Tubuh itu telah kaku. Aisha dan para ustazah hanya bisa terpaku, tak mampu bergerak maupun berbicara. Air mata mulai mengaliri pipi. Alunan lagu dari bibir Ustazah Ira masih bergema di gendang telinga Aisha, seakan menjadi nyanyian perpisahan.
Dengan jari gemetar, Ustazah Asma’ mengetik pesan ke Ustaz Ali tentang keadaan Ustazah Ira dan lokasi mereka. Sementara, Aisha memperhatikan gamis cokelat susu Ustazah Ira yang kusut dan sedikit kotor. Sepatu boot datar beliau yang berwarna cokelat tua tertutupi debu dan lumpur kering, bagian punggungnya ada yang sobek. Bekas-bekas daun dan ranting menempel di sela-sela sol yang agak terkikis. Tali-tali sepatunya terikat kuat, tetapi ada satu ujungnya yang terurai.
Apa yang terjadi padamu, Ustazah? Kenapa harus menempuh medan sebegitu berat? Kenapa jadi berakhir di tempat tersembunyi begini? keluh Aisha penuh tanya sambil menengadah, menahan air mata lebih banyak jatuh.
Sebuah bayangan transparan muncul dari balik pepohonan dan berdiri di batas cahaya lampu senter. Aisha merasakan getaran yang aneh melintas di udara. Detak jantungnya berpacu, dan bulu kuduknya berdiri.
Meski samar, Aisha bisa mengenalinya sebagai Anwar, atau Anwir, seperti dalam versi cerita Haikal. Aisha berusaha untuk tenang agar tidak membuat yang lain panik. Melihat Anwir tampak muram memandangi jenazah Ustazah Ira, Aisha jadi terdorong mendekati.
Namun, sebelum bergerak, Anwir mengangkat tangan memberi isyarat. Dengan suara seperti kaset rusak yang menyayat lubang telinga Aisha, makhluk itu berbisik, "Dia … datang …."
Seperti kabut yang menghilang diterpa angin, Anwir perlahan memudar dari pandangan, meninggalkan sejumput kengerian dan segudang tanda tanya di benak Aisha. Dia hanya bisa mematung hingga akhirnya tersadar oleh kedatangan rombongan pria.
Haikal tampak cemas melihat ekspresi Aisha. Pemuda itu hafal betul, pasti sesuatu yang gaib telah mengganggu pikiran Aisha. Di tengah kesibukan para ustaz mengangkat jenazah Ustazah Ira ke dalam ambulans diiringi isak tangis para ustazah, Haikal mendekati Aisha.
“Kita harus bicara, Kal. Ada yang ingin aku diskusikan soal ini,” ucap Aisha lirih.
Haikal mengangguk penuh pengertian, dan berkata dengan nada menenangkan, “Lusa ada kajian akbar. Kita ketemu abis acara, ya. Di pohon samping pondok putra.”
***
Kepergian Ustazah Ira menitipkan duka mendalam di Pesantren At Tamam. Bendera kuning berkibar di depan pesantren sebagai tanda berkabung. Kabarnya, Ustazah Ira telah dimakamkan pagi ini oleh keluarga.