Paginya, Pak Irfan dan Aisha bersiap melanjutkan perjalanan sesuai petunjuk Bu Nur, pemilik losmen yang ternyata bernama sama. Sarapan lontong sayur dan teh hangat berhasil mengisi energi keduanya pulih.
Hangatnya matahari pagi yang menembus kabut tipis menaikkan suhu di dalam kap mesin, hingga reaksi kimia di dalam baterai aki pun berjalan. Dengan sedikit usaha, mesin mobil yang semalam menolak untuk hidup, kini berderu kembali.
"Hem, lima, ya? Aku lupa kalau jarak antar rumah di sini cukup jauh," ucap Pak Irfan sambil menggumam saat menyetir, mengundang senyum geli di bibir Aisha.
Mereka menikmati pemandangan sepanjang jalan yang dipenuhi bentangan sawah dan hutan pinus yang rindang, sambil menghitung rumah penduduk yang dilewati. Hingga akhirnya, mobil berhenti di depan sepasang gerbang kayu dengan ukiran tradisional yang indah bertuliskan “Pesantren At Tamam” di atasnya, dikelilingi dinding batu setinggi dua meter yang tertata rapi.
Pak Irfan dan Aisha turun dari mobil. Sambil menggeret koper, mereka memasuki gerbang kiri dengan papan keterangan “Putri” di bawah nama pesantren. Tampak kompleks bangunan yang terdiri dari beberapa bangunan utama dan asrama-asrama bergaya arsitektur tradisional, beratapkan genteng merah dan dinding berwarna krem yang elegan.
Halamannya dipenuhi berbagai jenis tanaman dan bunga yang terawat baik. Jalan setapak dari batu alam memudahkan akses ke seluruh area pesantren. Di sisi kanan-kiri, berderet gazebo-gazebo kecil yang biasa digunakan untuk para orang tua santri mengobrol dengan anaknya saat menjenguk.
Di tengah kompleks, terdapat sebuah masjid besar dengan kubah dan menara yang menjulang. Terdengar dengungan bersahutan para santri yang menyetor hafalan Alquran dari dalamnya.
Setelah mengobrol sebentar dengan kepala sekolah putri di ruangannya yang terletak di sebelah masjid, Pak Irfan melepas Aisha penuh haru. Meski masih berat, Aisha membulatkan tekad bergabung dengan teman-teman barunya.
Sejenak, Aisha hanya mendengarkan sambil mengamati para santri yang duduk bersila dalam barisan rapi menghadap gurunya masing-masing. Semuanya mengenakan seragam putih abu-abu yang serba panjang.
Beberapa siswa yang telah selesai menoleh dan tertarik dengan dua koper di samping Aisha. Salah satu dari mereka memutuskan mendekatinya sambil melambai. "Asalamualaikum, kamu santri baru?" sapanya ramah.
Aisha menjawab salam dan mengangguk, lalu mengulurkan tangan. “Ya. Namaku Aisha,” jawabnya.