“Semua gangguan tadi, bisa jadi itu tanda kalau kita ke arah yang benar kan, Kal?” kilah Aisha.
Haikal menghela napas berat. Dia berusaha meyakinkan diri sendiri untuk tetap mendukung apa pun keputusan Aisha. Pemuda itu memandangi jalan sambil bertanya, “Kamu benar-benar ingat lokasinya?”
“Seharusnya, ya. Cuma lima rumah kok, dari pesantren,” jawab Aisha mencoba mencairkan ketegangan.
Haikal tersenyum tipis. “Bagus, lah. Aku tadi udah liat dua rumah yang kita lewati. Enggak tahu lagi, ya, pas di kabut tadi ada rumah lagi atau enggak,” sahut Haikal menguatkan hati.
Suasana dalam mobil menjadi lebih hening, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Pak Jamal yang sangat menghargai privasi dan kenyamanan penumpangnya tidak berani berkomentar jika tidak diminta. Beliau hanya menjalankan tugas menyetirnya sebaik mungkin.
Matahari tengah berada di puncak teriknya. Cahayanya menerobos masuk melalui jendela mobil, memberikan sedikit kehangatan yang menyenangkan di tengah iklim perbukitan yang sedari tadi lebih sering terbelenggu dingin. Aisha berusaha menikmati pemandangan hijau yang tak sempat disaksikannya saat pertama kali melintas di jalur ini.
Jalan menjadi sempit dan berliku. Seolah tahu apa yang harus dilakukan, Pak Jamal mengendalikan laju mobil lebih pelan, memungkinkan Aisha memperhatikan detail lingkungan. Jajaran pepohonan yang rindang di kedua sisi meyakinkan Aisha bahwa mereka akan segera sampai.
"Ini tempatnya, Non?" tanya Pak Jamal melalui kaca spion, begitu melihat bangunan tua yang masih tersisa kemegahannya di tengah kehijauan lahan berumput setinggi betis.
Aisha mengiyakan. Mobil pun berhenti tepat di depan pagar. Aisha mengambil napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian sebelum membuka pintu mobil dan mengajak Pak Jamal ikut.
“Tidak, Non. Saya mau ngopi sambil cari orang yang bisa bantu betulin kursi mobil,” jawab beliau sopan. “Habis itu, saya akan tunggu di depan sini sambil tiduran di mobil. Ngantuk banget saya. Tadi pagi cuma tidur sejam. Boleh ya, Den?”
Haikal mengangguk, sementara Aisha mendadak cemas. “Tapi, sekitar sini enggak ada warung atau bengkel, Pak.”
“Enggak apa-apa, Non. Saya bisa andalkan sistem navigasi di sini,” sahut Pak Jamal sambil menunjuk dasbor.
“Pak Jamal ini instingnya tajem banget kalau soal baca jalan, Sha,” timpal Haikal bangga. “Apa pun halangannya, beliau selalu bisa mengatasi dan datang tepat waktu.”