Aisha terbangun dengan napas tersengal-sengal, matanya terbuka lebar dalam ketakutan. Ruangan yang gelap dan tenang itu seolah-olah berubah menjadi lautan bayangan yang mencekam. Aisha duduk terpaku di tepi tempat tidur, matanya menyapu ruangan yang telah berubah menjadi panggung bagi makhluk-makhluk gaib penghuni celah-celah gelap.
Di bawah cahaya bulan yang remang-remang, bayangan-bayangan tak berwujud bergerak-gerak di sudut-sudut kamar, seakan-akan menari pada irama kesunyian malam yang menyesakkan.
"Mereka di sini lagi, mereka selalu ada," bisik Aisha dengan suara gemetar, matanya memandang kosong.
Di sudut dekat lemari, tertimpa oleh bayangan, berdiri sosok tinggi dan kurus dengan mata yang menyala redup seperti bara api. Sosok itu bergerak perlahan, seolah-olah terikat pada waktu dan ruang yang berbeda, bergumam dalam bahasa yang tidak dapat dipahami oleh telinga manusia. Aisha menelan ludah, merasakan bulu kuduknya berdiri.
Di sebelah jendela, Aisha melihat bayangan lain yang lebih samar, seperti kabut yang menggantung di udara. Bayangan itu terlihat sedih, mengambang tanpa tujuan, sesekali melambai dengan gerakan yang lemah dan tanpa suara. Aisha merasa sebuah ikatan aneh, seolah-olah bayangan itu berbagi kesedihan yang sama dengannya.
Di langit-langit, ada kilatan cahaya yang tak biasa, pancaran cahaya menyilaukan tanpa suara. Kilatan itu berubah bentuk, kadang-kadang menyerupai wajah-wajah yang dikenal Aisha, menyelipkan hawa nostalgia sekaligus kehilangan yang mendalam.
Aisha bahkan merasakan ada yang bergerak-gerak di bawah ranjang, mengeluarkan bisikan yang hampir tak terdengar. Ini yang paling menakutkan bagi Aisha, seperti sebuah ancaman yang sulit diabaikan. Aisha buru-buru mengangkat kaki ke atas kasur, khawatir akan apa yang mungkin menyelinap keluar dari kolong tempat tidur.
Aisha merasa terjepit antara dunia nyata dan dunia yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa. Aisha memeluk lututnya yang dingin, tubuhnya bergetar tak terkendali. Rasa takut menggigil dalam setiap hembusan napas.
"Kenapa mereka enggak pergi? Kenapa cuma aku yang bisa melihat mereka?" gumamnya, suaranya nyaris tidak terdengar.
"Ini enggak nyata, ini cuma imajinasi," bisiknya pada diri sendiri, suaranya gemetar. Dia menggeleng-geleng sambil menutup mata.
Aisha menarik selimut hingga menutupi kepala, berusaha menghilangkan bayangan-bayangan itu dari penglihatan. Namun, semakin berusaha menyangkal, semakin jelas sosok-sosok itu muncul di benak.
Aisha selalu merasa berbeda dari teman-temannya. Sejak kecil, dia bisa melihat dan terkadang merasakan kehadiran makhluk gaib. Awalnya, Aisha menganggap ini sebagai imajinasi anak-anak. Namun, seiring bertambahnya usia, dia menyadari bahwa apa yang dialaminya adalah nyata. Kemampuan ini sering kali membuat Aisha merasa cemas dan terisolasi, karena takut orang lain akan menganggapnya aneh atau tak waras.