dari sang ibu.
Tak menghiraukan pertanyaan Yana, Gerald mendekat dan duduk di kursi samping brankar. “Mama udah sarapan?”
Yana menggeleng ringan, bukan sebagai jawaban, melainkan dia heran mengapa Gerald mengalihkan topik pembicaraan. “Ge, mama nanya, ada apa sama kamu?”
“Gerald cuma lupa sisiran, Ma.”
Jelas jawaban itu tak memuaskan Yana. Namun, Yana tak ingin memperpanjang masalah itu. Dia segera menyuruh Gerald untuk membersihkan diri di kamar mandi yang terletak di pojok ruang.